- Tim peneliti dari Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Penelitian Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Perkumpulan Speleologi Indonesia, dan Gema Belantara Spesies Obscura Depok, menemukan spesies ikan baru. Namanya, wader buta gua klapanunggal atau Barbodes klapanunggalensis.
- Ikan tanpa mata ini ditemukan di gua bawah tanah Cisodong 1, kawasan karst Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
- Hilangnya mata pada ikan ini merupakan konsekuensi hidup di gua yang gelap total. Namun, hilangnya fungsi penglihatan digantikan dengan meningkatnya fungsi lain seperti perasa dan peraba.
- Spesies ini memiliki peran penting dalam lanskap ekosistem karst, dan bisa menjadi pengingat jika terjadi perubahan lingkungan karst, yang penting bagi makhluk hidup termasuk manusia.
Tim peneliti dari Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Penelitian Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Perkumpulan Speleologi Indonesia, dan Gema Belantara Spesies Obscura Depok, menemukan spesies ikan baru. Namanya, wader buta gua klapanunggal atau Barbodes klapanunggalensis.
Sebagaimana namanya, ikan yang masuk Genus Barbodes ini ditemukan di gua bawah tanah Cisodong 1, yang masuk bentang alam karst Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Spesies ini unik di antara kerabatnya karena sama sekali tidak memiliki mata. Sisa matanya ditandai cekungan orbital yang sepenuhnya tertutup kulit dan tanpa tepi orbital,” tulis Wibowo dan kolega [2025], dalam paper penelitian mereka di jurnal ZooKeys, Senin [24/2/2025].
Baca: Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui

Dibandingkan spesies lain dalam genusnya, Barbodes klapanunggalensis memiliki sirip lebih panjang, ujungnya tumpang tindih, dan ada sisik kecil di pangkal sirip perut.
Selain itu, ikan ini memiliki kombinasi ciri unik, termasuk ukuran kepala dan sirip, tubuh tanpa pigmen, serta sirip bening dengan tulang sirip berwarna krem muda hingga kecokelatan.
Kombinasi karakter ini tidak ditemukan pada spesies lain dalam genus tersebut, sehingga menegaskan statusnya sebagai spesies baru yang berbeda dari kerabatnya.
“Seperti yang tercermin dari ciri-ciri troglomorfiknya yang tinggi, spesies baru ini beradaptasi keras dengan habitat gua.”
Ada dua spesimen yang berhasil dikumpulkan para peneliti di dua kolam kecil berdekatan di dalam gua vertikal. Kolam tersebut memiliki air jernih, dasar tanah liat, dan terletak 27 meter di bawah pintu masuk. Airnya berasal dari rembesan air tanah.
“Ikan di kolam tetap diam di air yang tenang, tetapi mulai aktif ketika air terganggu,” jelas laporan tersebut.
Baca: Penampakan Udang Purba yang Bertahan di Gelapnya Gua

Uniknya, selain menemukan ikan tersebut, pada kunjungan pertama [Agustus 2020], tim peneliti juga melihat dua individu krustasea Stenasellus javanicus, yang merupakan spesies udang purba yang juga tidak memiliki mata.
Cahyo Rahmadi, yang merupakan tim peneliti menjelaskan, secara biologis, organ tubuh akan mengalami penyusutan [rudimenter] jika terus-menerus tidak digunakan. Termasuk mata, karena kondisi lingkungan gua yang gelap total. Fungsi mata tidak ada, sehingga mengalami penyusutan organ dan struktur yang menopang keberadaan mata.
“Konsekuensi hidup di dunia gelap total salah satunya adalah hilangnya fungsi penglihatan dan digantikan fungsi lain seperti perasa dan peraba,” terangnya, kepada Mongabay Indonesia, Rabu [26/2/2025].
Beberapa indra perasa ini berkembang lebih baik, seperti semakin banyaknya bulu halus yang berfungsi sebagi reseptor atau antena.
“Pada ikan gua ini, mata mengecil bahkan hilang dan digantikan organ lain, salah satunya “kumis” yang lebih panjang dibandingkan yang di permukaan gua. Serta sirip memanjang, yang lebih panjang dari kerabatnya di permukaan,” katanya.
Baca: Riset: Udang dan Cacing yang Pertama Pulih Setelah Kepunahan Massal Periode Permian

Ikan wader di ekosistem karst
Mengutip situs resmi Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada, kawasan karst, yang mencakup 12 persen permukaan bumi, terbentuk melalui pelarutan batuan kapur dan dolomit oleh air.
Awalnya, istilah “karst” merujuk pada wilayah batu kapur di perbatasan Slovenia dan Italia, namun kini digunakan secara luas untuk menggambarkan bentang alam dan hidrologi unik yang berkembang pada batuan larut.
Karakteristik utamanya adalah pergerakan air bawah tanah melalui saluran yang membesar akibat pelarutan. Seiring waktu, membentuk gua-gua yang dapat dijelajahi.
Kawasan karst memiliki nilai ekologis signifikan. Sumber daya air tanahnya sangat penting, memasok sekitar 15 persen penduduk dunia dan menyimpan air bagi 25 persen populasi dunia.
Selain itu, karst juga menyediakan jasa ekosistem seperti penyerapan karbon. Kawasan ini merupakan habitat keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk spesies langka dan endemik, serta menjadi daya tarik wisata dan situs penelitian ilmiah.
Baca: Ikan, Kepiting dan Udang Buta Penghuni Karst Maros

Menurut Cahyo, penemuan spesies baru ini tidak ada fungsi langsung bagi manusia. Namun bagi lingkungan, mereka bagian menyangga keseimbangan ekosistem gua.
“Mereka bisa menjadi alarm jika terjadi perubahan lingkungan karst, karena habitatnya yang sangat spesifik yaitu air di kolam hasil proses infiltrasi dalam satu kesatuan hidrologi karst.”
Meskipun Barbodes klapanunggalensis baru ditemukan di satu gua, ada kemungkinan spesies ini hadir di gua-gua terdekat, mengingat adanya jaringan anak sungai yang saling berhubungan membentuk sistem sungai bawah tanah.
“Populasinya saat ditemukan tidak lebih dari 50 individu. Akan tetapi, jumlah kecil ini akan meningkatkan kerentanan terhadap ancaman kepunahan di masa mendatang,” ujarnya.
Baca juga: Gua Mololo, Resin dan Jejak Migrasi Manusia Purba di Papua

Lingkungan ikan terancam
Karst Klapanunggal merupakan bagian dari Kawasan Bentang Alam Karst Bogor yang dilindungi Pemerintah Indonesia.
Kawasan Bentang Alam Karst [KBAK] Bogor terbagi tiga zona, yakni Zona Klapanunggal [663,65 hektar], Zona Ciampea [106,24 hektar], dan Zona Cigudeg [3,66 hektar].
Menurut Cahyo, Karst Klapanunggal merupakan kawasan yang memiliki tekanan lingkungan tinggi karena aktivitas pertambangan, yang tentu akan berdampak pada keseluruhan proses hidrologi di wilayah tersebut.
“Aktivitas ini menjadi ancaman yang perlu mendapatkan perhatian, karena selain dapat mengancam ikan gua, juga pada masyarakat yang bergantung pada ketersediaan air bersih.”
Para peneliti yaitu Kunto Wibowo, M. Iqbal Willyanto, Anik Budhi Dharmayanthi, Cahyo Rahmadi, dan Daniel Natanael Lumbantobing, menegaskan bahwa Barbodes klapanunggalensis, memenuhi kriteria spesies terancam. Ini terlihat dari distribusinya yang terbatas, memiliki habitat khas, populasi kecil, dan tingkat potensi ancaman tinggi.
Sebagai perbandingan, kerabatnya B. microps, yang juga dikenal sebagai spesies gua, meskipun matanya tidak sepenuhnya mengecil dibandingkan dengan B. klapanunggalensis sp. nov., termasuk dalam kategori Rentan dalam Daftar Merah IUCN dan sebagai “spesies yang dilindungi” berdasarkan peraturan Pemerintah Indonesia.
“Jelas, penilaian lebih lanjut mengenai status B. klapanunggalensis berdasarkan kriteria Daftar Merah IUCN. Untuk itu, diperlukan strategi konservasi spesies dan habitat agar perlindungannya tepat,” jelas Wibowo dan kolega.
Referensi:
Wibowo, K., Willyanto, M. I., Dharmayanthi, A. B., Rahmadi, C., & Lumbantobing, D. N. (2025). Barbodes klapanunggalensis, a new species of blind subterranean fish (Cypriniformes, Cyprinidae) from Klapanunggal karst area, West Java, Indonesia, with notes on its conservation. ZooKeys, 1229, 43–59. https://zookeys.pensoft.net/article/135950/element/7/0/Barbodes/
Opini : Karst, Habitat Biota Dengan Fungsi Ekologis Penting Yang Harus Dilindungi