, ,

Lonceng Pengingat buat Pemerintah di Rio+20

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono akan menjadi co-chairman dalam pertemuan Rio+20, peringatan 20 tahun Earth Summit di Rio de Janeiro. Lantas di paviliun Indonesia,  ada side event dan pameran berjudul “Indonesia Harta Karun Dunia,” dengan sponsor dua perusahaan kontroversial di Indonesia: Freeport dan Sinar Mas.

“Kami menyayangkan sikap pemerintah yang justru mempromosikan berbagai kegiatan cuci dosa korporasi perusak lingkungan dan pelanggar HAM antara lain lewat paviliun Indonesia yang disponsori Freeport dan APP,” kata Koordinator Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan (Civil Society Forum/CSF), Siti Maimunah, Selasa(12/6/12).

Tak hanya itu. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan mengkritisi, karena pemerintah Indonesia cenderung mengikuti arus besar kekuasan modal alias korporasi.

“Kita ingin mengingatkan Presiden SBY dan delegasi RI untuk berpikir bijak dan menahan kehendak menggunakan perundingan internasional sebagai ajang menjual sumber daya alam,” ujar dia.

Presiden, jangan sampai meletakkan keselamatan warga negara di tangan korporasi dan pasar.

Orangutan, salah satu habitat yang merana karena hutan, sebagai rumah mereka habis pelahan. Foto: Rhett Butler

Mai mengatakan, RI menyiapkan dua dokumen. Indonesia and Rio + 20 dan Submission to the Zero Draft of UNCSD 2012 Outcome Document.

Dua dokumen ini, malah ‘menawarkan’ sumber daya kelautan dalam gagasan ekonomi biru (blue economy), pengelolaan hutan, keanekaragaman hayati dan lahan gambut lewat Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

“Lewat kampanye Indonesia Harta Karun Dunia, justru membuka pintu selebar-lebarnya investasi masuk dan mengeruk sumber daya alam.”

Islah dari Devisi Advokasi Walhi ikut menambahkan. Menurut dia, komodifikasi sangat berbahaya. Jika seluruh sumber daya alam dikomodifikasi maka nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi akan jatuh pada titik terendah. “Di mana kehidupan hanya bisa berlanjut jika dia mempunyai uang atau modal. Air bisa saja serupa dengan minyak bumi nanti. Akan ikut harga pasar global.”

Mereka yang punya modal pun bisa praktik cuci tangan. Dengan merusak di satu tempat, tukar guling atau memperbaiki di tempat lain dan menjadi legal. “Sementara orang miskin untuk hidup harus berjuang keras. Ini bahaya komodifikasi yang dibungkus dalam green economy.”

Perkebunan sawit yang membersihkan kawasan hutan. Foto: Rhett Butler

Pada akhirnya, kata Islah, ada green human right violation. Kondisi saat ini sudah mengarah ke sana. Sebab, sudah ada kasus, misal, menggusur lahan masyarakat untuk dijadikan taman nasional. Namun, saat bersamaan memberikan izin pada perusahaan tambang untuk beroperasi di taman nasional.

Mida Saragih, Deputi Sumber Daya Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyoroti sektor kelautan dan perikanan. Dia mengungkapkan, selama 20 tahun menanti komitmen Rio+20, setali tiga uang dengan pembiaran pencemaran di perairan Indonesia.

Kiara mencatat, sekitar 23.281.799 hektare (ha) perairan laut Indonesia dibiarkan tercemar tanpa upaya serius pemerintah.

Nelayan salah satu sektor terdampak pembangunan pesisir dan laut. Foto: Andreas Harsono

Beberapa perairan yang tercemar: Teluk Jakarta seluas 28.500 ha, perairan Bangka Belitung 14,250 juta ha, Laut Timor 9 juta ha, ngarai Laut Senunu dan pesisir Sumbawa serta Sumbawa Barat 2.310 ha dan pesisir Sidoarjo, Jawa Timur seluas 989 ha.

Kondisi ini, menjadikan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir dalam kondisi kian terpuruk.

Jadi, pemerintah Indonesia belum menerapkan model pembangunan berkelanjutan di sektor kelautan dan perikanan. Maka, Kiara menilai, proposal ekonomi hijau Indonesia akan meneruskan pola pembangunan saat ini. Yakni, tetap menekankan pada economy, dan menempatkan “hijau” hanya tempelan.

Nelayan tradisional yang kesulitan karena dampak pencemaran laut, pesisir pantai maupun konversi hutan mangrove ke perkebunan. Foto: Andreas Harsono

Dari Solidaritas Perempuan pun angkat bicara. Aliza Yuliana mengatakan, perempuan luput dari isu yang diusung pemerintah ke Rio+20. Padahal, perempuan yang paling terkena dampak. Misal, kemiskinan di masyarakat pesisir, perempuan akan terkena beban ganda.

“Dia membantu mencari tambahan pendapatan sekaligus beban pekerjaan rumah tangga.” Sebab, dalam kehidupan sosial di sini, perempuan masih menjadi penerima keputusan, bukan pembuat keputusan.

Akhirnya, koalisi menyerukan pentingnya komitmen negara peserta KTT Rio+20 bersungguh-sungguh memikirkan nasib penghuni bumi. Juga menghasilkan tindakan nyata bagi pemulihan sumber kehidupan lebih adil dan berkualitas.

Koalisi pun menyerukan lima tuntutan. Pertama, menuntut perubahan orientasi pembangunan yang memastikan pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak azasi manusia (HAM) dan hak azasi perempuan.

Perempuan yang bekerja di sektor pertanian. Data Walhi, sektor pertanian di Jawa, dikonversi per tahun sekitar 100 sampai 150 ribu hektare. Sektor usaha rakyat makin terjepit digantikan pertanian korporat dengan skala besar.Foto: Rhett Butler

Kedua, menolak green economy yang dibangun dalam kerangka pro bisnis dan akan mendorong perluasan privatisasi, komodifikasi dan finansialiasi sumber daya alam. Dengan merampas sumber kehidupan rakayat dan menghancurkan keanekaragaman hayati melalui skema seperti perdagangan karbon, tukar guling kawasan atau biodiversity offset.

Ketiga, mendesak pemerintah menjalankan perundingan Agenda 21 berdasarkan prinsip yang tertuang dalam deklarasi Rio. Terutama keadilan gender dan pengakuan terhadap masyarakat adat, dan kehati-hatian dini. Lalu, perlunasan utang ekologis sebagai tanggung jawab atas perbuatan negara industri dan korporasi maupun lembaga keuangan internasional terhadap negara miskin dan berkembang. Juga memperluas akses publik.

Keempat, menuntut pemerintah tak bekerja sama dengan perusahaan perusak lingkungan dan pelanggar HAM. Juga lembaga internasional untuk pendanaan negosiasi dan pencitraan atas nama pelestarian.

Kelima, mendesak pengurus negeri merealisasikan komitmen pembentukan konvensi prinsip 10, prinsip 20 dan prinsip 22 Deklarasi Rio. Lantas mendorong implementasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,