- Gakkum KLHK bersama Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mengungkap perdagangan delapan cula badak senilai Rp245 miliar di Palembang, Sumatera Selatan. Petugas juga mengamankan lima pipa gading gajah dan tiga pipa dugong.
- Penangkapan tersangka ZA [60], berawal dari hasil penelusuran melalui Facebook. Ancaman hukumnya adalah penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun.
- Kasus ini menjadi yang terbesar di Indonesia dalam 10 tahun terakhir dan masih didalami kaitannya dengan jaringan Sunendi yaitu pemburu badak jawa di Taman Nasional Ujong Kulon, Banten.
- Dua dari lima spesies badak hidup di Indonesia, yaitu badak jawa [Rhinoceros sondaicus] dan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis]. Namun, akibat perburuan dan habitat yang menyempit, populasi keduanya berada di ujung tanduk.
Perdagangan delapan cula badak senilai Rp245 miliar diungkap di Palembang, Sumatera Selatan. Kasus ini menjadi yang terbesar di Indonesia dalam 10 tahun terakhir.
“Perburuan badak masih menjadi ancaman, kami terus mengidentifikasi jaringannya di Pulau Jawa dan Sumatera,” terang Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum [Gakkum] KLHK, dalam keterangan tertulis, Selasa [27/8/2024].
Gakkum KLHK bersama Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menangkap tersangka berinisial ZA [60], saat bertransaksi di Jalan Rama VII RT.03 RW.01 Alang-alang lebar, Kota Palembang, Jumat [23/8/2024].
Kasus ini diduga melibatkan jaringan internasional, dikarenakan empat cula badak berasal dari luar negeri, sedangkan empat lainnya dari Indonesia. Selain itu, dari rumah pelaku di Kelurahan 24 Ilir, Kecamatan Bukit kecil, Palembang, petugas mengamankan lima pipa gading gajah dan tiga pipa dugong.
“Ini kejahatan transnasional. Kami terus memperkuat kerja sama dengan lembaga penegakan hukum internasional seperti Interpol dan UNODC.”
Penangkapan ZA merupakan hasil Cyber Patrol-Center Intelligence terhadap perdagangan online satwa dilindungi dan pengembangan kasus perburuan badak sebelumnya.
Akhir 2023 dan pertengahan 2024, Gakkum bersama Polda Banten membongkar sindikat perburuan cula badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK]. Dalam kasus ini, sebanyak 26 individu badak jawa mati diburu di wilayah TNUK rentang tahun 2019-2023.
Sebanyak 14 tersangka telah ditetapkan, berdasarkan pengembangan keterangan dari terdakwa Sunendi [pimpinan jaringan pemburu], yang telah divonis 12 tahun penjara di Pengadilan Negeri Pandeglang. Sedangkan terpidana Yogi Purwadi bin Saman, dihukum 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda 100 juta rupiah. Serta, sekitar 429 pucuk senjata api rakitan disita.
Terbaru, Liem Hoo Kwan Willy alias Willy divonis bebas dan dianggap tidak terlibat dalam transaksi penjualan cula badak jawa, hasil perburuan tahun 2020-2022 di TNUK, oleh Pengadilan Negeri Pandeglang, Banten. Meskipun, dua alat bukti berupa 1 unit telepon genggam Iphone dan 3 lembar tangkapan layar percakapan di aplikasi WhatsApp serta WeChat, jelas menunjukkan kejahatan besar tersebut.
Baca: Willy Divonis Bebas Kasus Perdagangan Cula Badak Jawa, Jaksa Ajukan Kasasi

Waspadai perdagangan cula badak online
Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Hari Novianto mengatakan, penangkapan tersangka ZA berawal dari penelusuran Facebook.
“Saat diamankan, tim mendapati hanya satu cula badak dan satu pipa gading gajah. Setelah dilakukan penggeledahan di ruko dan rumah pelaku ditemukan tujuh cula badak lainnya, beserta pipa gading gajah dan pipa dugong.”
Menurut Hari, tersangka mengaku sebagai pemilik cula badak dan pipa gading yang dipasarkan online itu.
“Tersangka sangat berpengalaman terkait jual beli satwa,” katanya.
Rudianto Saragih Napitu, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, mengatakan sejak 2015-2024, pihak Gakkum telah menangkap 515 pelaku tindak pidana peredaran Tumbuhan dan Satwa Dilindungi [TSL] menurunkan 3.982 konten perdagangan ilegal TSL secara daring.
“Sesuai UU No. 32 Tahun 2024, pelaku kejahatan TSL dikenakan pidana cukup berat dan denda tidak ringan, termasuk pula bila mempertontonkan satwa dilindung,” jelasnya.
Atas perbuatannya, ZA dijerat Pasal 40A Ayat [1] Huruf f jo Pasal 21 Ayat [2] Huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancamannya, kurungan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun.
Baca: 26 Badak Jawa Mati Diburu, Pengamanan Ujung Kulon Lemah?

Populasi badak di Indonesia terancam
Pakar perdagangan satwa liar ilegal, Dwi Nugroho Adhiasto, sebelumnya kepada Mongabay menjelaskan bahwa pola komunikasi jaringan perburuan memakai kode tertentu. Kulit harimau menggunakan kata ganti jaket dan gading gajah diganti singkong.
“Harus ada pengetahuan khusus dalam memecahkan kasus perdagangan satwa liar ilegal,” terangnya, Jumat [26/7/2024].
Dwi memaparkan, perdagangan cula badak berbeda dengan satwa liar dilindungi lain. Jaringannya eksklusif, harganya mahal, dan tidak semua orang mampu membeli.
“Jaringan mereka kecil dan tertutup,” paparnya.
Dalam buku yang diterbitkan Auriga Nusantara [2023], dijelaskan bahwa dua dari lima spesies badak hidup di Indonesia, yaitu badak jawa [Rhinoceros sondaicus] dan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis]. Namun, populasi keduanya di ujung tanduk.
Badak sumatera di Kalimantan hanya tersisa dua individu, yaitu Pari yang hidup di alam liar dan Pahu yang kini berada di Borneo Rhino Sanctuary. Sementara di Sumatera, populasi spesies ini diperkirakan tidak lebih dari 60 individu.
“Dengan jumlah populasi yang kecil namun tersebar dan perburuan satwa yang tinggi di habitatnya, menjadikan badak sumatera sebagai salah satu satwa paling terancam punah di muka bumi,” tulis laporan tersebut.
Senasib, meski kelahiran badak jawa hampir setiap tahun, namun estimasi populasi di habitat tersisa mereka di TNUK, tidak pernah mencapai 80 individu.
“Indikasi berkurangnya populasi badak jawa di TNUK juga terlihat dari grafis kepadatan pada rentang 2013-2021. Badak jawa di kantong habitat bagian selatan cenderung menghilang,” tulis laporan tersebut.
Baca: Jalan Panjang Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon

Publikasi yang sama juga mengajukan sejumlah rekomendasi. Pertama, perbaikan secara menyeluruh proteksi badak jawa dan TNUK. Kedua, Balai Taman Nasional dan/atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghitung populasi badak jawa sesuai standar akademik.
Ketiga, evaluasi menyeluruh terhadap Balai TNUK, baik secara kelembagaan, penganggaran, dan programatik. Keempat, melaksanakan secara sungguh-sungguh program penambahan habitat [second population atau second habitat] badak jawa.
Kelima, mendorong dan membuka ruang terhadap riset-riset badak jawa, termasuk penelitian potensi penyakit dan investigasi forensik terhadap setiap kematian tak wajar.
Referensi:
Putra, S., Manurung, T., & Ishardianto, R. (2023). Badak Jawa di Ujung Tanduk: Langkah Mundur Konservasi di Ujung Kulon.