- Krisis air bersih di Makassar, berdampak pada kehidupan masyarakat kota, khususnya di tiga kelurahan di Kecamatan Tallo. Krisis ini telah berdampak buruk terhadap hal lain, seperti ekonomi, sosial, dan kesehatan.
- Sudah 24 tahun warga di tiga kelurahan di Kecamatan Tallo tak menikmati air bersih secara mudah dan layak. Meskipun ada sistem pemipaan PDAM namun kondisinya sudah tak bisa difungsikan, sementara untuk membuat sistem pipa baru butuh biaya yang besar.
- Sulitnya akses terhadap air bersih yang dialami masyarakat Tallo seringkali dijadikan sebagai komoditas politik dalam kontestasi elektoral. Namun tak ada keseriusan sama sekali dari pemerintah dan politisi untuk menjawab persoalan tersebut.
- Dinas Pekerjaan Umum telah membangun infrastruktur sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kecamatan Tallo, hanya saja cakupannya masih terbatas.
Wana (46), ibu rumah tangga dari Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, ini risau. Musim kemarau yang panjang membuat mereka kesulitan air bersih. Selama ini mereka mengandalkan air hujan dan sumur bor. Namun, dua bulan ini hujan tak turun, sumur bor pun mengering. Kini mereka mengandalkan air bersih beli dari penjual air gerobakan, menjadi beban baru bagi rumah tangga.
“Di sini kami hanya mengandalkan air hujan dan air sumur bor. Tapi kalau musim kemarau, air bornya tidak bisa digunakan. Makanya kami harus beli air. Rata-rata kami membeli air dalam satu gerobak itu Rp8.000–Rp15.000 sehari,” ujarnya dalam konsolidasi bersama dengan jaringan CSO dan perempuan pejuang hak atas air di Masjid Syuhadah, Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar, akhir Agustus lalu.
Menurut Wana, krisis air saat musim kemarau di tiga kelurahan di Kecamatan Tallo yakni Tallo, Buloa dan Kaluku Bodoa Tengah sudah lama terjadi dan belum pernah ada perhatian dari pemerintah. Selama ini mereka berjibaku menopang hidup di tengah sulitnya akses air bersih. Kondisi ini telah berdampak buruk terhadap hal lain, seperti ekonomi, sosial, dan kesehatan.
Menurutnya, sudah banyak cara yang ditempuh oleh warga Tallo namun pemerintah belum mendengar aspirasi mereka. Buktinya sampai saat ini mereka masih membeli air untuk kebutuhan masing-masing keluarganya.
Keluhan yang sama disampaikan Husnaeni (42), buruh di sebuah pabrik di Makassar. Krisis air bersih membuat ia harus memutar otak menyiasati pengeluaran. Dengan hidupnya yang pas-pasan, mereka harus menanggung beban kekurangan air bersih. Belum lagi potensi penyakit bagi dia dan keluarganya. Krisis air telah meningkatkan risiko penyakit diare dan kolera.
“Bukan itu saja. Pendidikan anak-anak juga terhambat karena mereka sering kali harus menghabiskan waktu mengumpulkan air daripada bersekolah,” tambahnya.
Baca : Krisis Air Bersih Makassar, Perempuan Pesisir Paling Terkena Dampak
Dengan tekanan hidup berupa keterbatasan akan akses air bersih ini memaksa kedua ibu rumah tangga ini untuk melakukan aksi menuntut peran aktif pemerintah dalam menyediakan air bersih.
“Untuk itu kami mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas dalam memastikan akses air bersih yang memadai bagi seluruh masyarakat di Kecamatan Tallo sebagai langkah penting untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan umum masyarakat di sini,” kata Husnaeni.
Masalah Air PDAM
Keluhan Wana dan Husnaeni adalah keluhan ribuan keluarga lainnya di Makassar, khususnya di Kecamatan Tallo, dan itu sudah terjadi sejak tahun 2000. Sudah 24 tahun mereka tak menikmati air bersih secara mudah dan layak. Meskipun ada sistem pemipaan PDAM namun kondisinya sudah tak bisa difungsikan. Sementara untuk membuat sistem pipa baru butuh biaya yang besar.
Khusus untuk Kelurahan Tallo sendiri sudah memiliki jaringan pipa yang sudah dibuat sejak lama yang dikelola oleh PDAM, namun nyatanya tidak semua warga mendapatkan air bersih PDAM tersebut.
Hal lainnya, dalam beberapa bulan terakhir, pelayanan PDAM Kota Makassar mengalami hambatan akibat debit air di Bendungan Lekopancing dan Bili-Bili yang mengering karena kemarau panjang. Peristiwa yang sama terjadi pada tahun 2023 lalu, di mana sekitar 111.785 penduduk dari 10 kecamatan terdampak krisis air di Kota Makassar.
Hikmawaty Sabar, Kepala Divisi Keterlibatan Perempuan WALHI Sulawesi Selatan, menjelaskan bahwa krisis air bersih di Kecamatan Tallo adalah masalah turun temurun yang belum mendapat titik terang.
“Air bersih menjadi barang langka yang masih diimpikan masyarakat khususnya di Tallo,” katanya..
Baca juga : Krisis Air Bersih Hantui Warga Kala Abrasi Kikis Pesisir Sulawesi Barat
Komoditas Politik
Altriara Pramana Putra Basri, Koordinator Divisi Advokasi Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel menjelaskan bahwa sulitnya akses terhadap air bersih yang dialami masyarakat Tallo seringkali dijadikan sebagai komoditas politik dalam kontestasi elektoral, demi mendulang suara bagi para politisi dan caleg. Namun ketika terpilih lain lagi ceritanya, tak ada keseriusan sama sekali dari pemerintah dan politisi untuk menjawab persoalan tersebut.
“Padahal sangat jelas amanah konstitusi dan undang-undang HAM, negara atau pemerintah Kota Makassar punya tanggung jawab untuk melakukan pemenuhan hak dasar terutama hak atas air bersih. Karena tak ada alasan logis untuk kita mengatakan Kota Makassar menuju kota dunia atau kota bahagia jika rakyatnya masih mengalami kesulitan akses air bersih selama puluhan tahun,” katanya.
Altriara kemudian mendesak pemerintah Kota Makassar agar punya perhatian secara khusus dan dibuktikan dengan tindakan konkret agar warga di Kecamatan Tallo dapat menikmati air PDAM, bukan hanya sekedar turun melakukan survei dan janji-janji semata.
Pemkot Makassar sendiri, melalui Dinas Pekerjaan Umum telah membangun infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kecamatan Tallo, hanya saja cakupannya masih terbatas.
“Memang ada pembangunan SPAM di Tallo, namun itu tidak termasuk dalam tiga kelurahan yang terdampak parah, yaitu Tallo, Buloa, dan Kaluku Bodoa. Harusnya semua kelurahan bisa segera dibangun fasilitasnya,” ujar Slamet Riadi, Kepala Departemen Penelitian dan Keterlibatan Masyarakat, WALHI Sulawesi Selatan.
Baca juga : Krisis Air Bersih Hantui Pulau Wawonii Kala Tambang Nikel Mulai Beroperasi
Usaha PDAM Makassar Layani Air Bersih
Puncak musim kemarau mulai berdampak pada menurunnya debit air di Bendungan Leko Pancing, Maros, Sulsel. Hal itu mempengaruhi layanan air PDAM Makassar.
Untuk mengantisipasi dampak kekeringan karena musim kemarau itu, PDAM Kota Makassar telah menurunkan 3 pompa suplesi yaitu 2 pompa berkapasitas 600 liter per detik dan 1 pompa berkapasitas 300 liter per detik. Tiga pompa suplesi itu dipasang di daerah aliran sungai Tallo, tepatnya di Sungai Moncongloe.
“Kita sudah turunkan pompa suplesi yang ada di Moncongloe Nipa-nipa. Kita mau mengambil air sama air baku di Sungai Moncongloe,” kata Humas PDAM Kota Makassar, Idris Tahir seperti dikutip dari IDN Times, Jumat (28/6/2024).
Selain itu, PDAM Makassar mulai membangun Intake Manggala di Moncongloe, Kabupaten Maros, untuk mengantisipasi kekeringan atau krisis air baku di Bendungan Lekopancing pada saat musim kemarau.
Groundbreaking pembangunan secara permanen Intake Manggala di Moncongloe dilakukan pada Sabtu (27/7/2024), dengan peletakan baru pertama oleh Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto.
“Dengan dibangunnya Intake Manggala secara permanen diharapkan persoalan kekurangan debit air baku yang berdampak pada kekurangan air bersih pelanggan Perumda Air Minum Kota Makassar bisa berkurang,” kata Direktur Teknik PDAM Kota Makassar, Asdar Ali dalam keterangannya seperti dikutip dari detik.com.
Sedangkan Wali Kota Makassar Danny Pomanto menegaskan pembangunan Intake Manggala di Moncongloe merupakan upaya meningkatkan suplai air bersih untuk mengantisipasi kekeringan saat musim kemarau yang sangat panjang.
“Saya berharap Intake Manggala ini betul-betul bisa dibangun dengan cepat dan sistemnya juga bisa bekerja dengan cepat, agar masyarakat dapat merasakan dampak positifnya,” tambahnya. (***)
Indonesia Negeri Tropis, Tapi Krisis Air Bersih di Kawasan Pesisir Terjadi?