- Tim evakuasi gabungan masih terus bekerja mencari korban jiwa bencana banjir bandang yang terjadi di Kelurahan Rua, Kota Ternate pada Minggu (25/8/2024)
- Data korban banjir bandang di Kelurahan Rua, Kota Ternate hingga Rabu (28/8/2024) pagi, tercatat 19 korban meninggal sudah ditemukan dan satu orang masih dinyatakan hilang serta 8 orang korban luka dirawat di beberapa rumah sakit
- Pemerintah daerah akan merelokasi warga dari wilayah potensi banjir bandang menjadikan wilayah nonpemukiman
- Pulau Ternate paling rentan banjir bandang karena turunnya material vulkanik di puncak Gunung Gamalama bila terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan lama
Sejumlah alat berat masih disiagakan di lokasi bencana banjir bandang di Kelurahan Rua Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate Maluku Utara. Alat berat ini masih bekerja bersama tim evakuasi untuk melakukan pencarian korban bencana yang belum juga ditemukan. Pencarian difokuskan di timbunan material banjir sekitar rumah yang hancur serta wilayah terdampak untuk mencari satu korban tersisa yang belum ditemukan.
Data Posko Bencana Banjir Bandang Rua menyebut hingga Rabu (28/8/2024) pagi, 19 orang korban meninggal sudah ditemukan dan satu orang masih dinyatakan hilang. Sementara 8 orang korban luka masih dirawat intensif di beberapa rumah sakit di Ternate.
Terdata ada 25 rumah dan tempat ibadah hancur, dan satu jembatan penghubung di jalan raya antar kelurahan di Pulau Ternate putus. Kurang lebih 60 KK atau atau ratusan orang diungsikan ke sejumlah tempat yang aman di Kelurahan Rua.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Efendy bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Letjen TNI Suharyanto turun ke lokasi bencana melihat langsung proses pencarian dan evakuasi para korban Selasa (27/8/2024).
Saat di lokasi, Muhajir mengatakan lokasi bencana memiliki sejarah bencana banjir bandang di masa lalu. Ditambah pada 2018 terjadi erupsi dan meninggalkan material yang tertahan di puncak Gamalama. Karena itu, saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi, material yang mengendap terangkut sehingga menyebabkan banjir bandang.
“Kita sudah ketahui total korban ada 25 rumah dan satu orang dinyatakan hilang,” kata Muhajir. Dia mengaku sudah berdiskusi dengan Walikota Ternate Tauhid Soleman, PJ Gubernur Maluku Utara Samsudin Kadir dan Kepala BNPB, menghasilkan beberapa skema penanganan bencana yang akan dilakukan secepatnya.
“Semoga menjadi jalan keluar dari bencana ini. Intinya kita tidak boleh menunda terutama korban dan penanganannya. Selanjutnya tahap rehabilitasi dan konstruksi. Ada rekomendasi walikota dan Pj gubernur nanti dikaji lagi. Kemungkinan ada relokasi,” jelasnya.
Baca : Banjir Bandang Ternate: Puluhan Korban Jiwa, Pencarian Masih Berlangsung
Dia bilang daerah bencana ini punya sejarah banjir bandang yang dilupakan warga. Lokasi itu adalah jalan air dan jalan sedimen hasil erupsi. Saat ini jalan air dan material menagih kembali jalannya.
“Supaya peristiwa ini tidak terulang, daerah ini dijadikan non pemukiman. Hal ini akan dikaji pemerintah, BNPB dan BMKG daerah mana yang direlokasi dan mana yang tidak. Sangat mungkin yang tidak terdampak juga harus direlokasi kalau menjadi lokasi berbahaya. Nanti ditetapkan oleh walikota dengan gubernur,” katanya. Solusi awal akan dibangun sabo/dam untuk menahan gerakan material yangakan turun.
Sementara Kepala BNPB Suharyanto menjelaskan, pihaknya menutupi kebutuhan tanggap darurat untuk menjamin kebutuhan darurat masyarakat terdampak bencana.
BNPB juga menggelontorkan dana untuk pemerintah daerah, Korem, Polres dan Lanal untuk memenuhi kebutuhan awal yang nanti disesuaikan kebutuhan penanganan darurat. “Intinya akan didukung semua,” jelasnya.
Sementara rekonstruksi pasca bencana ada skema stimulan, terutama rumah rusak berat, sedang dan ringan akan dibantu. Untuk rumah yang rusak total warga juga akan dapatkan dana tunggu hunian selama 6 bulan. Termasuk juga digelontorkan untuk infrastruktur yang rusak.
“Yang jelas sesuai saran Menko PMK, BNPB akan didukung sepenuhnya terutama kebutuhan penanganan bencana mulai tanggap darurat sampai pasca bencana,” ujarnya.
Baca juga : Maluku Utara Dihantam Banjir Rob, BMKG Ingatkan 23 Wilayah Indonesia Waspada
Ancaman Gawir dan Material Letusan Gamalama
Bencana seperti ini memberikan dampak korban luar biasa. Dampak yang ditimbulkan berhubungan dengan kondisi Ternate sebagai sebuah pulau vulkanis yaitu kondisi geologi yang tersusun oleh material hasil erupsi. Hal ini tidak hanya di Rua, tetapi Pulau Ternate secara keseluruhan.
Di puncak Gunung Gamalama misalnya cukup banyak gawir (scarps) dengan sisa material letusan yang tertahan di bagian atas. Hal ini memberi ancaman serius tidak hanya di Rua tetapi juga kelurahan lainnya. Terutama ada sungai tanpa air (kali mati) yang melintasi pemukiman warga yang terhubung langsung dengan gawir di daerah puncak.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara menyebutkan, gawir-gawir di puncak itu sangat banyak dan menghubungkan langsung dengan anak sungai di bawahnya. Karena itu, perlu kewaspadaan tingkat tinggi dengan upaya mitigasi.
Abdul Kadir Dedi Arif Ketua IAGI Maluku Utara pada Rabu (28/8/2024) pagi menjelaskan, Gawir adalah lereng yang curam dan terbentuk karena proses tektonik maupun sesar. Jika di sekitar gawir terjadi longsoran disertai hujan dengan instensitas tinggi dalam waktu lama, akan memberikan dampak bencana seperti terjadi di Rua saat ini.
Menurutnya, material penyusun pulau ini dari hasil letusan Gamalama Tua terutama yang berada di puncak. “Material ini tidak terkonsolidasi dengan baik sehingga sangat mudah mengalami erosi jika dipicu curah hujan dengan intensitas sedang-tinggi serta durasi yang lama,” katanya.
Baca juga : Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara
Kepala Pusat Vulkanalogi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Dr. P. Hadi Wijaya, dalam rilis resminya pada Minggu (25/8/2024) menjelaskan bencana banjir bandang di Kelurahan Rua, merupakan bencana akibat gerakan tanah aliran bahan rombakan (debris flow). Masyarakat sering menyebutnya banjir bandang. Bukti ini dapat dilihat pada material yang terendapkan. Berupa campuran bahan rombakan yang dipicu oleh hujan dengan intensitas sedang – tinggi dengan durasi yang cukup lama.
Hadi Wijaya menjelaskan bahwa aliran bahan rombakan bisa terjadi disebabkan oleh tingginya tingkat erosional/runoff air permukaan pada material batuan/tanah yang mudah lepas/tidak padu. Material batuan dan tanah pada lereng tengah dan atas merupakan material bekas dari material lama yang terendapkan, akibat proses banjir bandang di masa lampau.
Hal ini bisa dilihat dari bentukan morfologi lama kipas aluvial. Kipas alluvial adalah endapan sedimen yang berbentuk seperti kipas dan terbentuk oleh aliran sungai. Aliran tersebut berasal dari satu titik di ujung kipas. Selain itu infiltrasi atau peresapan air permukaan dan curah hujan yang berlebih pada material endapan aluvial, memudahkan terjadinya pergerakan pada lereng yang relatif curam.
Penjelasan Bronto dan kawan kawan, melalui riset Direktorat Vulkanologi Penelitian dan Pengembangan Geologi 1982, menyebutkan, bahwa berdasarkan Peta Geologi Gunung Api Gamalama batuan penyusun di daerah bencana, termasuk dalam endapan letusan litoral dan endapan aliran piroklastika yang tersusun oleh breksi gunung api litik dan tuf serta breksi berkomposisi andesit- dasit dan fragmen, lontaran erupsi gunung api berbentuk kerak roti.
Sementara berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Provinsi Maluku Utara dari PVMBG Badan Geologi, daerah bencana terletak di zona kerentanan gerakan tanah menengah. Di wilayah ini mempunyai proporsi kejadian gerakan tanah lebih besar dari 15% sampai dengan 30% dari total populasi kejadian.
Pada zona ini gerakan menengah gerakan tanah dapat terjadi terutama pada wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir/lereng curam, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan.
Gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif kembali jika dipicu oleh curah hujan tinggi dan/atau gempabumi.
Sementara sesuai Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Provinsi Maluku Utara yang dirilis April 2024 oleh PVMBG Badan Geologi, daerah bencana terletak pada Prakiraan Gerakan Tanah Menengah, artinya berpotensi terjadi aliran bahan rombakan dan gerakan tanah/longsoran. Terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat. Faktor penyebab terjadinya tanah longsor diperkirakan karena bentukan morfologi lama berupa dataran kipas alluvial dengan kemiringan lereng atas yang curam, material bahan rombakan longsoran lama berupa bongkah batuan yang tidak terkompaksi (tidak padu) yang terendapkan pada lereng bagian tengah; serta air hujan yang meresap ke dalam tanah dapat memicu aliran tingkat jenuh air. Air hujan yang terus turun dapat membawa material ke bawah dalam bentuk aliran lumpur.
Tidak itu saja, daerah hulu yang mengalami deforestasi atau degradasi vegetasi alami, cenderung memiliki tanah yang tidak dapat menyerap air dengan baik. “lni meningkatkan risiko terjadinya aliran lumpur karena air hujan tidak terserap oleh tanah dengan efisien,” ujarnya.
Selain itu sistem fluktuasi keairan yang tidak terkontrol. Secara keseluruhan, interaksi antara curah hujan yang tinggi, morfologi, dan sifat litologi aluvium yang mudah larut dan tererosi menciptakan kondisi ideal terjadinya debris flow atau banjir bandang.
PVMBG memberikan rekomendasi teknis kepada regu penolong maupun masyarakat yang lakukan pencarian karena curah hujan yang masih tinggi dan masih adanya potensi gerakan tanah dan aliran bahan rombakan di lokasi bencana.Tujuannya menghindari longsor susulan yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa masyarakat yang terdampak bencana. Sebaiknya mengungsi ke tempat lebih aman untuk sementara waktu.
Begitu juga berbagai pihak yang lakukan penanganan korban atau proses evakuasi yang tertimbun memperhatikan cuaca, agar tidak dilakukan saat dan setelah hujan deras. “Daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah dan atau banjir bandang susulan. Hal ini bisa menimpa/menimbun petugas atau masyarakat yang membantu proses pencarian,” katanya.
Perlu juga dilakukan pemantauan perkembangan aliran bahan rombakan dan keairan di jalur aliran bahan rombakan hingga hulu untuk mengetahui kondisi terkini khususnya di area hulu atau sumber aliran bahan rombakan. Apabila terjadi perkembangan aliran bahan rombakan susulan pada jalur alur sungai, agar segera menjauh dari lokasi gerakan tanah/alur sungai dan melaporkan kepada instansi yang berwenang untuk disampaikan peringatan kepada penduduk yang beraktivitas di sekitar bencana. Ini sebagai antisipasi bencana susulan.
Normalisasi juga sungai dan perbaikan keairan terutama kondisi keairan pada hulu sungai (lereng atas dan dataran tinggi). Perlu peningkatan mitigasi struktural pengaturan keairan dan penahan material dengan sabo/dam; Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah;
Masyarakat diimbau selalu mengikuti arahan dari BPBD/aparat pemerintah daerah. Tim Tanggap Darurat Badan Geologi akan akan melakukan penyelidikan faktor penyebab, pengontrol serta saran mitigasi yang perlu perlu dilakukan. (***)