- Pohon tidak saja menjadi penyerap karbon dioksida (CO2), dalam penelitian terbaru, kulitnya mampu menyerap metana di atmosfer.
- Metana adalah gas penyumbang pemanasan global terbesar setelah CO2 dan 80% lebih kuat dibandingkan CO2.
- Para peneliti menemukan penyerapan metana terbanyak adalah di hutan tropis dan paling sedikit di hutan beriklim sedang dan boreal yang lebih dingin.
Penelitian terbaru menunjukkan kulit pohon, bersama mikroba penghuninya, kemungkiinan memainkan peran penting dalam mengurangi metana di atmosfer, yang merupakan gas rumah kaca yang kuat.
Pohon telah lama dikenal karena kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida, tetapi penelitian tersebut menunjukkan bahwa kapasitasnya untuk menyerap gas rumah kaca secara lebih luas bisa jadi sekitar 10% lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Metana adalah penyumbang kedua terbesar pemanasan global setelah karbon dioksida, yang telah menyumbang sekitar 30% kenaikan suhu sejak revolusi industri.
Meskipun berumur lebih pendek di atmosfer, yaitu dapat bertahan sekitar satu dekade jika dibandingkan dengan karbon dioksida (CO2) yang mampu bertahan berabad-abad, metana merupakan gas yang 80% lebih kuat sebagai gas rumah kaca dibandingkan CO2.
Rawa dan lahan basah dikenal sebagai area penghasil metana. Pohon yang tergenang air dapat melepas metana dari dekat pangkal batangnya. Namun, hingga kini hanya sedikit penelitian yang fokus pada metana yang dilepaskan dari pepohonan yang tumbuh di tanah-tanah rawa yang dikeringkan.
Dalam studi baru yang berlokasi di Hutan Amazon Brasil dan Panama untuk representasi zona tropis, pepohonan berdaun lebar beriklim sedang di Inggris, dan hutan boreal di Swedia, para peneliti menemukan bahwa penyerapan metana terbanyak adalah di hutan tropis dan paling sedikit di hutan beriklim sedang dan boreal yang lebih dingin.
Penyerapan metana di batang pohon dimulai sekitar 2 meter di atas permukaan tanah hutan dan berlanjut ke cabang-cabang beberapa pohon.
Para peneliti mengaitkan kemampuan pohon menyerap metana bersama dengan mikroba yang hidup di kulit pohon.
Beberapa mikroba seperti bakteri dan jamur ternyata mengonsumsi metana sebagai bagian proses metabolisme mereka. Dimana sebelumnya para peneliti menganggap hanya mikroba tanah sajalah satu-satunya penyerap metana di daratan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa mikroba penghuni pohon berpotensi menyerap jumlah yang sama dengan yang ada di tanah. Hal itu sebagian besarnya disebabkan oleh banyaknya pohon yang ada di bumi.
Para peneliti memperkirakan bahwa jika kulit dari semua pohon di dunia dibentangkan, maka ia akan mampu menutupi seluruh permukaan daratan Bumi.
“Namun, tidak seperti tanah, yang luasnya tidak berubah, hutan bisa menyusut dan meluas baik karena deforestasi maupun reforestasi. Prubahan ini dapat mempengaruhi jumlah metana di atmosfer,” tulis Vincent Gauci, seorang profesor di University of Birmingham, Inggris, dan penulis utama penelitian ini, dalam The Conversation.
Gauci menambahkan upaya penanaman pohon di lokasi yang optimal dan pemilihan spesies yang efisien dapat meningkatkan penyerapan metana. Ini dapat menjadi solusi iklim berbasis alam yang selama ini belum sepenuhnya dieksplorasi.
Ini berpotensi bisa menjadi keuntungan lewat Ikrar Metana Global (Global Methane Pledge) di mana negara-negara telah berjanji untuk mengurangi emisi metana mereka sebesar 30% pada tahun 2030.
“Ini berpotensi membuka jalan bagi upaya reforestasi,” kata Gauci kepada Mongabay melalui panggilan telepon.
“Bukti baru ini memperkuat pentingnya pohon dan hutan bagi sistem iklim kita. Sekaligus menunjukkan masih banyak hal yang harus dipelajari tentang ekosistem yang berharga ini.”
Berita ini dilaporkan oleh tim Mongabay Global dan di publikasikan perdana di sini pada tanggal 16 Agustus 2024. Diterjemahkan oleh Akita Verselita.