- Sempat tidak ada kabar, delapan nelayan Kepulauan Riau yang ditangkap Malaysia pada pertengahan Agustus 2024 lalu sudah diputuskan bersalah oleh otoritas Malaysia. Mereka diduga melaut di perairan Malaysia tanpa izin.
- Kapten kapal dipenjara 6 bulan dengan denda 1 juta ringgit Malaysia, sedangkan ABK dipenjara 4 bulan denda 400 ribu ringgit Malaysia.
- Tidak hanya itu, KJRI juga menyampaikan dua kapal nelayan yang ditangkap juga akan dimusnahkan di Malaysia.
- Walhi mengkritisi Pemerintah Malaysia yang tidak menuruti MoU kerjasama kedua negara. Pemerintah Indonesia harus melindungi nelayan seperti dalam UU, meskipun kejadian terus berulang.
Sudah hampir dua bulan delapan orang nelayan Natuna, Kepulauan Riau, ditangkap kapal patroli maritim atau Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) pada 15 Agustus 2024 lalu.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengaku belum mengetahui kabar delapan orang nelayan itu. “Tak dapat cerita lagi saya, saya tanya KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Malaysia) dan Pemda (Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Kabupaten Natuna) tidak ada jawaban,” kata Hendri saat dihubungi Mongabay, Kamis (26/9/2024).
Hendri mengetahui penangkapan nelayan itu dari nelayan lain tiga hari setelah kejadian. “Dua kapal nelayan ditangkap tersebut merupakan satu kapal nelayan Anambas dan satu kapal dari Kijang. Yang kapal kijang tekongnya orang Natuna,” katanya.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Doli Boniara, mengatakan, pihaknya masih menunggu laporan tertulis dari KJRI. “Saya lagi menunggu informasi tertulis dari KJRI,” katanya melalui pesan whatsapp, Rabu (25/9/2024).
Dihubungi terpisah, KJRI Kuching Sarawak Malaysia R Sigit Witjaksono menjelaskan delapan nelayan itu sudah menjalani persidangan sejak 29 Agustus 2024 lalu di Mahkamah Session, Miri Serawak, Malaysia.
Pihak jaksa penuntut umum atau Timbalan Pendakwa Raya (TPR) menyampaikan kertas tuntutan (charge sheet) kepada para nelayan tersebut dengan tuduhan telah melakukan pelanggaran pasal 15 (1)(a) Undang-undang Perikanan Malaysia 1985, yaitu menangkap ikan di perairan laut Malaysia tanpa kebenaran (izin) Ketua Pengarah Perikanan Malaysia.
“Para nelayan mengakui kesalahan yang dituduhkan dalam kertas tuntutan tersebut,” kata Sigit.
Atas pengakuan bersalah tersebut, hakim memutuskan hukuman penjara untuk tekong atau kapten selama enam bulan penjara atau membayar denda sebanyak satu juta Ringgit Malaysia atau setara Rp3,6 miliar.
Sedangkan untuk awak kapal mendapat hukuman penjara selama 4 bulan penjara atau membayar denda sebanyak RM.400,000 atau setara Rp1,4 juta rupiah.
Kedelapan nelayan menjalani hukum di Penjara Pusat Miri, Sarawak sementara. “Untuk kedua kapal nelayan akan dimusnahkan oleh Pemerintah Malaysia,” kata Sigit dalam keterangan tertulisnya kepada Mongabay Indonesia.
Baca : Nelayan Natuna Disidangkan di Malaysia, Diplomasi Maritim RI Dinilai Lemah
Dijelaskan Sigit, kejadian penangkapan terjadi 15 Agustus 2024 pukul 3 sore, pihak Maritim Malaysia menangkap dan menahan dua kapal nelayan yaitu KM OCEAN JAYA 18, dan KM SIPA dengan delapan orang nelayan Indonesia di 47 mil laut barat laut Tanjung Payung, perairan Miri, Sarawak atau pada titik koordinat “04.08.000” dan “110.26.000” atau 4.08000° N, 110.26000° E.
Kedelapan nelayan mengaku, mereka sudah 3 hari berada di perairan tersebut sebelum akhirnya ditangkap dan ketika ditangkap ditemukan bukti ikan hasil melaut seberat lebih kurang 150 kilogram dalam kapal KM OCEAN JAYA 18 serta 100 kilogram dalam kapal KM SIPA.
Adapun dari data yang diberikan KJRI berikut daftar nelayan yang ditangkap patroli Malaysia tersebut :
Daeng Apri Fitra (37) asal Sg. Ulu, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna; Idam Hafitri (21 tahun) Kukang, Duara, Lingga Utara, Kabupaten Lingga; Jumri (48 tahun) Tj Pinang Barat, Kota Tanjung Pinang; Daeng Toyib (41 tahun) Senjang, Bukit Bestari, Kota Tanjung Pinang; Muhammad Dodi Hidayat (19 tahun), Anggun (33 tahun) Batu Belah, Siantan Timur, Kabupaten Anambas; Azwar (41 tahun) Dsn.Sangkar Puyuh, Sawah, Kabupaten Kampar; Agus (20 tahun) Tarempa, Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas.
Pemerintah Malaysia Dituntut Minta Maaf
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Parid Ridwanuddin meminta pemerintah tidak pasif jika ada warga negara (nelayan) yang ditangkap di perbatasan Indonesia dan Malaysia.
“Apalagi pengalaman sebelumnya delapan orang nelayan yang ditangkap Malaysia ternyata bukan berada di perairan Malaysia,” katanya.
Ia juga meminta pemerintah Malaysia meminta maaf kepada nelayan Natuna dan pemerintah Malaysia harus mendapatkan teguran agar jangan sembarangan menangkap nelayan.
“Karena livelihood mereka itu melaut, kalau tidak dari mana nelayan kita hidup,” katanya.
Baca juga : Sudah 23 Nelayan Indonesia Ditangkap Malaysia, Dihukum Bui dan Denda Miliaran Menanti
Jika memang nelayan sedikit bergeser masuk ke Malaysia, jangan langsung ditangkap, tetapi disuruh kembali masuk ke perairan Indonesia. “Karena laut itu batasannya imajiner, kecuali pelaku ini pelaku kejahatan narkoba ataupun perdagangan orang,” katanya.
Apalagi sudah ada perjanjian antara kedua negara bahwa ketika ada nelayan tradisional yang melewati perbatasan melakukan penangkapan ikan tidak boleh di tangkap. Parid menekankan jangan samakan nelayan tradisional dengan pelaku kejahatan besar.
Parid juga meminta pemerintah tidak menyalahkan nelayan seolah nelayan nakal masuk ke perairan Malaysia. Seharusnya pemerintah mencari tahu penyebab kenapa nelayan Kepri tersebut mau melaut sejauh itu. “Cobalah (pemerintah) turun ikut melaut dengan nelayan, cari akar masalahanya apa yang menyebabkan mereka melaut sejauh itu,” katanya.
Menurutnya, bukan saatnya lagi menganggap nelayan sebagai kelompok yang susah diatur, karena ini sudah bicara perut dan mata pencaharian. Artinya KJRI dan pemerintah harus sepaham soal UU perlindungan nelayan, semuanya harus aktif lagi, tidak lagi beralasan nelayan nakal, budget tidak ada.
“Bagaimana kalau itu terjadi ke keluarga kita, jadi, cobalah jadikan nelayan kita sebagai keluarga kita sendiri, cobalah cara pikir kita itu seperti seorang negarawan,” pintanya. (***)
Akhirnya Malaysia Pulangkan Nelayan Natuna Korban Diplomasi Perbatasan