- BNPB telah menyusun peta detail tentang potensi dampak dan evakuasi tsunami di 182 desa yang disusun selama 2023-2025.
- BMKG memasang 533 sensor tersebar di sepanjang jalur megathrust sejak 2006. Sensor diperlukan untuk memberikan peringatan dini dan mitigasi jika terjadi tsunami.
- Badan Geologi memiliki kewenangan sebagai walidata yang bertugas menyusun peta kebecanaan, peta rawan gempa, peta rawan tsunami, peta rawan bencana gunung api, peta rawan likuifaksi dan gerakan tanah.
- Badan Geologi menerbitkan buku katalog tsunami Indonesia 416-2021, peta gempa bumi merusak 1612-2014 agar pemerintah daerah melakukan usaha mitigasi tsunami megathrust.
Dalam sehari Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menerima telepon 20 kali, berisi pertanyaan bagaimana dan apa yang harus dilakukan terkait gempa megathrust yang berpotensi tsunami. Isu gempa megathrust menjadi polemik dan ketakutan selama sepekan terakhir.
“Gempa megathrust bisa terjadi besok, lusa atau 200 tahun lagi. Kita tidak usah berdebat isunya, harus bergeser mencari solusi. Semua institusi harus terlibat,” katanya dalam disaster briefing isu megathrust di Indonesia secara daring, pada minggu lalu.
Kecemasan dan kepanikan atas potensi tsunami gempa zona megathrust terus berulang. Namun, selalu menjadi polemik dan kecemasan. Mengapa selalu berulang, katanya, lantaran terjadi kesenjangan informasi. Sehingga kerap diselimuti banyak pertanyaan seperti masyarakat harus bagaiamna? perlu aturan apa? Dan bagaimana mengantisipasinya?.
Selama ini, kata Muhari, semua fokus terhadap ancaman bencana, tanpa dibarengi solusi terukur yang bisa dilakukan oleh institusi dan masyarakat. Seharusnya institusi di hulu melakukan usaha peringatan dini dan surveilans, sedangkan institusi hilir seperti BNPB membuat regulasi dan merespons bagaimana usaha mitigasi mencegah kerugian ekonomi dan korban jiwa. Informasi di hulu, katanya, harus selaras dengan informasi di hilir.
BNPB telah menyusun peta detail tentang potensi dampak dan evakuasi tsunami. Terdiri atas komponen kerentanan, kelompok rentan, potensi kerugian dan peta evakuasi yang dinamis. Serta peta risiko bencana yang berisi lokasi sirene dan rambu evakuasi bencana secara detail. Peta 182 desa yang disusun selama 2023-2025. “Akan diintegrasikan dengan CCTV,” katanya.
Baca : Memahami Megathrust: Gempa Dahsyat yang Berpotensi Terjadi di Indonesia

Sebanyak 37 kementerian dan lembaga terlibat, mereka berbagi tugas dan peran sesuai kapasitas masing-masing. Institusi saling bekerja bersama, dan tangggung jawab bersama memitigasi gempa megathrust. Sedangkan simulasi dan sosialisasi kepada anak-anak harus dilakukan dengan pola yang menyenangkan. Kesiapsiagaan terhadap bencana tsunami harus dibiasakan.
Tsunami Anyer 2018 mengakibatkan 400 jiwa melayang, sekitar 60 persen merupakan wisatawan. Korban banyak dari wisatawan karena mereka tidak mengetahui peta dan jalur evakuasi. Untuk itu, Muhari memberi peringatan bagi wisatawan di pantai jika terjadi gempa dengan durasi goncangan lebih dari 30 detik langsung menjauh dari garis pantai. Evakuasi ke daerah vertikal dan menjauh dari pantai secapatnya. Apalagi seperti triple disaster di Palu 2018, terjadi gempa, likuifaksi dan tsunami secara bersamaan.
Belajar dari Jepang
Sedangkan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Profesor Dwikorita Karnawati menyatakan Indonesia harus belajar dari Jepang yang memliki budaya mengamati perilaku gempa selama 1.137 tahun lalu. Terutama mengamati gempa Hakuho Nankai yang berdampak tsunami pada tahun 684. “Jepang selalu menandai, mencatat urutan dengan teliti, dan sistematis kejadian tsunami ratusan tahun lalu,” ujarnya dalam webinar berjudul Waspada Gempa Megathrust yang diselenggarakan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pada minggu lalu.
Belajar dari Jepang, katanya, masyarakat Jepang tidak mudah melupakan bencana namun menggali sejarah untuk mitigasi. Publik Jepang memiliki literasi tsunami yang baik, mereka mendapat informasi tsunami sehingga tidak kaget dan keheranan. Kini, BMKG juga mendata, dan menggali sejarah bencana tsunami di Indonesia.
“Mitigasi harus kompak. Tidak sibuk berdiskusi dan wacana yang tidak produktif. Sejarah bukan untuk ketakutan tapi menata mitigasi,” ujarnya. Sinergi antara pejabat negara, ilmuwan dan warga untuk mitigasi mencegah kerugian dan kematian atas bencana alam. Sejak tsunami Aceh, ujarnya, mulai terjalin kekompakan antara ilmuwan, perguruan tinggi, pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Dwikorita menuturkan jika dirinya pernah dipanggil polisi saat mengumumkan potensi tsunami di zona megathrust 2018. Informasi yang disampaikan dianggap meresahkan masyarakat. Namun kini, sekarang BMKG menjalin hubungan erat dengan kepolisian. “Tidak perlu pengingkaran dan selalu belajar. Keberadaan megathrust bukan untuk kecemasan dan ketakutan, tapi bagaimana menyiapan mitigasi guna menyelamatkan nyawa,” katanya.
Baca juga : Bagaimana Kesiapan Kota Padang Hadapi Gempa Megathrust?

Peran dan Kerja BMKG
Pada gempa dan tsunami Aceh 2004, BMKG memiliki 20 sensor untuk mencatat kegempaan. Kini, untuk menghadapi gempa di zona megathrust yang kuat BMKG memasang 533 sensor. Tersebar di sepanjang jalur megathrust sejak 2006. Sensor itu diharapkan secara otomatis cepat mencatat kekuatan gempa, posisi dan kedalamannya. Termasuk menganalisis, apakah gempa tersebut berpotensi tsunami. Para pakar kebumian, katanya, menghitung gempa di zona megathrust berpotensi terjadi tsunami dengan ketinggian belasan meter sampai 20 meter.
BMKG berperan di hulu, untuk memberikan peringatan dini. Informasi segera kepada masyarakat diperlukan untuk evakuasi diri, guna menghindari korban jiwa. Kesiapsiagaan dilakukan bersama pemerintah daerah bersana masyarakat termasuk menyediakan jalur evakuasi dan tempat pengungsian yang aman.
Gempa dangkal di zona megathrust dengan kedalaman kurang dari 50 kilometer. Megathrust patahan dengan dorongan naik yang besar yang mampu mengakumulasikan energi dan memicu gempa kuat. Menimbulkan rekahan panjang dan bidang pergeseran yang luas.
“Berpotensi destruktif atau merusak dan menimbulkan tsunami,” ujarnya.
Solusi utama mitigasi, katanya, mewujudkan bangunan tahan gempa. BMKG juga memberikan penguatan dan peningkatan kapasitas masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa bumi dan tsunami. Diantaranya melalui program sekolah lapang gempa bumi dan tsunami, BMKG goes to school. Sepanjang 10 tahun terakhir, dilangsungkan pelatihan di 148 lokasi yang tersebar di 78 kabupaten/kota di 25 Provinsi. Total peserta 33.748 orang.
Sejumlah fasilitas umum juga disiapkan mengantisipasi gempa dan tsunami. Seperti konstruksi Bandara Internasional Yogyakarta yang dikelola Angkasa Pura 1, didesain mampu menahan gempa dengan magnitudo 8,7. Sehingga penumpang tidak perlu panik jika terjadi gempa dan tsunami. Bahkan di lantai dua bisa menampung 10 ribu orang dan tersedia crisis center. Diharapkan konstruksi serupa juga disiapkan di bandara yang lain.
Baca juga : Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa

BMKG juga mendampingi mitigasi tsunami berbasis masyarakat di 10 komunitas siaga tsunami berstandar UNESCO sebagai tsunami ready community. Serta mendampingi empat kabupaten/kota untuk masyarakat siaga tsunami level nasional. Sedangkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memiliki desa tangguh bencana (destana).
BMKG membuat skenario model gempa megathrust di zona subduksi selat sunda dengan magnitudo 8,7. Berpotensi mengancam permukiman penduduk di Jakarta, Banten, Lampung dan Jawa Barat. Intensitas VII-VIII MMI, berpotensi menimbulkan kerusakan sedang hingga berat. Sedangkan rumah dengan bangunan yang konstrukasi baik dan tahan gempa mengalami kerusakan ringan. Jika tidak memiliki konstruksi tidak standar, dinding bisa retak dan atap roboh.
“Informasi potensi gempa megathrust bukan prediksi, sehingga jangan dimaknai keliru seolah tsunami terjadi dalam waktu dekat,” katanya. Masyarakat diimbau tetap beraktivitas seperti biasa, sedangkan informasi potensi gempa dan tsunami merupakan upaya persiapan untuk mencegah risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa.
Potensi gempa dan tsunami di Indonesia selalu ada, namun kapan terjadi tidak bisa diprediksikan. Sehingga upaya mitigasi tetap harus disiapkan. Kini, BMKG bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan perguruan tinggi terus meneliti patahan yang belum dipetakan. Tujuannya untuk melanjutkan menyusun peta guncangan dan mendukung tata ruang.
Sumber gempa megathrust, kata Dwikorita, terjadi akibat lempeng tektonik Samudra Indo-Australia menumbuk masuk ke bawah Benua Eurasia. Zona megathrust berada di garis tumbukan memanjang, berukuran mega atau panjangnya mencapai ribuan kilometer. Saat patah, terlepas energi yang terakumulasi ratusan tahun.
“BMKG memonitor, melihat trennya yang kecil-kecil semakin menguat kita harus siaga,” katanya. Di Indonesia, zona megathrust terdiri atas 13 segmen, sebanyak 11 segmen sudah lepas. Sedangkan segmen megathrust Mentawai-Siberut dan Selat Sunda-Banten memasuki periode berulang. Sudah lebih dari 200 tahun. BMKG, katanya, menggunakan skenario terburuk di segmen Mentawai-Siberut berkuatan 8,9 magnitudo. selat Sunda-Baten terbesar 8,7 yang berpotensi tsunami.
Sehingga dibutuhkan mitigasi mencegah kerugian dan korban jiwa dengan terus berlatih. Agar masyarakat yang hidup di daerah rawan gempa dan tsunami terbentuk lebih tangguh. Tak hanya gaduh, katanya, tapi terus berlatih dan bersiaga menghadapi potensi bencana terburuk. “Disiapkan tata bahaya dan tata ruangnya,” katanya.

Keresahan Gempa Megathrust
Kepala Badan Geologi Mohammad Wafid menuturkan isu tentang gempa bumi dan potensi stunami di zona megathrust muncul berkali-kali. Gempa berpotensi tsunami puluhan meter terjadi mulai 2004, 2018, 2022 dan 2024. “Isu ini sering mengkhawatirkan dan menimbulkan keresahan di masyarakat,” katanya.
Sebaran gempa bumi megathrust di dunia pernah terjadi di Filipina, Jepang, Taiwan, Alaska, Amerika Latin dan sejumlah Negara Laut Pasifik. Terjadi sejak 1900 sampai 2016. Gempa megathrust menjadi catatan penting untuk mitigasi gempa dan tsunami. Zona megathrust di Indonesia membentang di Barat Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara-Utara Papua-Timur Sulawasi utara-Barat Halmahera-Timur Laut Halmahera.
Zona megathrust di barat Sumatra- Selatan Jawa-Bali-Nusa Tenggara, dikenal dengan sebutan busur Sunda. Berdasarkan referensi dan catatan Badan Geologi pada 1903 terjadi gempa di selatan Jawa berkekuatan magnitudo 7,9; pada 1921 sebesar 7,3; pada 1937 sebesar 7,2; pada 1998 sebesar 7,8; pada 2007 sebesar 7,7. “Setelah 1900-an, belum pernah terjadi gempa yang berkekuatan magnitudo 8,” katanya.
Gempa di barat Sumatra lebih sering dengan kekuatan lebih besar. Pada 1797 sebesar 8,4; pada 1833 berkekuatan 8,8; pada 1861 sebesar 8,5; pada 1907 sebesar 7,8; pada 2004 mencapai 9,2 dan 2007 bermagnitudo 8,5. Pakar kebumian menilai besar gempa terkait mekanisme penujaman di Barat Sumatra yang berbentuk miring. Sedangkan di Jawa yang berbentuk tegak lurus. Selan itu, umur lempeng samudera di Sumatra lebih muda dibandingkan di selatan Jawa.
Data tersebut digunakan untuk masukan dalam pemodelan gempa dan tsunami untuk mitigasi kondisi terburuk. Dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, Badan Geologi memiliki kewenangan sebagai walidata. Bertugas menyusun peta kebecanaan, peta rawan gempa, peta rawan tsunami, peta rawan bencana gunung api, peta rawan likuifaksi dan gerakan tanah.
Badan Geologi sesuai peran dan tuganya menyusun peta KRBG (Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi) dan peta KRBT (Kawasan Rawan Bencana Tsunami). Peta disusun berdasarkan masukan, informasi , kondisi geologi setempat atau tapak lokal dan data karakteristik pantai. Data masukan peta diperoleh melalui kegiatan kajian dan penelitian. “Badan Geologi juga melaksanakan simulasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan masyarakat,” katanya.
Dalam peta potensi tsunami di garis pantai wilayah Indonesia menunjukkan wilayah barat Sumatra dan selatan Jawa berpotensi terjadi tsunami dengan ketinggian lebih dari tiga meter. Badan Geologi menyusun peta KRBG Banten yang dekat dengan zona megathrust, daerah di dekat pantai kategori gempa tinggi dengan intensitas VIII MMI. Bangunan dengan konstruksi kuat mengalami kerusakan ringan sedangkan kontruksi tidak baik menyebabkan retakan di dinding. Dinding lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen roboh.

Berpotensi tsunami
Setali tiga uang, zona megathrust Mentawai-Siberut berpotensi gempa dengan intensitas VIII MMI. Peta KRBG dan KRBT, katanya, bisa dimanfaatkan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk mendukung usaha mitigasi dan penataan ruang. Badan geologi merekomendasikan agar informasi disampaikan kepada pimpinan pemerintah untuk membuat kebijakan dan tidak menimbulkan kegaduhan. Pemerintah daerah diharapkan turut menyusun regulasi khusus mitigasi gempa bumi dan tsunami terpidah dari bencana lain.
“Regulasi bisa berbentuk perda, dan perbup tentang mitigasi gempa dan tsunami yang digunakan untuk rujukan mitigasi,” katanya. Tak hanya fokus gempa megathrust, tapi Badan Geologi juga memantau gempa bumi sesar aktif di darat yang juga berpotensi menimbulkan bencana dengan dampak yang besar.
Menelusuri Sejarah Tsunami
Penyelidik bumi ahli madya Badan Geologi, Yudhicara menuturkan zona megathrust terjadi tsunamigenik yakni gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami. Terbentuk dari gempa bermagnitudo 8 lebih, titik gempa berada di area dangkal. Tsunamigenik yang terjadi di Indonesia meliputi tsunami di Singkil pada 28 Maret 2005, Bengkulu 12 September 2007 dan Biak 17 Februari 1996.
“Juga tsunami Aceh 26 Desember 2024 terjadi gempa di empat segmen megathruts yang pecah bersamaan,” katanya.
Sedangkan tsunami earthquake sebagai kelas yang berbeda dari peritiswa seismik yang estimasi tsunami lebih besar dari perkiraan. Peristiwa ini disebabkan kecepatan keruntuhan yang lambat, sangat berbahaya karena tsunami besar dapat mencapai garis pantai tanpa peringatan. Sifat gesekan megathrust dipengaruhi sedimen yang tersubduksi. Diantaranya tsunami Banyuwangi 2 Juni 1994, Pangandaran 17 Juli 2006, dan Mentawai 25 Oktober 2010. “Di Mentawai, masyarakat tidak merasakan guncangan yang kuat seperti 2007, tapi terjadi tsunami yang cukup besar,” katanya.
Para ahli menyebutkan kecepatan gempa dikaitkan dengan umur lempeng. Lempeng Sumatera disebut subduksi lambat karena perulangan kejadian ratusan hingga ribuan tahun. Seperti gempa Aceh 26 Desember 2004 dengan kecepatan 5,7 sentimeter per tahun. Sedangkan di selatan Jawa disebut subduksi cepat, perulangan kejadian kurang dari 100 tahun. Seperti gempa 1921 dan 2006 dengan kecepatan 6,7 dentimeter per tahun. Sedangkan subduksi di Selat Sunda merupakan area peralihan dengan kecepatan 5 centimeter per tahun.
Yudhicara menyebutkan bukti geologi berupa paleotsunami (tsunami yang terjadi sebelum catatan sejarah) dan paleoseismologi (studi kejadian gempa masa lalu) untuk mengetahui perulangan gempa dan tsunami. Para peneliti menyelidiki lapisan tanah, diukur berdasar umur radiokarbon. Dilihat dari lapisan tanah, tsunami Aceh 2004 mengalami interval antara 550-700 tahun. “Lapisan di bawahnya lebih tua. Tertua selisih umur 1500 hingga 1850 tahun,” ujarnya.

Sedangkan Yudhicara meneliti lapisan sungai Cikembulan di Pangandaran, Jawa Barat yang terjadi tsunami 2006. Dari lapisan tanah, diketahui umur kejadian tsunami yang sama pada 1921. Megathrust di selat Sunda diduga menjadi sumber gempa pada 5 Januari 1699. Sedangkan studi geodesi Hanifa pada 2014 menunjukkan jika zona subduksi Ujungkulon dan Pelabuhan Ratu sedang membangun tekanan. “Berpotensi memicu gempa bumi berkekuatan besar,” ujarnya.
Jika terjadi gempa sesuai skenario, maka wilayah barat daya Banten dan Jawa Barat berpotensi mengalami gerakan tanah dengan intensitas hingga IX MMI (Modified Mercalli Intensity). Intensitas IX MMI menyebabkan tiang bangunan tidak lurus, jembatan rusak, pipa rusak, tanah terbelah, dan rel melengkung. Gempa diperkirakan meluas bahkan hingga wilayah Jawa Tengah dengan intensias kurang dari V MMI. Gempa dengan V MMI bisa dirasakan banyak orang dan menyebabkan benda di rumah jatuh, pintu dan jendela berderit.
Sehingga diperlukan mitigasi gempa bumi dan tsunami, serta usaha menyosialisasikannya publik. Badan Geologi menerbitkan katalog tsunami Indonesia 416-2021, peta gempa bumi merusak 1612-2014, peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi, tsunami, peta lokasi kelas tapak dan peta likuifaksi dan peta geologi kelautan.
Dosen Eksplorasi Seismik Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Firman Syaifuddin meminta semua pihak bersiaga menghadapi skenario terburuk. Tujuannya untuk mengurangi risiko bencana. Seperti warga di selatan Jawa Timur, harus pengetahui potensi gempa dan tsunami di selatan Jawa. “Dampak gempa di selatan Jawa Timur berpotensi menimbulkan gempa dengan skala 9,5-10,5 MMI,” katanya. (***)