Bagaimana Tata Kelola Hutan Harusnya Dilakukan?

Tata kelola hutan dan lahan mengacu pada proses, mekanisme, aturan dan lembaga untuk memutuskan bagaimana lahan dan hutan yang dikelola. Mekanisme tata kelola dapat bersifat top-down, hukum formal, kebijakan, atau program pemerintah untuk mengatur pemanfaatan lahan dan hutan, atau sebaliknya bottom-up, seperti yang dilakukan oleh masyarakat atau skema pemantauan informal yang menentukan bagaimana hutan, tanah dan sumber daya alam dimanfaatkan.

Pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses ini adalah pemerintah, masyarakat lokal, adat (adat) kelompok, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta.

Sistem tata kelola hutan dan lahan di Indonesia saat ini mengalokasikan berbagai tanggung jawab kabupaten, provinsi dan pemerintah nasional untuk aspek perencanaan tata ruang, konsesi lahan (misalnya untuk kegiatan penebangan dan pertambangan, dan kelapa sawit dan hutan tanaman), perlindungan lingkungan, dan anggaran untuk pengelolaan lingkungan.

Kelemahan tata kelola hutan dalam banyak kasus adalah penegakan hukum yang lemah, termasuk terjadinya tumpang tindih atau ketidakjelasan aturan yang ada, kemampuan teknis dan peta yang akurat, kepemilikan lahan yang tidak jelas, kurangnya transparansi dan partisipasi publik dan korupsi.

Aspek yang harus diperbaiki dalam mendukung tata kelola hutan yang baik mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

Perencanaan Tata Ruang

Perencanaan tata ruang melibatkan mengalokasikan lahan Indonesia menjadi wilayah yang ditetapkan untuk perlindungan dan untuk pembangunan. Sebagai contoh keputusan lahan mana yang akan digunakan untuk perkebunan sawit atau lahan mana yang akan menjadi hutan tanaman harus didasarkan pada alokasi tersebut. Pendekatan ini merupakan dasar tata kelola lahan dan hutan untuk memastikan kegiatan penggunaan lahan sesuai dan terdapat integrasi antara kegiatan pemanfaatan lahan yang berbeda.

Kerangka hukum untuk perencanaan tata ruang mencakup persyaratan hukum untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan tata ruang masyarakat, serta integrasi lahan masyarakat dalam perencanaan. Persoalannya, tidak ada pedoman yang jelas tentang bagaimana untuk melakukan hal ini, yang sering mendorong pemerintah kabupaten terus mengalokasikan lahan kepada pihak konsesi. Selain itu permasalahan penyediaan peta yang detail menimbulkan sengketa antara pihak perusahaan dengan masyarakat lokal.

Perizinan dan Sistem Perizinan

Sistem perizinan dilakukan guna memastikan bahwa kegiatan yang berlangsung di hutan sesuai dengan lahan yang ditunjuk melalui rencana tata ruang, dan mematuhi undang-undang lingkungan, peraturan dan kewajiban. Lisensi dan izin mengatur operasi untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat lokal, dan menghasilkan pendapatan untuk kegiatan pemerintah.

Sistem perizinan di Indonesia identik dengan lambatnya birokrasi, mahal dan memakan waktu. Berdasarkan penelitian, karena sulitnya memperolah izin dan lisensi, sangat sedikit perusahaan yang beroperasi di hutan dan lahan di Indonesia memiliki seluruh izin lisensi yang sesuai. Akibatnya kerugian berada pada sisi penerimaan pajak negara dan operasi industri.

Seringkali dua atau lebih lisensi konsesi tumpang tindih dilokasi lahan yang sama karena peta yang tidak akurat. Kurangnya koordinasi antar departemen pemerintah dan berbagai tingkat pemerintahan serta kurangnya transparansi dalam proses perizinan penggunaan lahan menyebabkan pengelolaan hutan dan lahan menjad tidak maksimal. Sebagai contoh izin konversi lahan sering dialokasikan tidak tepat, seperti perkebunan kelapa sawit yang diizinkan untuk beroperasi pada lahan hutan dengan nilai konservasi tinggi.

Disisi lain, saat izin dikeluarkan, perusahaan acapkali mengabaikan atau tidak sepenuhnya mematuhi berbagai peraturan lingkungan, gagal mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat dan gagal memberikan laporan kepada pemerintah tentang usahanya guna memastikan bahwa lahan yang dialokasikan secara berkelanjutan, dan pendapatan membawa manfaat publik.

Penilaian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Penilaian AMDAL adalah proses untuk mengevaluasi dampak lingkungan dan sosial lahan pembangunan berbasis industri dan kegiatan. Proses AMDAL adalah salah satu dari beberapa proses formal dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang memiliki persyaratan partisipasi publik, yang berfungsi untuk memastikan bahwa izin yang dialokasikan untuk operasi akan meminimalkan dampak lingkungan dan sosial.

Meski AMDAL diwajibkan oleh hukum, namun dalam prakteknya penilaian ini berkualitas rendah dan hasilnya jarang dipublikasikan. Komponen dampak sosial tertentu sering tidak representatif, atau hilang sama sekali. Keterlibatan dan pemantauan oleh publik terhadap proyek-proyek dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak umumnya berguna untuk meningkatkan legitimasi AMDAL.

Pengelolaan Anggaran

Pengelolaan keuangan yang transparan adalah syarat untuk pengelolaan hutan yang baik, termasuk praktik penyaluran alokasi anggaran yang tepat dan pelaksanaan dan pengumpulan dana.

Penganggaran akan menjadi kurang berhasil jika praktiknya dilakukan secara non-transparan yang menyebabkan dana tidak dialokasikan secara tepat untuk aspek prioritas pengelolaan lingkungan. Peningkatan dalam prosedur akuntabilitas, seperti analisis umum alokasi lingkungan dalam anggaran daerah dan pengumpulan dan distribusi pendapatan dari industri berbasis ekstraktif atau tanah sangat penting untuk mencapai tata kelola yang baik.

Lemahnya keterbukaan, transparansi dan praktik penganggaran yang buruk membuka celah terhadap korupsi dalam perizinan dan perencanaan tata ruang yang menyebabkan proses amat dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan politik pemegang kekuasaan dari tingkat tinggi hingga tingkat lokal.  Tingginya mafia perizinan lahan untuk tujuan mencar keuntungan akan menyebabkan kerugian dan dampak bagi upaya konservasi dan perlindungan masyarakat setempat.

Sebagai contoh di beberapa kasus di daerah para pejabat sengaja mengaburkan proses perencanaan tata ruang dan sertifikasi tanah. Lahan yang sebelumnya termasuk kawasan hutan diubah menjadi lahan non hutan dan menerbitkan izin usaha di atas lahan tersebut. Dengan non-transparansi terjadi praktek kongkalikong diantara pejabat pemilik kekuasaan dengan perusahaan-perusahaan yang tidak bersih.

Pemantauan

Pemantauan adalah praktek mengevaluasi dampak dari kegiatan industri berbasis lahan pada hutan dan lahan. Pemantauan memastikan bahwa undang-undang dan peraturan yang melindungi lingkungan dan masyarakat sekitar dipatuhi dan dapat ditegakkan, dan pendapatan dari industri ekstraktif dan tanah berbasis dikumpulkan dan didistribusikan secara adil.

Aspek pemantauan sering lemah karena terhambat oleh kurangnya kapasitas, kekurangan staf dan kurangnya transparansi. Meningkatkan akses informasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemantauan lingkungan adalah cara untuk memanfaatkan sistem pemantauan seperti diamanatkan oleh undang-undang untuk mendukung hutan yang baik dan tata kelola lahan.

Penegakan Hukum

Penegakan hukum sangat penting untuk memastikan industri berbasis lahan mematuhi hukum dan peraturan lingkungan di Indonesia. Penegakan hukum yang baik menjamin bahwa sanksi hukum yang diberikan pada saat undang-undang dan peraturan yang dilanggar.

Prosedur pengaduan yang efektif harus dapat diakses guna mendukung penegakan hukum, sehingga masyarakat setempat yang terkena dampak dan para pemangku kepentingan lainnya yang terkena dampak untuk melaporkan pelanggaran lingkungan dan sosial. Mekanisme peradilan informal bekerja untuk mempromosikan kepatuhan penggunaan lahan dan kehutanan, dan guna memastikan bahwa hak-hak masyarakat setempat tidak dirugikan.

Indeks Laman

Kembali ke awal 

Tata Kelola yang Baik dan Keterlibatan Partisipasi Publik

Kelemahan Implementasi

Prinsip Tata Kelola yang Baik

Hukum dan Perundangan yang Berhubungan dengan Tata Kelola Hutan dan Lahan

Permasalahan Tenurial dan Konflik di Hutan dan Lahan

Bagaimana Tata Kelola Hutan Harusnya Dilakukan?

Sistem Perencanaan Tata Ruang di Indonesia

Pengelolaan Hutan dan Lahan di Tingkat Pemerintah Daerah

Pemantauan Hutan dan Lahan di Indonesia

Sistem Penganggaran Keuangan dalam Bidang Ekstraktif di Indonesia

Pentingnya Peta untuk Perencanaan Tata Ruang dan Tata Kelola Hutan 

Model Pengelolaan Hutan Lewat Konsep Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)

Moratorium dan Tata Kelola Hutan dan Lahan

Lisensi dan Perizinan

Penegakan Hukum Bidang Kehutanan

Dorongan Pasar Terhadap Produk Bersertifikat

Referensi:

The Asia Foundation. 2012.  Land Use, Land Use Change and Forestry governance in Indonesia.