- Kasus peredaran kayu ilegal yang melibatkan tersangka HM (59) di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, telah dilimpahkan oleh Balai Gakkum KLHK Sulawesi kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng.
- HM diduga menggunakan modus baru memakai dokumen kayu palsu untuk mengelabui petugas dan masyarakat. HM telah mengeluarkan dana sebesar Rp50,6 juta untuk pembelian kayu sejak Maret hingga April 2024.
- DLHK Sulsel berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan dan sinergi lebih intensif terhadap peredaran kayu, khususnya di Sulawesi Selatan, guna memastikan kelestarian hutan dan lingkungan hidup.
- Aktivis menilai terus tertangkapnya pelaku illegal logging terutama skala kecil karena penegakkan hukum tidak sinergi dan belum tegas sehingga tidak berefek jera. Penerapan SVLK hampir tidak diimplementasikan di industri kayu skala kecil baik di hulu sampai hilir.
Penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi telah melimpahkan berkas tersangka berinisial HM (59) dan barang bukti dalam kasus peredaran kayu ilegal yang terjadi di Jalan Poros Bantaeng Panaikang, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada Selasa (05/8/2024).
Tersangka bersama barang bukti berupa satu unit truk dengan nomor polisi DD 8764 KU, muatan kayu gergajian sebanyak 175 batang dengan volume 20,1527 M³, serta dokumen Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu Olahan (SKSHH-KO) palsu, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng untuk proses persidangan lebih lanjut. Dengan pelimpahan tersebut, tanggung jawab tersangka dan barang bukti kini berada di tangan kejaksaan.
Aswin Bangun, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, di Makassar, Jumat (16/8/2024) menjelaskan bahwa tersangka berperan sebagai pemodal pembelian kayu olahan yang diringkus saat operasi peredaran hasil hutan oleh Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Anoa, Seksi Wilayah I Makassar, Balai Gakkum KLHK Sulawesi, yang selanjutnya ditangani oleh penyidik Balai Gakkum KLHK Sulawesi.
“Dari bukti-bukti yang diperoleh, HM diketahui telah mengeluarkan dana sebesar Rp50,6 juta untuk pembelian kayu sejak Maret hingga April 2024. Kami juga menemukan adanya modus baru di mana pelaku menggunakan dokumen kayu palsu untuk mengelabui petugas dan masyarakat,” ungkapnya.
Baca : Pensiunan PNS Pemodal Pemalsuan Dokumen Kayu Ilegal di Sulsel Ditangkap
Kasus ini bermula dari operasi gabungan antara Balai Gakkum KLHK Sulawesi dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sulawesi Selatan pada 23 April 2024. Tim operasi menemukan truk yang dikendarai RA memuat kayu dengan dokumen yang teridentifikasi palsu. Setelah dilakukan pengecekan dokumen, truk beserta muatan kayu dan sopirnya diamankan dan dibawa ke Makassar untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Penyidik kemudian menetapkan HM sebagai tersangka pada 20 Juni 2024, dan ia ditahan di Rumah Tahanan Negara (TAHTI) Polda Sulawesi Selatan. Tersangka HM dijerat dengan Pasal 83 Ayat (1) huruf “b” Jo Pasal 12 huruf “e” Jo Pasal 88 ayat (1) huruf “b” Jo Pasal 14 huruf “b” Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang telah diubah oleh Pasal 37 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu No.2/2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana penjara maksimum lima tahun dan denda paling banyak Rp 2,5 miliar.
Aswin mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum ini, seperti dinas lingkungan hidup dan kehutanan (DLHK) Sulsel, termasuk kepada jaksa penuntut umum yang telah bekerja sama dalam melengkapi berkas perkara,
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan pencegahan terhadap peredaran kayu ilegal. Sinergi dengan instansi terkait akan terus diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Kami juga berharap pelaku mendapatkan hukuman yang memberikan efek jera, dan kami akan mengembangkan kasus ini untuk mengungkap seluruh jaringan yang terlibat,” katanya.
Andi Hasbi, Kepala DLHK Sulsel menyatakan komitmennya untuk meningkatkan pengawasan dan sinergi lebih intensif terhadap peredaran kayu, khususnya di Sulawesi Selatan, guna memastikan kelestarian hutan dan lingkungan hidup.
“Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, diharapkan kasus ini menjadi pelajaran penting dalam upaya pencegahan dan penindakan kejahatan lingkungan di masa mendatang,” ujarnya.
Baca juga : Gakkum KLHK Sulawesi Ungkap Jaringan Peredaran Kayu Ilegal Bermodus Dokumen Palsu
Tidak Sinergi dan Belum Tegas
Menurut Mustam Arif, Direktur Perkumpulan Jurnalis Advokasi Lingkungan (JURnal) Celebes, penangkapan pelaku illegal logging terutama skala kecil terus menerus terjadi karena penegakkan hukum tidak sinergi dan belum tegas sehingga tidak berefek jera.
Penerapan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) hampir tidak diimplementasikan di industri kayu skala kecil baik di hulu sampai hilir.
“Pemalsuan dokumen, dan ‘pencucian’ kayu jadi arena permainan pengusaha kayu atau cukong kayu di level ini dengan membangun jaringan yang memanfaatkan warga sekitar hutan,” katanya.
Pemantauan yang dilakukan JURnal Celebes menemukan indikasi warga sekitar hutan atau pelaku angkutan kayu jadi tumbal kalau misalnya terkena tindakan hukum. Pelaku yang ditangkap umumnya warga atau sopir angkutan kayu. Seolah ada deal antara cukong kayu dengan pelaku di lapangan, mungkin dengan kompensasi tertentu kalau tertangkap untuk menjalani hukuman, selanjutnya nanti diatur para cukong.
“Karena itu saya mengapresiasi kalau Gakkum (KLHK) menangkap pelaku yang memodali illegal logging. Kita berharap Gakkum (KLHK) selalu mengembangkan kasus ke level yang lain karena boleh jadi ini juga merupakan perpanjangan tangan industri hilir berskala besar dalam modus ‘pencucian’ bahan baku,” katanya.
Menurut Mustam, dibutuhkan sinergitas, sehingga jangan biarkan Gakkum KLHK terus menangkap, tapi tidak ada upaya pencegahan.
“Jangan biarkan Gakkum sendiri berburu, sementara penegakkan aturan dan edukasi di lapangan terutama terhadap masyarakat dan industri kayu skala kecil tidak jalan.”
Hal yang paling dibutuhkan, tambahnya, adalah adanya sinergi pengawasan dan edukasi di lapangan oleh para pemangku kepentingan, seperti Gakkum KLHK, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Cabang Dinas Kehutanan (CDK), kepolisian, TNI, Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP). (***)
Gakkum KLHK Sulawesi Tangkap Cukong Kayu di Sulawesi Selatan