ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari

TAMPAKNYA ‘musuh’ Greenpeace Indonesia belum puas. Greenpeace kembali mendapat tekanan. Setelah aksi-aksi yang menolak lembaga non pemerintah ini dengan alasan mendapat aliran dana judi, kini dimunculkan isu penyelewengan dana.  Indonesian Corruption Watch (ICW) pun angkat bicara.

Koordinator ICW, Danang Widoyoko kepada Mongabay-Indonesia, Senin(30/4) mengatakan, gejala menyerang Greenpeace muncul beberapa waktu belakangan ini terkait gencarnya kampanye lembaga ini memerangi perusakan hutan dan lingkungan. Terlebih yang mengena perusahaan-perusahaan kayu dan sawit raksasa.

Tudingan-tudingan terhadap Greenpeace, yang dilancarkan Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing itu, dinilai sengaja dicari-cari. “Yang harus dipertanyakan, dari mana dana aksi-aksi itu. Siapa yang mendanai mahasiswa itu,” katanya balik bertanya.

Greenpeace, lembaga yang transparan menampilkan aliran dana kepada publik. Jika dibandingkan dengan Greenpeace, organisasi mahasiswa itu tidak ada apa-apanya. “Yang penting kan akuntabilitas. Mau dana dari langit jika dilaporkan jelas, tidak apa-apa. Mereka jangankan audit, dana dari siapa saja tak pernah ada yang tahu.”

Danang malah merasa aneh, aliansi mahasiswa melaporkan Greenpeace ke polisi atas tudingan penggelapan dana donatur dan menerima dana asing. “Penggelapan dana itu kan delik aduan, mengapa mahasiswa yang lapor?” “Tudingan ini hanya dicari-cari.”

Menurut dia, studi dan riset menyebutkan, di Indonesia, kini bangkit kembali kekuatan oligarki yang dulu hidup di era orde baru. Dia mencontohkan, Sinar Mas, bagian dari masa lalu. Konglomerasi ini kuat karena mampu bertahan di era krisis. Kini pengaruhnya kuat sekali. Jadi, kala perusahaan ini terusik kampanye Greenpeace, muncul penolakan-penolakan itu. “Jadi, aksi-aksi ini hanya kepentingan politik lokal.”

Kepala Greenpeace di Indonesia Nur Hidayati mengungkapkan, tuduhan penyelewengan dana merupakan upaya sistematis mendiskreditkan Greenpeace di Indonesia. Sejak dua tahun terakhir, kata Yaya, panggilan akrabnya, upaya pembusukan ini muncul seiring dengan kampanye-kampanye Greenpeace yang selalu berhadapan dengan kekuatan-kekuatan modal yang seolah-olah tidak tersentuh. Perusahaan-perusahaan ini melakukan pelanggaran dan kerusakan lingkungan hidup yang kemungkinan besar mengganggap Greenpeace sebagai batu gangguan.“Ya, kami kan aktif kampanye kerusakan hutan, tudingan negatif muncul terhadap Greenpeace,” katanya.

Greenpeace Indonesia, merupakan organisasi legal yang terdaftar dengan bentuk Perkumpulan di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.  Setiap tahun, Greenpeace diaudit oleh akuntan publik independen, dan dilaporkan kepada donatur serta masyarakat luas.

Selama ini, Greenpeace tak pernah menerima permintaan klarifikasi dari pihak-pihak yang melakukan tudingan itu. Kini, Yaya, balik mempertanyakan dan curiga atas aksi-aksi termasuk dari Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing ini. Dia menduga kuat, aksi ini didalangi pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu.“Saya tidak melihat ini sebagai upaya murni untuk mencari tahu tentang kegiatan-kegiatan Geenpeace. Tuduhan ini suatu yang dicari-cari.  Setiap kali kita meng-counter satu isu, muncul isu lain,” ujar dia.

Menurut dia, organisasi mahasiswa yang terdiri dari para pemikir dan generasi muda seharusnya kritis dan peduli terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Bukan sebaliknya, malah mempertanyakan hal-hal yang tidak ada hubungan dengan upaya menjaga lingkungan.  “Harusnya mereka malah bertanya, mengapa pemerintah tak tegas terhadap perusak hutan? Mengapa mahasiswa tak kritis terhadap konflik sosial masyarakat dan perusahaan? Seharusnya ini yang mereka pertanyakan.”

Sebelumnya, pada Kamis(25/4), Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, melaporkan dugaan penipuan, penggelapan dana dan pembohongan publik oleh Greenpeace ke Mabes Polri.  Menurut Koordinator aliansi ini, Rudy Gani, selama ini Greenpeace mengklaim dana sumbangan dari individu di Tanah Air.

Dia mengkalkulasi, donatur Greenpeace 30 ribu orang donatur. Tiap donatur menyumbang Rp75.000 per bulan, hingga Greenpeace menerima sumbangan Rp27 miliar per tahun. Namun, menurut dia, dalam laporan keuangan Greenpeace pada 2009 dan 2010 yang dimuat di dua media massa, edisi 25 Oktober 2011, donasi hanya Rp6.5 miliar pada 2009, dan Rp 10,2 miliar pada 2010.  Dari situlah dia menuding ada sisa uang yang tak disampaikan dan menuduh penggelapan dan penyimpangan dana.

Aliansi juga melaporkan dugaan penggelapan dana atas masuk dana dari luar negeri ke Greenpeace Indonesia sebesar Rp31 miliar dan Rp 8,7 miliar. Bukti yang tidak dapat dielakkan itu terpampang di situs Greenpeace. Bahkan, Greenpeace Indonesia juga tercatat mengantongi dana sumbangan dari Greenpeace S.E.A Foundation sebesar Rp1,2 miliar di tahun 2009 dan Rp1,7 miliar di tahun 2010.

Artikel yang diterbitkan oleh
,