- Alih-alih memperketat regulasi untuk permintaan global, pemerintah dinilai masih belum memprioritaskan standar keamanan mutu tangkapan ikan tuna untuk pasar dalam negeri.
- Penanganan ikan tuna masih banyak yang bersifat konvensional, atau tidak sesuai dengan standar pada saat bongkar hasil tangkapan, sehingga bisa menurunkan kualitas mutu.
- Menjaga kualitas jenis ikan pelagis ini juga menjadi penting, sebab keberadaanya di alam sedang dalam kondisi terancam akibat penangkapan yang berlebih.
- KKP melakukan berbagai cara untuk menjaga kelangsungan dan meningkatkan kualitas ikan tuna, seperti penerbitan aturan penangkapan, harvest strategy, sampai ke sertifikasi MSC
Sebagai salah satu hewan laut bernilai ekonomi tinggi, menjaga kualitas ikan tuna pada setiap rantai penanganan hasil tangkapan sudah menjadi sebuah kewajiban. Bila itu tidak dilakukan, maka kualitas mutu hasil tangkapan akan menurun. Jika tidak dijaga kualitas tangkapannya, ikan primadona ekspor ini dikhawatirkan tak mampu bersaing dalam bisnis perikanan tangkap yang semakin kompetitif di kanca global. Bukan hanya untuk memenuhi permintaan global, namun standar keamanan mutu tangkapan tuna ini juga diharapkan berlaku untuk pasar di dalam negeri.
Demikian diungkapkan Yonvitner, pakar bidang ilmu pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan Institut Pertanian Bogor (IPB) University.
Menurutnya, penanganan tangkapan ikan tuna yang sesuai dengan standar prosedur operasional kesehatan dan mutu sejauh ini justru banyak dilakukan asosiasi atau pengusaha perikanan yang tujuannya adalah ekspor.
Namun bagi asosiasi ataupun pengusaha yang tangkapannya tidak menargetkan ekspor, masih banyak yang melakukan penanganan bersifat konvensional, atau tidak sesuai dengan standar pada saat bongkar hasil tangkapan, sehingga bisa menurunkan kualitas mutu.
“Ini jamak terjadi karena pasar dalam negeri tidak menuntut sertifikasi, label maupun cara penanganan ikan yang baik,” ujarnya kepada Mongabay beberapa waktu lalu.
Padahal seharusnya, walaupun pasar dalam negeri tidak mewajibkan sertifikasi layaknya permintaan internasional, penanganan ikan tuna untuk pasar dalam negeri pun harus tetap dengan kualitas yang baik. Sehingga nantinya, sama-sama memiliki standar kesehatan yang memberikan jaminan kepada konsumen untuk memperoleh produk yang berkualitas.
Untuk itu, lanjutnya, selain peran pelaku usaha dalam menjamin produk perikanan berstandar mutu baik ini, diperlukan keterlibatan pemerintah.
Baca : Upaya Benahi Tata Kelola Perikanan Tuna Lestari di Indonesia
Penangkapan Berlebihan
Menjaga kualitas jenis ikan pelagis ini juga menjadi penting, sebab keberadaanya di alam sedang dalam kondisi terancam akibat penangkapan yang berlebih sehingga mengakibatkan penurunan populasi.
Penurunan populasi ini salah satunya ditandai dengan sulitnya kapal long line mendapatkan tuna, sehingga jarak tempuh nelayan menangkap ikan tuna semakin menjauh, dan waktu melaut menjadi lama.
Purwito Martosubroto, mantan staf Fisheries Departement Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengatakan, walaupun sudah ada aturan pemerintah, namun dalam pelaksanaan di lapangan masih banyak dijumpai pelanggaran pencurian dan penangkapan ikan yang berlebihan, termasuk ikan tuna.
Ia menilai, aktivitas overfishing dan illegal fishing ini masih marak dilakukan karena permintaan ikan tuna secara global sangat tinggi.
Dia contohkan, supaya strategi panen perikanan tuna mampu berjalan dengan baik, KKP sudah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 121 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang, Tongkol.
Akan tetapi regulasi yang dijadikan payung hukum dalam penyusunan harvest strategy tuna dan cakalang di perairan Indonesia masih belum sepenuhnya bisa berjalan dengan baik di lapangan.
“Bila aturan-aturan yang sudah dibuat tidak ditaati betul-betul, dampaknya tidak hanya terjadi pada punahnya spesies, melainkan juga membahayakan kesehatan laut yang berakibat buruk bagi planet bumi,” katanya.
Kekhawatiran Purwito ini didasari karena produksi ikan tuna di Indonesia ini masih mengandalkan penangkapan, belum ada budi daya seperti yang sudah dilakukan di sejumlah negara, salah satunya Australia.
Baca juga : Tuntutan Perikanan Tuna Global Makin Ketat Terkait Ketelusuran dan Aspek Ekologisnya
Disisi lain, praktek penangkapan ikan di Indonesia ini, menurutnya, sebetulnya masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki. Padahal, potensi perairan di Indonesia untuk budi daya ikan tuna khususnya sirip kuning cukup baik. Misalnya di laut Banda, selatan Bali maupun selatan Jawa.
Saut P Hutagalung, Ketua Umum Asosiasi Tuna Longline Indonesia mengatakan, untuk mendukung perkembangan tuna yang kondusif dari hulu hingga hilir, maka regulasi yang melemahkan daya saing usaha harus dihilangkan.
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan upaya pemenuhan persyaratan pasar tujuan ekspor, khususnya terkait penghapusan atau penurunan tarif bea masuk ke pasar seperti Uni Eropa dan penanganan isu non-tarif measures misalnya ke pasar Amerika Serikat.
Aturan Mutu dan Keamanan Tuna
Agar mutu dan keamanan hasil kelautan dan perikanan ini bisa terjamin, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyediakan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil kelautan dan perikanan berstandar global.
Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP) JJP Ishartini dalam keterangannya di Jakarta belum lama ini mengatakan KKP mewajibkan pelaku usaha perikanan melakukan sertifikasi Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) sebagai solusi menjaga mutu dan keamanan produk kelautan dan perikanan di subsektor perikanan tangkap.
Selain itu, solusi lainnya adalah pembinaan dan sertifikasi HAACP Kapal, pembinaan dan sertifikasi penangkapan (catch certificate/CC), sistem ketelusuran (traceability), penggunaan kapal dan alat penangkapan ikan (API) yang ramah lingkungan.
Sistem manajemen keamanan pangan ini diperlukan karena ada tuntutan dari konsumen, pasar, dan negara importir yang mensyaratkan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil kelautan dan Perikanan (SJMKHLP) yang diperdagangkan.
Ini dituangkan dalam bentuk Health Certificate (HC) yang menyatakan bahwa produk aman untuk dikonsumsi.
Baca juga : Bisakah Perikanan Tuna, Cakalang, dan Tongkol Dikelola dengan Berkelanjutan?
Dengan demikian, kepedulian pemerintah terhadap jaminan mutu dan keamanan produk, khususnya produk perikanan dalam perjalanan waktu dinilai cukup baik. Hal ini ditandai dengan sejumlah kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan.
“Syarat tersebut bisa menjadi persoalan jika tidak menemukan solusi yang tepat. Saat ini, semua bisa diatasi melalui hulu ke hilir,” lanjutnya.
Perikanan Budi daya Tuna dan Sertifikasi MSC
Indonesia saat ini sedang berjuang untuk menjadi negara penghasil perikanan, terutama ikan tuna dengan jumlah yang banyak. Saat ini, Indonesia masih menjadi produsen tuna dengan produksi 1,49 juta per tahun dan menyumbang hampir 18 persen untuk kebutuhan tuna dunia
Selama tiga tahun terakhir, volume dan nilai ekspor tuna terus memperlihatkan tren peningkatan. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor tuna Indonesia sepanjang 2023 mencapai nilai USD927,13 Juta. Itu semua berasal dari produksi di wilayah perairan, zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan laut lepas.
“Sehingga perlu dioptimalkan pemanfaatannya dari hulu sampai hilir secara berkelanjutan,” demikian ungkap Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Budi Sulistiyo saat berada di Surabaya, Jawa Timur belum lama ini.
Menurutnya, produk tuna yang berasal dari Indonesia memiliki daya saing yang cukup tinggi dan potensial di pasar dunia. Itu kenapa, peningkatan daya saing produk dalam berbagai bentuk harus terus dilakukan peningkatan.
Budi mengatakan, dalam upaya meningkatkan daya saing produk tuna Indonesia, pihaknya menerapkan strategi yang sudah diperhitungkan dengan matang. Strategi itu, adalah bagaimana menjamin mutu dan keamanan produk tuna yang dihasilkan.
Baca juga : Ikan Termahal, Tuna Sirip Biru Terus jadi Target Buruan
Kemudian, melakukan pengembangan produk tuna untuk memenuhi preferensi konsumen yang saat ini mulai bergerak ke produk yang siap disantap (ready to eat product); Lalu, strategi ketiga adalah melakukan promosi produk tuna Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri.
Salah satu solusinya, adalah Indonesia harus bisa mempertimbangkan untuk melaksanakan kegiatan budi daya tuna (tuna farming) pada masa mendatang. Kegiatan tersebut saat ini sudah sukses dilakukan oleh Turki, salah satu negara yang dibelah oleh benua Asia dan Eropa.
Upaya untuk terus mengembangkan komoditas tuna sebagai andalan Indonesia di pasar internasional, juga dilakukan KKP dengan berguru kepada Turki. Negara tersebut selama ini melaksanakan budi daya pembesaran tuna di laut Izmir.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan bahwa teknologi budi daya yang digunakan Turki akan diadopsi untuk melaksanakan kegiatan serupa dengan komoditas sama di Indonesia.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas ikan tuna yang dikirim sebagai produk ekspor, KKP menggandeng Marine Stewardship Council (MSC) untuk mendorong perikanan tuna bisa mengikuti proses sertifikasi MSC.
Proses tersebut akan melibatkan para mitra yang bertugas untuk mengawal proses tata kelola sesuai dengan syarat yang ditentukan untuk mendapatkan sertifikat. Syarat tersebut mencakup kualitas dan ketertelusuran dari setiap ikan tuna yang ditangkap. (***)