- Presiden terpilih Prabowo Subianto beserta wakilnya, Gibran Rakabuming Raka mengucap sumpah sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada Minggu (20/10/24). Tak menunggu lama, malam harinya Prabowo langsung mengumumkan line up para pembantunya di bawah label: Kabinet Merah Putih. Dalam pemerintahan baru ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) jadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan.
- Berbagai kalangan organisasi masyarakat sipil yang fokus dengan isu lingkungan pesimistis dengan format baru dan penunjukkan menteri-menteri dalam Kabinet Merah Putih akan membuat perubahan progresif dan signifikan terhadap kelestarian lingkungan hidup maupun transisi energi terbarukan.
- Linda Rosalina, Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia berpikir serupa. Menurut dia, kabinet Merah Putih akan memberikan beban berat terhadap lingkungan dan sumber daya alam. Pasalnya, Kementerian Lingkungan Hidup hanya sama dengan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH). Posisi KLH seperti turun status, sedangkan posisi kementerian urus investasi makin kuat.
- Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi bilang, di bawah Kabinet Merah Putih ini, meskipun akan ada beberapa inisiatif hijau, tampaknya kebijakan ekonomi pragmatis yang mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam akan lebih mendominasi.
Presiden terpilih Prabowo Subianto beserta wakilnya, Gibran Rakabuming Raka mengucap sumpah sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada Minggu (20/10/24). Tak menunggu lama, malam harinya Prabowo langsung mengumumkan line up para pembantunya di bawah label: Kabinet Merah Putih. Berbagai kalangan organisasi masyarakat sipil pun menyampaikan pandangan mereka.
Dalam pemerintahan Prabowo formasi kabinet jadi super gemuk dengan memecah nomenklatur banyak kementerian, tak terkecuali Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) jadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan.
Pada Selasa (21/10/24), era baru Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mulai dengan serah terima jabatan (sertijab) di Jakarta. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan berganti ke Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup dan Raja Juli Antoni, selaku Menteri Kehutanan. Dua nahkoda baru kementerian yang bermarkas di Manggala Wanabhakti itu menjanjikan beberapa perubahan dalam kerja mereka, antara lain, soal transparansi dan penguatan kebijakan lingkungan hidup.
Raja Juli menyebut, transparansi sebagai protokol penting guna memastikan hutan di Indonesia produktif dan bisa bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat.
“Cara yang patut dilakukan adalah transparansi data. Makin sebuah institusi dapat diaudit, dapat terakses publik, dengan teknologi yang paling mutakhir,” katanya di depan wartawan usai serah terima jabatan di Manggala Wanabhakti, Jakarta.
Sebelumnya, dalam pidato sambutan setelah sertijab, politikus Partai Solidaritas Indonesia ini menyinggung soal sawit dalam kawasan hutan. Dia kebetulan masuk sebagai tim satgas itu. Belum lama ini Kejaksaan Agung menggeledah KLHK dalam kaitan soal kebun sawit dalam kawasan hutan.
Raja menyebut, minim transparansi data jadi salah satu penyebab karut-marut sawit dalam kawasan hutan. Karena itu, dia berjanji membuat sistem yang transparan dan terbuka.
“Buat sistem transparan dan terbuka….Kita bangun Kementerian Kehutanan ini dengan melakukan transformasi digital,” kata Raja.
Raja juga mengatakan, sudah mendapatkan laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan laporan Satuan Tugas Sawit dalam Kawasan Hutan. Laporan-laporan ini dia sebut akan jadi landasan untuk penataan sawit.
“Kita akan mulai data ini untuk penataan sawit. Saya kira data ini akan sangat berpengaruh,” katanya.
Selain itu, dia sebut soal pentingnya menjaga hutan Indonesia untuk kepentingan rakyat dan tanggung jawab global. Namun, satu sisi Indonesia punya program pembangunan dan investasi.
“Ini akan dilakukan dengan transparan. Kedua hal itu tidak mesti saling bertolak belakang, saling bertentangan. Namun akan saling mendukung satu sama lain.”
Dia juga menyatakan kepada jajaran kementerian agar berhati-hati dalam membuat kebijakan yang justru membuat kehancuran hutan dan kerugian masyarakat.
Sementara Hanif Faisol menekankan soal pembenahan lingkungan yang berfokus pada pengendalian. KLH, katanya, akan meletakkan badan-badan di setiap regional untuk pembenahan lingkungan, antara lain mendorong penaatan dan penegakan hukum.
Dua hal ini dia sebut belum berjalan dengan penuh di tingkat kabupaten dan provinsi. “Ini yang membuat kegiatan indeks kualitas lingkungan hidup kita tidak terlalu bagus atau bisa ditingkatkan kemudian hari,” kata Hanif.
Untuk memastikan lingkungan hidup tetap terjaga dalam industri ekstraktif skala besar, Hanif menyebut, sedang proses kebijakan untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Rancangan Peraturan Pemerintah Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sedang proses. Dalam rancangan peraturan yang ini, katanya, setiap industri ekstraktif harus ikut dalam payung regulasi ini.
“Semua harus ikut dalam aturan ini.”
Bagaimana kondisi ke depan?
Berbagai kalangan organisasi masyarakat sipil yang fokus dengan isu lingkungan pesimistis dengan format baru dan penunjukkan menteri-menteri dalam Kabinet Merah Putih akan membuat perubahan progresif dan signifikan terhadap kelestarian lingkungan hidup maupun transisi energi terbarukan.
Hanif Faisol Nurofiq, misal, kendati bukan orang baru dalam bidang lingkungan hidup, namun terdapat sejumlah tantangan yang menanti sang menteri, terutama dalam memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui sektor pertambangan dan industri tidak merusak kelestarian lingkungan.
Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi pesimis dengan penunjukan Hanif Faisol sebagai Menteri Lingkungan Hidup.
“Ini didasari kebijakan ekonomi pemerintah cenderung berfokus pada pemanfaatan sumber daya alam agresif, terutama di sektor pertambangan, dan food estate,” katanya melalui rilis yang diterima Mongabay Senin (21/10/24).
Dalam pidato pelantikan, Prabowo mengonfirmasi Indonesia akan lanjut hilirisasi nikel dan mendorong proyek food estate. Proyek ini, kata Andi, sejalan dengan penggunaan jutaan hektar hutan, mengancam hak asasi masyarakat, dan memperburuk upaya menekan angka pelepasan emisi ke atmosfer.
Adapun Raja Juli, sebagai Menteri Kehutanan pun banyak tantangan dalam upaya perlindungan hutan. Sejak 2023, satu tahun terakhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, hutan alam Indonesia terdeforestasi seluas 1,40 juta hektar, menurut Global Forest Watch.
Padahal mulai 2017, terjadi tren penurunan deforestasi yang berlanjut hingga 2022. Dalam waktu setahun saja, pada 2023, deforestasi kembali meningkat 58,19%. Alih fungsi hutan ini, baik hutan tropis maupun mangrove, menjadi lahan perkebunan sawit, tambang, bahkan food estate, meningkatkan pelepasan emisi karbon sebesar 655 juta ton emisi CO2.
Apalagi, kata Andi, rezim sebelumnya telah mengubah kebijakan forestry and other land use (FOLU) net sink, yakni, menaikkan batas maksimal deforestasi hingga dua kali lipat jadi 10,47 juta hektar. Hal ini, tentu berimplikasi meningkatkan luasan deforestasi hutan Indonesia.
Kondisi ini sejalan dengan kehadiran proyek-proyek besar yang menggunakan kawasan hutan.
Dia tegaskan, proyek-proyek besar seperti perkebunan sawit, pertambangan, bahkan food estate akan mempercepat kerusakan hutan, dan merusak ekosistem yang seharusnya terlindungi.
Linda Rosalina, Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia berpikir serupa. Menurut dia, kabinet Merah Putih akan memberikan beban berat terhadap lingkungan dan sumber daya alam.
Pasalnya, KLH ini hanya sama dengan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH). Posisi KLH seperti turun status, sedangkan posisi kementerian urus investasi makin kuat.
Meski begitu, kata Linda, KLH juga sekaligus BPLH seharusnya bisa mudah implementasi penajaman fungsi dan tugas kementerian. KLH sekaligus BPLH memiliki otoritas membuat regulasi bisa langsung berkoordinasi dengan kelembagaan untuk implementasi kebijakan.
KLH/BPLH tetap dapat menggunakan Undang-undang (UU) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan regulasi lain dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Tugas perlindungan bisa jalan dengan baik, katanya, dengan catatan pemimpin kelembagaan ini harus memiliki keberanian, integritas, dan kemampuan konsolidasi dalam penegakan hukum hingga tidak seperti pemadam kebakaran.
Sayangnya, kata Linda, anggota kabinet Prabowo-Gibran ini memiliki relasi dan pengalaman eksploitasi sumber daya alam, serta minus perlindungan terhadap lingkungan. Dia sebutkan, di antara anggota kabinet, ada sejumlah nama yang bisa dibilang orang dekat crazy rich Kalimantan, Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam.
Antara lain, Andi Amran Sulaiman, selaku Menteri Pertanian, adalah sepupu Isam. Sebelumnya Amran menjabat di posisi yang sama dalam Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla periode 2014–2019.
Ada juga Dudy Purwagandhi, CEO Jhonlin Air Transport, juga Prabowo jadikan Menteri Perhubungan. Dudy miliki perusahaan yang berfokus pada penerbangan regional di Kalimantan Selatan dan milik Isam.
Lalu, Sulaiman Umar sebagai Wakil Menteri Kehutanan. Dia menikah dengan adik Isam, Nor Andi Arina Wati Arsyad. Masa kampanye Pilpres 2024, dia menjabat sebagai Ketua Tim Pemenangan Daerah Prabowo-Gibran di Kalsel.
Dody Hanggodo sebagai Menteri Pekerjaan Umum tercatat sebagai komisaris PT Senabangun Anekapertiwi dalam laporan keuangan 2020.
Senabangun merger dengan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) pada 2022, yang kini dikendalikan PT Araya Agro Lestari dan PT Citra Agro Lestari dengan masing-masing kepemilikan 38,44% dan 38,25%.
Citra Agro Raya Lestari dan Araya Agro Lestari milik anak Isam, Jhony Saputra dan Liana Saputri, juga komisaris utama PGUN.
Isam adalah konglomerat yang mendapat mandat jalankan proyek food estate cetak sawah di Merauke, Papua Selatan.
Menurut Linda, kemungkinan terjadi ekspansi konsesi industri ekstraktif lebih luas dengan dalil pemenuhan pangan nasional di kabinet Prabowo-Gibran ini. Dia bilang, semua pihak perlu mengingatkan kepada pemerintahan baru soal komitmen-komitmen internasional terkait perlindungan lingkungan.
“Kita harus sering mengingatkan kepada pemerintahan yang baru terkait pentingnya pembangunan berkelanjutan yang ramah terhadap hak asasi manusia dan lingkungan,” katanya kepada Mongabay.
Sinyal lain kekhawatiran lingkungan, kata Andi, dengan penunjukan menteri-menteri yang sebelumnya menelurkan kebijakan mengkhawatirkan.
Andi sebut, Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Zulkifli Hasan selaku Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, dan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).
Mereka ada yang jadi arsitek utama kebijakan hilirisasi nikel, pelepasan kawasan hutan, serta memuluskan ekspor pasir laut yang sudah terlarang selama 20 tahun.
Menurut Andi, Bahlil dan pemerintah sebelumnya sudah menunjukkan ambisi kuat dalam mempercepat hilirisasi, khusus menghadapi persaingan global untuk memenuhi kebutuhan industri baterai kendaraan listrik.
Sayangnya, kata Andi, kebijakan ini jalan minim mempertimbangkan dampak ekologis. Untuk itu, eksploitasi besar-besaran terhadap cadangan mineral Indonesia, seperti nikel, kobalt, dan lain-lain, akan terus berlanjut.
“Akibatnya, tantangan lingkungan, mulai dari degradasi hutan dan lahan, polusi, hingga hilangnya keanekaragaman hayati, bakal sulit teratasi.”
Andi bilang, di bawah Kabinet Merah Putih ini, meskipun akan ada beberapa inisiatif hijau, tampaknya kebijakan ekonomi pragmatis yang mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam akan lebih mendominasi.
“Dengan hilirisasi yang jadi motor ekonomi, isu lingkungan kemungkinan besar hanya akan ditangani sebagai masalah teknis yang memerlukan mitigasi minimal, bukan prioritas mendesak.”
Khalisah Khalid, Ketua Kelompok Kerja Politik Greenpeace Indonesia juga menilai, persoalan lingkungan dan krisis iklim, kebohongan hijau, pembatasan ruang demokrasi, serta perlindungan HAM berisiko terus terjadi di era pemerintahan ini.
Selain mengusung jargon ‘keberlanjutan’ era Jokowi, kata Alin, sapaan akrabnya, Prabowo-Gibran bakal meneruskan watak pembangunan eksploitatif dengan ‘mantra’ pertumbuhan ekonomi 8%.
“Ini terlihat, misal, dari visi-misi Prabowo-Gibran menambah lahan food estate hingga 4 juta hektar dan lanjut hilirisasi nikel yang sejauh ini terbukti merusak lingkungan dan merugikan masyarakat lokal,” katanya Khalid melalui siaran pers yang diterima Mongabay.
Dia sama juga menyoroti Bahlil, yang diberitakan terlibat kisruh pencabutan izin pertambangan saat masih menjabat sebagai Menteri Investasi, kembali jadi Menteri ESDM.
Zulkifli Hasan, saat menjabat Menteri Kehutanan melepaskan kawasan hutan untuk korporasi pada skala terluas dalam sejarah Indonesia, kini jadi Menko Pangan yang akan mengurus food estate.
Saat jadi Menteri Perdagangan, Zulkifli juga menerbitkan aturan yang memuluskan ekspor pasir laut, bersama Sakti Wahyu.
Ada juga sejumlah nama lain anggota kabinet Prabowo yang ditengarai memiliki konflik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam. Meski tak bisa banyak berharap, katanya, sebagai masyarakat sipil kita perlu terus mengawasi pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Kita perlu terus bersuara agar mereka menghentikan watak pembangunan ekstraktif yang merusak lingkungan hidup, melanggar HAM, dan merugikan masyarakat,” katanya.
Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional juga berpandangan tak jauh beda. Dia bilang, susunan kabinet Prabowo-Gibran sangat jelas mengarah ke percepatan investasi. Dalam pidato Prabowo setelah pelantikan pun mengatakan ketahanan pangan jadi program prioritas.
Tambah lagi, kata Uli, Prabowo bikin Kementerian Koordinator Bidang Pangan yang khusus menjalankan prioritas ketahanan pangan dalam bentuk pertanian skala besar, seperti food estate. Padahal, katanya, food estate hanya jalan sesat menjawab kebutuhan pangan Indonesia.
“Yang kita butuhkan hari ini kedaulatan pangan, bukan ketahanan pangan. Food estate jalan yang sesat untuk menjawab kebutuhan pangan kita hari ini,” katanya.
Seharusnya, kata Uli, pemerintah, menggunakan logika kedaulatan pangan dengan memperkuat masyarakat yang menjadi petani untuk menghasilkan pangan mereka sendiri di setiap wilayah. Kalau ketahanan pangan, katanya, petani yang jadi produsen pangan justru akan tergantikan korporasi yang eksploitatif.
Dia tekankan, kedaulatan pangan jadi jalan di tengah ancaman krisis pangan. Dia contohkan, orang asli Papua makanan pokok sagu dan ubi-ubian yang tersedia di hutan dan kebun maupun hutan sagu. Jadi, jangan membongkar lumbung pangan orang Papua untuk food estate jadi padi.
Uli tegaskan, ambisi swasembada pangan Prabowo ini akan membunuh pangan-pangan lokal di daerah, termasuk Papua.
Ketahanan pangan melalui food estate akan menyeragamkan pangan, dan menghilangkan jenis-jenis pangan lokal.
“Ketika suatu saat pangan sudah seragam, kita akan mengalami kerentanan jika beras tidak lagi bisa diproduksi.”
Dia mengkritik tidak ada kementerian sekelas koordinator yang mengurus soal krisis iklim di kabinet Prabowo-Gibran, padahal persoalan ini jadi isu paling penting dunia.
Krisis iklim ini, seharusnya jadi isu yang terakomodir dalam kementerian koordinator dalam Kabinet Merah Putih sebagai dasar kementerian sektoral dalam bekerja.
Indonesia tidak bisa mengatasi krisis iklim sertadan aksi-aksi adaptasi kalau yang jadi utama investasi berbasis lahan skala besar, atau investasi fosil. Lingkungan, katanya, hanya menjadi isu tempelan dalam kabinet presiden kedelapan ini.
“Pemerintahan Indonesia yang baru ini tidak memikirkan nasib lingkungan selanjutnya dan bagaimana masyarakat bisa selamat dari krisis iklim,” kata Uli.
Kalau Pemerintahan Prabowo tidak bisa menahan laju dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, maka warga susah hidup lebih baik 20 tahun ke depan. Bahkan, krisis iklim dan dampaknya lebih parah.
Sisi lain, kepentingan investasi berbasis lahan skala besar tidak mungkin sejalan dengan perluasan pengakuan hak masyarakat adat dan komunitas lokal. Kalau pemerintah baru ini tetap jalankan pembangunan berbasis investasi lahan skala besar, katanya, masyarakat adat dan komunitas lokal akan terpinggirkan.
“Petani akan tercerabut dari identitasnya sebagai petani yang mengolah lahan. Begitupun dengan nelayan, serta masyarakat adat dan komunitas lokal.”
Sebaliknya, jika pemerintah memiliki komitmen membangun kualitas hidup, maka perlu memberikan hak seluas-luasnya kepada petani, nelayan, dan masyarakat adat serta komunitas lokal untuk mendapatkan ruang hidup layak.
“Sayangnya, komitmen itu tidak muncul dalam kalimat yang dilontarkan Presiden Prabowo pada pidato pertamanya.”
******
Cetak Sawah Merauke, Klaim Hadapi Krisis Pangan Malah Ancam Sistem Pangan Lokal