- Tambang galian ilegal di Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, Yogyakarta, tak hanya terjadi di Kalurahan Sampang. Di Kalurahan Serut, bertetangga dengan Sampang juga ada aktivitas tambang ilegal. Tulisan sebelumnya, mengulas tambang di Gunungkidul untuk material tol Jogja-Solo, yang beroperasi bahayakan lingkungan dan masyarakat sekitar hingga warga menggugat.
- Tambang galian ilegal ini untuk memasok tanah buat proyek strategis nasional, Tol Jogja-Solo. Makin parah, tambang di Padukuhan Serut, Kalurahan Serut ini tak memiliki izin dan ada indikasi keterlibatan oknum TNI.
- Warga di Kapanewon Gedangsari juga mengeluhkan, debu, dan bising serta jalan rusak karena truk hilir mudik angkut galian. Begitu juga tambang galian ilegal di Kapanewon Ngawen, Gunungkidul. Tepatnya di Kalurahan Tancep. Warga Tancep juga menolak tambang karena merusak sumber air untuk pertanian di sana.
- Muh Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, tidak ada pembangunan bisa dibenarkan dengan melanggar hukum, termasuk PSN Tol Jogja-Solo. PSN yang bersifat strategis dan berdampak luas harus taat peraturan.
Tambang galian ilegal di Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, Yogyakarta, tak hanya terjadi di Kalurahan Sampang. Di Kalurahan Serut, bertetangga dengan Sampang juga ada aktivitas tambang ilegal. Sama seperti di Sampang, tambang di Serut juga untuk memasok tanah urug Tol Jogja-Solo.
Lebih parah, tambang di Padukuhan Serut, Kalurahan Serut ini tak memiliki izin dan ada indikasi keterlibatan oknum TNI.
Yustina Ika, Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral DPUP-ESDM Yogyakarta, mengatakan, tak mengetahui pasti kapan tambang ilegal di Serut beroperasi. “Tapi sudah kami tindak. Kami masukkan dalam daftar pertambangan tanpa izin dalam direktori Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tambang juga sudah berhenti,” katanya.
Sebelumnya, DPUP-ESDM Yogyakarta juga meninjau lokasi lebih dari dua kali. “Pertama kami imbauan agar menghentikan pertambangan hingga mendapat izin, ternyata masih beroperasi. Kemudian kami imbau lagi sekaligus memberikan tembusan ke Polda dan Kejaksaan Tinggi DIY,” katanya.
Lokasi pertambangan ilegal itu, kata Ika, sebenarnya masuk wilayah pertambangan rakyat (WPR). WPR dapat ditembang hanya oleh perorangan atau warga yang tergabung dalam koperasi.
Dalam catatan DPUP-ESDM Yogyakarta, pengelola tambang di Padukuhan Serut itu adalah Suyanto, notabene mantan Lurah Serut. Dia juga dikredit dengan sebutan lain yaitu Induk Koperasi TNI Angkatan Darat (Inkopad).
Selain ilegal, pertambangan di Serut itu juga mengganggu keamanan sutet listrik Jawa-Bali yang dekat dengan tambang. “Kalau pertambangan diteruskan sangat mengkhawatirkan bagi jaringan listrik sutet Jawa-Bali itu,” kata Ika.
Secara posisi, lokasi tambang ini berisiko sutet jaringan listrik lintas pulau itu ambruk. Sutet itu berada di area tertinggi perbukitan, sedangkan pertambangan persis di lereng perbukitan itu.
Jarak antara sutet dengan tambang tak sampai 100 meter. Apalagi, kalau musim hujan, longsor dari atas sutet mungkin terjadi karena penyangga sudah terkeruk tambang.
Keterlibatan oknum personil TNI dalam pertambangan ilegal itu dibenarkan Kejati Yogyakarta. Herwatan, Kepala Penerangan Hukum Kejati Yogyakarta, menyebut, kasus tambang ilegal itu masih dalam penyelidikan.
Lantaran kasus tambang ilegal di Serut itu melibatkan personil TNI maka penyelidikan oleh Asisten Bidang Pidana Militer, Kejati Yogyakarta. “Total sudah pemeriksaan terhadap sembilan saksi dalam kasus itu,” katanya Juni lalu.
Karena masih proses penyelidikan, Herwatan enggan memaparkan peran oknum personil TNI yang terlibat dalam kasus tambang ilegal itu. ” Ini tahap penyelidikan, kami belum bisa menjelaskan secara detail.”
Penelusuran di lokasi pertambangan ilegal itu ditemukan plang informasi yang dulu dipasang. Plang informasi berkelir hijau gelap itu bertuliskan “Markas Besar Angkatan Darat” di bawahnya disebut luas lokasi tambang kurang lebih 10 hektar.
Status tanah seperti informasi plang itu surat hak milik (SHM) yang dikelola Inkopad. Pengelolaan tambang itu tertuliskan “Untuk kepentingan PSN (proyek strategis nasional) proyek Tol Jogja-Solo.”
Tanah yang ditambang ilegal itu tak sepenuhnya milik Suyanto atau Inkopad, juga warga sekitar. Upaya konfirmasi ke Suyanto sudah dilakukan tetapi tak dia respon.
Rugikan warga
Warga sekitar pun terdampak. Seperti rumah Ngatijem, yang tepat di pinggir jalan penghubung Gunungkidul-Klaten, kini jadi lintasan utama truk tambang. Suara bising tiap hari mengganggu Ngatijem, debu tebal selalu mengotori teras rumahnya.
Tak hanya debu dan bising, jalan di depan sekitar rumah juga rusak berat. Pertambangan yang menyebabkan semua itu berada di Padukuhan Rejosari, Kalurahan Serut. Bahkan terdapat dua lokasi pertambangan yang diangkut lewat depan rumah Ngatijem.
Warga pernah menolak dua aktivitas pertambangan ini. Bahkan warga Padukuhan Serut pernah mendemo dan menutup jalan agar aktivitas tambang setop.
Arfan Dadi, bertetangga dengan Ngatijem, menolak tambang karena dua perusahaan menjalankan bisnis tanpa izin ke warga. “Tiba-tiba puluhan truk mondar-mandir lewat jalan di wilayah kami, dampaknya juga bising, debu, dan merusak jalan. Maka kami tolak,” katanya.
Penolakan warga Serut itu sejak Maret lalu. “Selang dua hari sejak kami tolak, perwakilan penambang mengadakan sosialisasi ke kami. Di sana mereka bilang sudah memiliki izin, dokumen perizinan juga sudah diserahkan ke kalurahan,” kata Arfan.
Dokumen perizinan yang dimaksud perusahaan tambang itu disebut tebal dan berisi ratusan halaman. “Waktu itu perwakilan tambang bilang silakan dokumen dipelajari, akhirnya kami tidak bisa menolak lagi karena punya izin.”
Dia tak berani menolak karena ada izin. “Kalau kami inginnya tidak ada tambang di wilayah kami karena cuma banyak rugi. Kami sekarang sudah mulai sering sakit batuk, pilek, dan gangguan pernapasan lainnya.”
Ika mengatakan, pertambangan di Padukuhan Rejosari, Serut itu sebagai tindakan ilegal. “Seharusnya hanya bisa menambang setelah dapat izin, perizinan pun harus lengkap, tidak bisa hanya SIPB (surat izin penambangan batuan) saja, mesti ada dokumen turunan perizinan lain,” katanya.
Beberapa perusahaan dia sebut sedang mengajukan izin tetapi sudah menambang duluan.
Tambang galian juga muncul di Kapanewon Ngawen, Gunungkidul. Tepatnya di Kalurahan Tancep.
Ika mengatakan, penambang memiliki SIPB tetapi tak ada dokumen perizinan turunan lainnya. Penambang mendapat SIPB dari BKPM, saat itu perizinan tambang yang ada longgar.
“Punya SIPB jadi dalih bisa langsung nambang, padahal harus memiliki izin turunannya. Maka kami perbaiki dengan Pergub No.39/2022, SIPB kami terbitkan setelah izin turunan lain lengkap.”
Dinas juga sudah memberikan teguran pada awal Juni lalu. “Kami minta dihentikan aktivitas pertambangan sebelum perizinan lengkap.”
Warga Tancep juga menolak tambang ini. Pertambangan ilegal itu merusak sumber air untuk pertanian petani di sana.
Antok, petani Tancep mengatakan, saat memasuki kemarau sebelum ada tambang masih bisa menanam palawija, kini tak bisa karena kondisi lahan sudah kering kerontang. Irigasi rusak karena tambang.

PSN tak bisa langgar aturan
Dalam analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) Tol Jogja-Solo menyebutkan, perlu 2 juta meter kubik tanah uruk dan 1,9 juta pasir. Sejak ada PSN ini memantik tambang ilegal marak di Yogyakarta.
Rizki Abiyoga, dari Advokasi Walhi Yogyakarta, menilai, tambang ilegal untuk Tol Jogja-YIA memperparah kondisi ekologis Gunungkidul.
“Tak hanya kerusakan infrastruktur, mengganggu kehidupan sosial, dan meningkatkan risiko kesehatan, tambang ilegal menyebabkan makin parah perusakan lingkungan di Gunungkidul,” katanya.
Kerusakan lingkungan ini, jelas Rizki, meningkatkan risiko bencana kekeringan. “Bukan hanya kekeringan, tanah longsor juga makin rentan terjadi karena kondisi geografis Gunungkidul yang perbukitan itu.”
Muh Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, tidak ada pembangunan bisa dibenarkan dengan melanggar hukum, termasuk PSN Tol Jogja-Solo.
Seharusnya, PSN yang bersifat strategis dan berdampak luas harus taat peraturan. “Logikanya jangan dibalik-balik, justru PSN harus taat dan lebih hati-hati karena masyarakat luas yang terdampak.”
Pemberian kemudahan pengurusan perizinan atas PSN seperti Tol Jogja-Solo oleh BKPM justru berdampak buruk.
Pertambangan ilegal, kata Jamil, hanya akan merugikan pemerintah. Kerugian itu pasti terjadi karena setelah aktivitas tambang rampung dan tidak ada yang akan bertanggung jawab atas dampaknya.
Dampak tambang ilegal yang merugikan itu, lanjut Jamil, antara lain kehancuran infrastruktur di sekitar lokasi tambang seperti jalan juga, lingkungan seperti udara tercemar debu sampai sumber air hilang. Begitu juga kubangan besar di area tambang yang berpotensi menyebabkan longsor sampai banjir.
Kondisi itu, katanya, sudah mulai dirasakan warga di Gedangsari, Gunungkidul yang banyak tambang ilegal.
Cara paling efektif mengantisipasi dampak itu, kata Jamil, dengan menindak tegas pelaku tambang dan mendesak pemrakarsa Tol Jogja-Solo tak menerima hasil tambang ilegal.
“Masalahnya pengawasan tambang, apalagi tambang ilegal itu minim sekali. Pejabat yang mesti mengawasi ini jumlahnya minim, di Indonesia perbandingan satu inspektur tambang itu menangani 100 tambang dengan izin, lalu mesti ditambah tambang ilegal maka pasti kewalahan.”
Lemahnya pengawasan tambang ilegal, juga karena tata kelola tak efektif yang cenderung birokratis. “Seperti pejabat mesti mengawasi tambang ini ada di tingkat provinsi, sedangkan aktivitas tambang di kabupaten yang biasanya jauh-jauh. Misal, warga mau melapor mesti ke provinsi, akses mereka terbatas ini juga jadi tantangan pengawasan,” katanya.
Selain pengawasan terlalu birokratis, Jatam mencatat, kendala lain dari pengawasan tambang adalah anggaran pemerintah terbatas. Jami menyebut, banyak temuan di berbagai daerah bahwa pejabat pengawas tambang tak independen dalam bekerja.
“Mereka mau pengawasan tapi tak ada kendaraan yang sesuai dengan medan, pejabat ini difasilitasi perusahaan penambang, hingga sulit independen kalau satu mobil dengan perusahaan tambang begitu. Belum kebutuhan lain dalam pengawasan,” katanya.
Penegakan hukum tambang ilegal pun lemah. Jamil mendesak, perbaikan tata kelola pertambangan dengan tak memberikan kekhususan dan kemudahan pada PSN. “Jika masih memberikan kemudahan hanya akan memperburuk tata kelola.”
Walhi Jogja menilai, perlu ada moratorium pertambangan untuk memperbaiki tata kelola dan menghentikan tambang ilegal. Penghentian seluruh tambang di Gunungkidul perlu untuk mengkaji ulang perizinan, dampak kerusakan lingkungan, dan memberikan ruang aspirasi ke warga terdampak.
Dimas R. Pradana, Deputi Direktur Walhi Yogyakarta menyebut, tak hanya tambang ilegal perlu dikaji juga yang berizin.
Dia bilang, temuan Walhi Jogja tambang berizin lengkap dalam operasi berada di lokasi berbeda. “Tambang dengan izin lengkap juga merusak lingkungan.”
Konflik sosial yang dialami warga, jelas Dimas, juga terjadi pada tambang ada izin. “Lewat moratorium ini juga bisa jadi kanal warga memberikan masukan atas perizinan tambang karena yang paling terdampak mereka.” (Selesai)
******