- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merespons aktivitas pencurian ikan (illegal fishing) oleh Kapal Ikan Asing (KIA) di perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). Dua KIA asal Vietnam yang beroperasi sejak Februari pun mereka amankan.
- Kedua KIA beroperasi dengan alat tangkap terlarang, pair trawl. Terdapat kurang lebih 4.500 kilogram muatan ikan campur serta 30 orang ABK berkewarganegaraan Vietnam yang menjadi ABK. Total potensi kerugian mencapai Rp152,8 Miliar.
- Imam Prakoso, peneliti IOJI sebut, ada dua spot yang biasa jadi pintu masuk illegal fishing kapal Vietnam. Yakni, melalui perairan Vietnam langsung dan melalui perairan Malaysia Barat. Dia mendorong KKP tingkatkan patroli untuk tekan aktivitas illegal fishing disana.
- Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono katakan, kendati alami efisiensi anggaran, ia pastikan kegiatan pengawasan tidak kendor. Hal ini dilakukan dengan memperkuat kerja sama antar aparat penegak hukum di laut, pemanfaatkan teknologi dan pelibatan masyarakat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merespons aktivitas pencurian ikan (illegal fishing) oleh Kapal Ikan Asing (KIA) di perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). Dua KIA asal Vietnam yang beroperasi sejak Februari pun mereka amankan.
Penangkapan berlangsung 14 April 2025. Sebelumnya nelayan sudah melaporkan kejadian ini sejak akhir Maret. Pada 18 April, KKP sebut penangkapan itu bagian operasi terpadu bersama Bakamla Patma Yudhistira/2025.
Pung Nugroho Saksono, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) mengatakan, dua KIA dengan nomor lambung 936 TS (135 GT) dan 5762 TS (150 GT) terdeteksi oleh Kapal Pengawas ORCA 03 di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPPNRI) 711 Laut Natuna Utara Senin (14/4/25).
Kapal itu berada tepatnya di koordinat, 04° 03,001 N – 104° 46,941 E dan 04° 02,971 N – 104° 45,748 E. Saat itu, kedua kapal menangkap ikan secara ilegal dengan alat tangkap pair trawl. Penggunaan alat ini jelas merusak ekosistem laut karena menangkap semua jenis ikan dan menyapu karang di dasar laut.
“Alat tangkap ini sangat dilarang karena dampak kerusakannya luar biasa, ikan-ikan kecil ikut terjaring yang menyebabkan sumber daya ikan habis dan merusak ekologi,” kata Pung.
Sebelum tertangkap, kedua KIA berusaha kabur. Kapal patroli Orca 03 lantas menurunkan satu Rigid Inflatable Boat (RIB) hingga kedua kapal berhasil mereka lumpuhkan.
Hasil pemeriksaan kedua kapal, terdapat sekitar 4.500 kilogram muatan ikan campur serta 30 ABK berkewarganegaraan Vietnam. Total potensi kerugian mencapai Rp152,8 miliar.
“Nilai tersebut dihitung dari hasil tangkapan ikan, potensi kerusakan ekosistem laut serta valuasi penggunaan alat tangkap ilegal pair trawl,” katanya.
Menurut dia, kedua KIA melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1), dan Pasal 85 jo Pasal 9 ayat (1), jo Pasal 102 Undang-undang Nomor 31/2004 tentang Perikanan.

Intensifkan patroli
Nelayan Natuna dan Anambas meminta patroli harus lebih masif dan terukur. Karena selama ini, perairan di sana acapkali menjadi sasaran penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal asing.
Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna mendorong KKP melibatkan nelayan agar pemantauan berjalan efektif. “Kalau nelayan dilibatkan, kita pasti arahkan patroli di daerah yang banyak illegal fishing-nya, mungkin bisa puluhan kapal ikan asing Vietnam yang ditangkap.”
Dia berharap, patroli KKP tidak hanya sporadis, tetapi lebih komtinyu.
Dedy Syahputra, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Anambas katakan, patroli perlu intensitas untuk memberantas illegal fishing di Natuna. “Sebenarnya, kita tidak terlalu bahagia dengan penangkapan ini, karena memang tanpa adanya patroli yang intens di laut Natuna Utara, KIA tidak akan berkurang.”
Mustafa nelayan yang menginformasikan KIA Vietnam menduga, dua KIA yang tertangkap KKP berbeda dengan yang dia laporkan. Dua KIA Vietnam yang dia pantau banyak beroperasi di perairan Barat Anambas, yang tertangkap KKP berada Malaysia Barat.
“Itu bukan posisi yang saya kasih,” ujar Mustafa.
Dia berharap, KKP tak berpuas diri dan meningkatkan patroli di laut.
Imam Prakoso, peneliti senior Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengatakan, kendati pun lokasi penangkapan berbeda dengan laporan nelayan, sangat mungkin kapal lari ke perbatasan Malaysia hingga baru berhasil ditangkap di perairan itu. “Memang beda, tapi bisa jadi kapal-kapal itu dikejar hingga ke perbatasan Malaysia,” katanya.
Dia tambahkan, kapal patroli aparat Indonesia harus lebih masif dan punya strategi jitu untuk menekan illegal fishing di Natuna.

Pintu masuk
Ada dua jalur yang selama ini jadi pintu masuk illegal fishing asal Vietnam. Pertama, direct acces melalui melalui perairan Vietnam, dari arah utara. Kedua, melalui perbatasan Malaysia dari barat.
Selama ini, penangkapan banyak melalui jalur masuk dari Malaysia karena jarak lebih dekat dengan pangkalan di Batam. Hingga kapal patroli mudah melakukan pengejaran.
“Daripada mengejar kapal-kapal Vietnam yang melalui jalur keluar masuk ke arah utara, dengan jarak lebih jauh dan harus berhadapan dengan kapal-kapal pengawas perikanan Vietnam yang sering rentan menimbulkan konflik,” katanya.
Dia menyarankan, KKP masif berpatroli pada momen-momen potensial illegal fishing, yakni, pada April dan Mei. Itupun, katanya, perlu melibatkan berbagai unsur, seperti TNI dan Bakamla. “Tangkap paling tidak 10-20 kapal ikan Vietnam, pasti bisa. Asalkan masing-masing intansi menghilangkan ego sektoralnya.”
Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan, memastikan, kendati alami efisiensi anggaran, pengawasan tidak akan kendor. Hal ini mereka lakukan dengan memperkuat kerja sama antar aparat penegak hukum di laut, pemanfaatan teknologi, serta meningkatkan peran serta masyarakat.
*****