Hutan bakau di Kepulauan Mentawai lebih dari sekadar komponen penting dalam ekosistem pesisir; mereka adalah nyawa komunitas lokal, khususnya bagi kaum perempuan.
Bagi mereka, bakau sangat penting untuk kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan ekonomi mereka. Ekosistem ini menawarkan potensi seperti kerang dan kepiting, yang merupakan bahan pokok untuk konsumsi rumah tangga dan perdagangan lokal.
Selain nilai ekonominya, bakau juga menawarkan ruang bagi berbagai aktivitas sosial komunitas. Di bawah lebatnya hutan bakau, perempuan sering berkumpul, berbagi pengetahuan, dan saling mendukung untuk membangun rasa ketahanan kolektif.
Signifikansi Global dan Lokal Perempuan Nelayan
Di seluruh dunia, kontribusi perempuan nelayan dalam perikanan skala kecil semakin diakui, meski sering masih terabaikan. Perempuan juga berperan penting dalam industri perikanan, mulai dari penangkapan ikan di perairan terbuka, mengumpulkan invertebrata dari lumpur pantai, hingga memproses ikan di darat.
Penelitian yang dipimpin oleh Sarah Harper dari Institute for the Oceans and Fisheries di University of British Columbia menunjukkan perempuan secara global turut berkontribusi sekitar 2,9 juta metrik ton ikan setiap tahun, dengan nilai hampir USD 5,6 miliar.
Di Indonesia, perempuan berkontribusi atas penangkapan 169.000 metrik ton ikan/tahun, yang bernilai USD 253 juta. Meskipun kontribusi ini sangat signifikan, banyak pekerjaan perempuan dalam bidang perikanan yang tidak mendapatkan apresiasi yang layak. Banyak dari aktivitas ini pun dikategorikan sebagai tugas domestik yang tidak dibayar.
Lalu bagaimana dengan di Mentawai?
Secara historis, perempuan Mentawai terlibat dalam perikanan subsisten yang menggunakan alat dan teknik sederhana yang diwariskan turun-temurun. Metode tradisional ini juga bagian identitas budaya mereka, termasuk memanah ikan dan penggunaan jaring.
Di Mentawai, mereka pun menggunakan parang dan perangkap untuk memanen kerang dan kepiting dari ekosistem bakau, memastikan ketahanan pangan dan menghasilkan pendapatan.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi pergeseran menuju praktik yang lebih berorientasi komersial, ditandai dengan adopsi alat-alat canggih seperti jaring yang lebih besar dan kapal modern.
Meskipun pergeseran ini telah memberikan manfaat ekonomi, hal ini juga memperkenalkan tantangan baru, seperti penangkapan ikan yang berlebihan dan penurunan populasi ikan, yang memberi ancaman bagi keberlanjutan sumber daya laut yang krusial bagi mata pencaharian dan praktik budaya mereka.
Interaksi perempuan Mentawai dengan lingkungan mereka juga mencerminkan hubungan dinamis antara praktik tradisi dan adaptasi. Praktik perikanan mereka telah berkembang pesat, yang menggabungkan alat modern sambil mempertahankan elemen metode tradisional.
Tantangan Pengelolaan Perikanan di Mentawai
Meskipun memiliki pengetahuan ekologi tradisional yang luas, perempuan Mentawai saat ini menghadapi berbagai tantangan besar yang telah menghambat pola praktik perikanan mereka. Diantaranya:
- Perubahan Iklim: Perubahan pola cuaca, termasuk badai yang lebih sering dan panas ekstrem, memengaruhi hasil tangkapan ikan dan pertanian. Cuaca yang tidak menentu mengganggu kegiatan perikanan dan pertanian, menyebabkan ketidakpastian dalam pendapatan dan ketahanan pangan.
- Penangkapan Berlebihan: Penggunaan alat modern seperti jaring besar dan mesin kapal meningkatkan efisiensi namun juga berisiko menurunkan populasi ikan dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan mata pencaharian perempuan yang bergantung pada perikanan.
- Ketergantungan Teknologi: Meskipun teknologi modern meningkatkan efisiensi, ketergantungan yang meningkat pada alat-alat tersebut menciptakan ketidakstabilan ketika alat tidak tersedia atau mengalami kerusakan. Ini juga bisa memperlebar kesenjangan antara mereka yang memiliki akses dan mereka yang tidak.
- Kurangnya Dukungan dan Pengakuan: Peran penting perempuan dalam perikanan sering kali tidak diakui secara resmi. Banyak kegiatan mereka dianggap sebagai pekerjaan domestik yang tidak dibayar, sehingga mereka sering kali tidak mendapatkan dukungan atau bantuan yang memadai.
Berbagai tantangan di atas tentu memerlukan pendekatan holistik yang mengintegrasikan pengakuan, dukungan, dan praktik berkelanjutan. Baik di tingkat skala global maupun lokal, para pihak perlu untuk mengakui dan menghargai peran krusial perempuan dalam perikanan dan kontribusi mereka dalam pengelolaan ekologi.
Dalam konteks perempuan nelayan di Mentawai, ini berarti para pihak perlu memberi dukungan bagi praktik tradisional sambil memfasilitasi adaptasi mereka terhadap tekanan ekonomi dan lingkungan modern.
Untuk itu, pemerintah perlu mengumpulkan data akurat tentang partisipasi perempuan dalam perikanan dan memberikan dukungan institusional untuk memberdayakan perempuan-perempuan ini secara efektif.
Dukungan ini dapat berupa akses ke sumber daya, pelatihan, advokasi kebijakan, serta turut memastikan peran vital peran perempuan diakui dan diintegrasikan dalam strategi konservasi dan pengelolaan yang lebih luas.
Penutup
Perjalanan perempuan nelayan Mentawai dari praktik tradisional ke adaptasi modern mencerminkan ketahanan mereka dalam menghadapi perubahan sosial-ekonomi dan lingkungan.
Peran mereka dalam mempertahankan mata pencahariannya, melestarikan tradisi budaya, dan mengatasi tantangan kompleks memerlukan kebutuhan untuk mendapat pengakuan dan dukungan yang lebih besar.
Mengadopsi praktik berkelanjutan, mendukung mata pencaharian yang beragam, dan mengintegrasikan pengetahuan adat dalam upaya konservasi adalah langkah-langkah penting untuk melindungi cara hidup Mentawai.
Melalui upaya kolektif dan inisiatif berkelanjutan yang berakar pada pengetahuan lokal dan partisipasi komunitas ini, maka kita dapat menghormati warisan turun-temurun tradisi adat sambil mendorong masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera.
Dengan memastikan ketahanan komunitas Mentawai di tengah dunia yang cepat berubah tidak hanya melestarikan identitas budaya unik mereka tetapi juga berkontribusi pada pemahaman global yang lebih luas tentang peran vital perempuan dalam perikanan.
*Arrum Harahap, tulisan ini merupakan opini penulis berdasarkan laporan penelitian bersama Universitas Andalas dan Griffith University yang didanai oleh Proyek KONEKSI Australia-Indonesia untuk Perubahan Iklim dan Lingkungan.