- Puluhan santri melakukan penanaman mangrove bersama nelayan di kawasan pertambakan ikan bandeng di Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten.
- Selain menanam, para santri juga melakukan aksi bersih sampah pantai dan berdiskusi dengan nelayan setempat. Mereka lalu memberikan paket sembako ke para pejuang protein bangsa ini.
- Tak hanya abrasi, pembebasan lahan yang ekspansif untuk proyek green area dan eco-city di lahan seluas 1.756 hektare juga dinilai mengancam benteng hijau di pesisir pantai Tangerang.
- Fungsi hutan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang itu telah berubah sejak tahun 1990, dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kawasan budi daya dan pemukiman.
Sembari membawa bibit bakau jenis Rhizopora mucronata, puluhan santri nampak bersemangat mengikuti penanaman mangrove di kawasan pertambakan ikan bandeng di Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten.
Dipandu nelayan setempat, langkah mereka nampak hati-hati menuruni tambak yang kondisinya penuh lumpur dan minim tegakan pohon. Raut wajah gembira mengiringi niat baik para santri ini dalam membantu nelayan dan masyarakat pesisir memitigasi ancaman abrasi di kawasan yang hanya sepelemparan batu dari proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) Dua.
Tak hanya abrasi, pembebasan lahan yang ekspansif untuk pengembangan proyek green area dan eco-city di lahan seluas 1.756 hektare tersebut, juga dinilai mengancam keberadaan benteng hijau di pesisir pantai Tangerang itu.
Padahal, selain berfungsi sebagai tempat untuk menambatkan perahu, ekosistem mangrove itu sebagai wilayah para nelayan dalam mencari tangkapan ikan, rajungan maupun kerang.
“Pohon mangrove di pinggir sungai yang semula menjadi tempat kami menyandarkan perahu sudah kena gusur. Kami jadi tersisih,” tutur Hendi (40), nelayan setempat, saat mendampingi para santri menanam bibit mangrove, Minggu (08/07/2024).
Hilangnya hutan bakau yang produktif akibat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) itu, membuat Hendi kesulitan mencari tempat untuk mendaratkan perahu. Meskipun ada, namun lokasinya terbilang jauh dari tempat tinggalnya. Sehingga, untuk menuju lokasi tambatan perahu itu ia terpaksa harus menggunakan sepeda motor yang menambah biaya operasional. Selain itu, sejak hutan mangrove berkurang, spot tangkapan ikan juga semakin menjauh.
Baca : Kala Hutan Mangrove Pesisir Tangerang Terbabat jadi Pemukiman Mewah
Bentuk Perhatian Sederhana
Balqis Siti Shalika (17), salah satu santriwati merasa bangga terlibat dalam penanaman mangrove yang diselenggarakan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) bersama Pesantren Peradaban Dunia Jagat Arsy itu.
Bersama-sama puluhan santri lainnya, perempuan asal Jakarta ini sebelumnya juga turut berpartisipasi dalam kegiatan bersih-bersih sampah di pesisir pantai yang lokasinya tak jauh dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Dalam kesempatan itu, para santri juga diajak berdiskusi secara langsung dengan nelayan setempat. Usai berdiskusi, mereka kemudian memberikan paket sembako ke para pekerja yang tingkat kesejahteraannya sangat bergantung pada hasil tangkapannya ini.
“Ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi saya,” kesan Balqis, yang mengaku baru pertama kali melakukan penanaman mangrove dan berdiskusi dengan nelayan. “Kita bisa mendengar dan melihat betapa susahnya nelayan mencari ikan di tengah lingkungannya yang tidak begitu mendukung,” imbuh dia, miris.
Sedangkan Dendro Anies Ramadhan (17) merasa kepekaan sosialnya juga jadi terasah dengan melihat
penghidupan nelayan yang tergantung dengan kondisi hutan mangrove. Selain itu, dia juga baru mengerti kalau penanaman bibit mangrove harus mengikuti prosedur yang sudah ditentukan. Dia merasa senang ikut terlibat dalam acara itu.
Baca juga : Desa Tanjung Burung Tangerang Banjir Parah, Hutan Mangrove Hilang?
Dihantui Ancaman Penggusuran
Keberadaan hutan mangrove yang dijaga para nelayan Kecamatan Teluknaga ini terancam alih fungsi lahan menjadi perumahan real estate maupun perluasan industri.
Berdasarkan studi yang dilakukan Yudi Setiawan, Kepala Pusat Penelitian Lingungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) menjelaskan, sejak tahun 1990 fungsi hutan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang itu telah berubah, dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kawasan budi daya dan pemukiman.
Pada 1990, luas mangrove masih diangka 259,016 hektare. Kemudian menyusut menjadi 231,444 hektare pada tahun 2000 dan terus berkurang menjadi 176,747 hektare pada 2010.
Sedangkan, di tahun 2020 kondisinya mengalami kerapatan yang tinggi, luasnya mencapai 63,562 hektare. Sehingga di tahun ini angka keluasannya menjadi 400,365 hektare. Namun, di tahun 2022 luas lahan mangrove menurun lagi menjadi 151,613 hektare.
“Data dikumpulkan di wilayah studi, kemudian dianalisa menggunakan Forest Canopy Density untuk menganalisis sebaran dan kerapatan mangrove,” jelas Yudi, dalam kajian yang dilakukan bersama tiga rekannya itu.
Dani Setiawan, Ketua Umum KNTI mengungkapkan, masifnya pembangunan di pesisir Kabupaten berjuluk ‘kota seribu industri’ itu selain mengancam keberadaan hutan mangrove juga tidak memihak pada nelayan skala kecil.
Para pahlawan protein bangsa ini, lanjutnya, justru kerapkali berhadapan dengan ancaman penggusuran. Semestinya setiap kebijakan pembangunan di kawasan pesisir itu melibatkan nelayan.
“Industri di Tangerang ini banyak sekali. Lahan-lahan di pesisir yang dulu menjadi kawasan mangrove sekarang berubah menjadi kawasan properti dan pabrik-pabrik,” katanya. Dampaknya, ruang hidup dan mata pencaharian nelayan jadi terganggu.
Untuk itu, melalui rangkaian kegiatan Santri dan Nelayan Peduli Laut tersebut, ia berharap kelompok-kelompok agama yang memiliki kekuatan sosial yang besar agar didorong ke agenda-agenda penyelamatan lingkungan pesisir.
Sebelumnya, Agustin Hari Mahardika, selaku Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) mengatakan Pemerintah Kabupaten Tangerang mengalami kesulitan untuk menanam mangrove lantaran banyak lahan pesisir di kawasan itu sudah dikuasai pengembang untuk pembangunan kawasan premium.
“Kita berharap ada pembangunan selaras, paling tidak pembangunan dibarengi lingkungan yang sehat,” ucap Hari.
Meski begitu, pihaknya mulai melakukan konservasi hutan mangrove sejak 2017 sebagai bagian program unggulan untuk kemajuan masyarakat pesisir. (***)
Terancam Tenggelam, Pembangunan di Utara Jakarta Makin Menggila?