- TNI Angkatan Laut berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 27 satwa ke luar negeri di jalur laut Selat Malaka, Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara, Minggu (2/3/25). Dari puluhan satwa itu terdapat satwa liar dilindungi.
- Laksma TNI I Made Wira Hady, Kepala Dinas Penerangan Angkatan laut, menyebut, pihaknya masih mengembangkan kasus ini. Termasuk untuk membongkar keterlibatan pelaku lain.
- Alfianto Siregar, Kepala Satuan Kerja Wilayah (SKW) III Kisaran, Balai besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, mengatakan, penyelundupan itu diamankan sekitar 24 mil bagian utara garis pantai pesisir Tanjung Balai. Jenis satwanya owa siamang, owa jawa, owa ungko, kuskus, dan musang.
- Marison Guciano, Direktur Eksekutif FLIGHT, menyebut, satwa liar merupakan aset bangsa dan negara. Upaya penyelundupan ke luar negeri menunjukkan semua pihak belum mampu menjaga aset berharga Indonesia.
TNI Angkatan Laut berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 27 satwa ke luar negeri di jalur laut Selat Malaka, Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara, Minggu (2/3/25). Dari puluhan satwa itu terdapat satwa liar dilindungi.
Kejadian ini bermula saat Pasukan TNI AL melakukan patroli laut menggunakan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Karotang-872 di sekitar perairan Selat Malaka. Selanjutnya, mereka melakukan pemeriksaan terhadap kapal mencurigakan yang melintas.
Di dalamnya, terdapat puluhan satwa yang ditempatkan di kandang-kandang sempit tidak layak. Kapal motor tanpa nama ini, beserta dengan semua muatannya, diserahkan ke Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Tanjung Balai Asahan.
Laksma TNI I Made Wira Hady, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut, menyebut, pihaknya masih mengembangkan kasus ini. Termasuk untuk membongkar keterlibatan pelaku lain.
“Masih dalam proses penyidikan lebih lanjut. Nantinya para pelaku akan diserahkan kepada kepolisian untuk proses hukumnya,” katanya ketika dikonfirmasi Mongabay, Rabu (5/3/2025). Nama para pelaku pun belum bisa disebar karena masih dalam penyelidikan.
Alfianto Siregar, Kepala Satuan Kerja Wilayah (SKW) III Kisaran, Balai besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, mengatakan, penyelundupan itu diamankan sekitar 24 mil bagian utara garis pantai pesisir Tanjung Balai. Jenis satwanya owa siamang, owa jawa, owa ungko, kuskus, dan musang.
Kondisi satwa, lanjutnya, begitu mengkhawatirkan. Beberapa bahkan mati. Rinciannya, 19 individu diselamatkan dalam kondisi hidup, 8 mati. Yang mati di antaranya ada 5 owa siamang, dengan 1 di antaranya mati setelah coba diselamatkan dalam kondisi kritis, 1 owa jawa, dan 2 musang.
Sedangkan yang selamat berupa 7 owa siamang, 2 owa jawa, 1 owa ungko, 7 kuskus, dan 2 musang.
“Selain musang, seluruh satwa satwa yang berhasil diamankan dari upaya penyelundupan itu, berstatus dilindungi undang-undang di Indonesia. Jenis paling banyak yang akan diselundupkan adalah owa siamang berjumlah 12 individu.”
Satwa-satwa yang dilindungi itu merupakan endemik dari pulau-pulau di Indonesia. Owa jawa, dari Pulau Jawa, siamang dari Sumatera dan kuskus dari Sulawesi.
Alfianto bilang, semua satwa dilindungi itu berusia muda. Kematian beberapa hewan itu disebabkan penempatannya di kandang yang tidak layak dan sempit, serta pengangkutan yang berjarak jauh. Yang masih hidup diberikan makanan bergizi seperti buah dan susu.
Menurutnya, kapal yang membawa satwa ini terindikasi datang dari wilayah timur, lalu mengambil jalur ke barat, menuju Malaysia, untuk kemudian diperdagangkan ilegal di sana.
Satwa yang berhasil diselamatkan tersebut saat ini dirawat titip di dua lembaga konservasi. Jenis primata, 7 owa siamang, 2 owa jawa, dan 1 owa ungko dirawat di Sumatran Rescue Alliance (SRA) di Langkat. Sementara 7 kuskus dan dua musang dititip rawat di Taman Hewan Pematang Siantar (THPS).

Jalur penyelundupan
Alfianto menyebut, jaringan internasional menggunakan dua jalur penyelundupan satwa. Lewat karantina Bea Cukai, dan pelabuhan.
Modusnya, menyembunyikan barang selundupan, dan bagian potongan tubuh diselipkan di antara produk-produk pertanian, serta pangan. Untuk menghindari petugas, pelaku menyamarkannya dengan produk-produk yang dikirim ke luar negeri.
Untuk jalur ilegal, pelaku biasanya menggunakan pelabuhan-pelabuhan kecil. Banyak ditemukan dari Tanjung Balai, Kabupaten Batubara, hingga ke Kabupaten Langkat, perbatasan dengan Aceh. banyak jalur tikus di lokasi ini yang dimanfaatkan pelaku penyelundupan satwa maupun bagian potongan tubuh satwa.
Untuk pencegahan, biasanya dilakukan patroli dengan karantina Bea Cukai, hingga petugas pelabuhan. Juga, dengan aparat kepolisian Polairud, TNI AL, dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP.
“Patroli penjagaan kawasan. Mengendus para pelaku jaringan perdagangan satwa liar di tingkat tapak juga semakin kami tingkatkan bahkan menangkap mereka. Itu penting dilakukan supaya ada efek jera baginya untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi,” terang Alfianto.
Marison Guciano, Direktur Eksekutif FLIGHT, menyebut, satwa liar merupakan aset bangsa dan negara. Upaya penyelundupan ke luar negeri menunjukkan semua pihak belum mampu menjaga aset berharga Indonesia.
Dalam kasus ini, dia melihat adanya upaya pelaku perdagangan ilegal mengubah rute penyelundupan. Dari info yang dia dapat, rute penyelundupan utawa satwa liar dari Lhokseumawe dan Aceh Tamiang menuju Thailand sedang terganggu karena meningkatnya pengawasan petugas di jalur tersebut.
Oleh karena itu para pedagang memanfaatkan rute Tanjung Balai Asahan ke Malaysia yang dinilai lebih aman. Di Malaysia, lanjutnya, satwa-satwa tersebut akan menuju Port Klang. Dari sana, akan diselundupkan lagi ke negara lain seperti Timur Tengah, India, Mesir, Tiongkok, hingga Taiwan.
Ada juga kemungkinan satwa-satwa tersebut ditransitkan lebih dulu ke Thailand sebelum dikirim ke negara-negara tujuan. Malaysia dan Thailand merupakan tempat transit umum penyelundupan satwa liar.
“Jadi Indonesia, Malaysia dan Thailand adalah segitiga emas dalam rantai perdagangan ilegal satwa liar internasional,” terangnya kepada Mongabay.
Jalur laut melalui Selat Malaka merupakan rute utama dan paling memungkinkan bagi upaya penyelundupan satwa liar dari Indonesia ke negara tetangga. Menurutnya, pelabuhan tikus di pesisir Sumatera Utara, Riau dan Aceh, menjadi pintu keluar utama tindakan kriminal ini.
Marison bilang, para pelaku biasanya memindahkan barang secara ship to ship, atau dari perahu ke perahu, di tengah lautan di Selat Malaka.
Penjual, pembeli, dan pemilik kapal menjadi aktor penting dalam penyelundupan. Pemilik kapal seringkali tidak hanya jadi kurir, tetapi juga makelar atau penghubung yang menjadi jembatan komunikasi antara pembeli dan penjual.
“Di kedua negara. Jaringan penyelundupan satwa liar lintas negara ini sudah saling terkoneksi dan bekerja sangat rapi.”
Jalur laut digunakan karena pengawasannya lebih longgar dibanding jalur udara menggunakan pesawat. Waktu tempuh jalur ini juga cukup singkat, dari Tanjung Balai Asahan ke Port Klang di Malaysia, misalnya, cuma butuh 3-4 jam.
Jika mereka bertemu di laut, maka cuma butuh sekitar 1,5-2 jam bagi para pedagang ilegal untuk memindahkan barang dari satu perahu ke perahu lainnya.

Satwa sasaran penyelundupan
Untuk satwa hidup, yang sering jadi sasaran penyelundupan adalah jenis primata, seperti orangutan dan siamang. Umumnya, satwa-satwa ini jadi peliharaan. Jenis satwa selundupkan biasa merupakan permintaan dari pembeli di Thailand dan Malaysia.
Para pembeli menghubungi pedagang di Indonesia untuk memesan berbagai jenis satwa liar. Mereka biasanya memberikan uang muka hingga 50 persen dari harga satwa yang disepakati.
Sementara untuk bagian tubuh satwa liar, seperti sisik trenggiling, negara tujuan utama adalah China.
Marison bilang, perdagangan ilegal satwa liar menjanjikan keuntungan yang berlipat. Harga 1 individu orangutan di pasar gelap di Timur Tengah, misalnya, bisa mencapai Rp1 miliar. Sementara pedagang lokal di Aceh membeli orangutan dari pemburu dengan harga berkisar Rp3-5 juta.
Keuntungan ini terbagi-bagi dalam rantai perdagangan ilegal satwa liar internasional yang cukup panjang, termasuk kurir, pedagang lokal di Indonesia, dan pedagang di negara transit.
Perdagangan satwa liar ini, lanjutnya, tidak lepas dari oknum aparat yang dalam beberapa kasus ditemuinya menjadi backing sampai pedagang.
“Oknum aparat yang diketahui terlibat dalam perdagangan ilegal satwa liar seharusnya diberi hukuman yang berat. Pemerintah jangan ragu,” tutupnya.

*****