,

Minta Pemerintah Sikapi Serius Kasus Pulau Padang

MASYARAKAT Riau yang tergabung dalam Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Kabupaten Kepulauan Meranti membuat surat terbuka kepada Presiden RI, Menteri Kehutanan, Gubernur Riau dan Bupati Kepulauan Meranti.

“Kami masyarakat Riau tidak berposisi membenarkan aksi bakar diri yang dilakukan masyarakat Padang, tetapi kami masyarakat Riau bertanggungjawab  mengingatkan dan mendesak Presiden RI, Menteri Kehutanan, Gubernur Riau dan Bupati Meranti untuk segera bersikap,” bunyi surat terbuka itu, Senin(2/7/12).

Masyarakat Riau ini meminta para pemimpin negeri segera memperpanjang penghentian operasional PT RAPP di Pulau Padang. Mereka juga meminta, pemerintah merevisi SK 327 tahun 2009 dengan mengeluarkan seluruh blok PT RAPP seluas 41.205 hektare (ha) dari Pulau Padang.

“Hanya dengan Solusi yang diberikan pemerintah inilah yang dapat menyelamatkan tujuh  nyawa masyarakat Pulau Padang untuk tidak aksi bakar diri.”

Presiden, Menteri Kehutanan, Gubernur Riau dan Bupati Meranti, harus melihat persoalan Pulau Padang secara seksama. “Dan segera mengambil sikap dalam tempo sesingkat-singkatnya.”

Sementara itu, pada Sabtu (30/6) bertempat di kantor Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, lima perwakilan dari warga Pulau Padang diundang membahas permasalahan mereka bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau.

Ketua LAM Riau, Al Azhar membuka pertemuan dan langsung meminta M Ridwan, ketua Serikat Tani Riau (STR) menyampaikan permasalahan Pulau Padang.

Ridwan mengatakan, minimal SK 327 yang berisi izin HTI kepada PT RAPP dievaluasi. “Apakah ada kesalahan prosedural atau tidak,” katanya seperti dilaporkan Ahlul Fadli dari Bahana Mahasiswa.

Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Tenas Effendi menyatakan, sering menangis ketika mendengar permasalahan yang dihadapi warga berhubungan dengan hutan dan tanah. “Permasalahan ini jauh sebelum kasus Pulau Padang sudah terjadi,” katanya.

“Untuk permasalahan Pulau Padang kami dari LAM dan MUI akan berdiskusi untuk menentukan sikap kami terhadap masalah ini. Masalah ini perlu waktu untuk mencari solusi tepat. Kkami mohon kepada ananda (warga Pulau Padang) untuk bersabar dulu.”

Pada Senin(2/7/12), tiga lembaga mengadakan pertemuan dengan warga relawan bakar diri. Merka berjanji memfasilitasi warga Pulau Padang agar ada penyelesaian masalah. Tiga lembaga itu adalah Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau dan Forum Komunikasi Masyarakat Riau.

“Kami menghargai tiga lembaga yang telah memberikan masukan sekaligus gambaran tahapan langkah penyelesaian masalah ini,” kata Ridwan. Namun, jika tetap tak ada perkembangan hingga Selasa(3/7/12), mereka akan tetap berangkat ke Jakarta.

Mabes Polri meminta agar relawan bakar diri membatalkan niat mereka. Menurut Ridwan, aksi mereka itu terpaksa dilakukan, bukan provokatif.

Sebab, penyampaian aspirasi secara persuasif, elegan, sopan, santun sampai tertulis baik langsung maupun melalui media tak mendapat respon baik dari pemerintah.

“Hampir empat tahun kami lakukan ke seluruh instansi. Dari mulai rukun tetangga sampai ke istana negara.” Namun, yang mereka dapatkan hanya pelanggaran kesepakatan oleh Kementerian Kehutanan.

“Pengaduan kami secara resmi kepada Presiden  atas sikap Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, cenderung tak digubris.”

Menurut Ridwan, mereka bisa menghentikan aksi jika mereka diterima oleh Presiden atau pihak lain yang sepakat menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat.

Aksi warga Pulau Padang yang menjadi relawan bakar diri menuntut perhatian pemerintah agar segera merevisi pemberian izin pada PT RAPP beroperasi di Pulau Padang. Foto: Ahlul Fadli

Aksi Mahasiswa

Puluhan mahasiswa tergabung dalam Front Penolakan Aksi Bakar Diri (F-PABD) beunjuk rasa di depan kantor Gubernur Riau, Kamis (28/6/12). Mereka menuntut pemerintah tanggap akan aksi masyarakat Pulau Padang kali ini. Mereka megecam pemerintah sangat lalai.

“Sejak SK 327/Menhut-II/2009 lahir masyarakat Pulau Padang sampai saat ini terus menerus melakukan penolakan PT RAPP. Mulai dari skala lokal, kabupaten, provinsi hingga pergerakan nasional,” kata koordinator lapangan, Wahyu Kurniawan, seperti dikutip dari Gurindam21.

Namun, ucap Wahyu, selama tiga tahun pergerakan masyarakat Pulau Padang, tak mendapat tanggapan apapun dari pemerintah.

Wahyu mengimbau pemerintah harus tanggap dan mendengarkan keluhan masyarakat Pulau Padang. “Dan mengabulkan keinginan masyarakat mencabut SK Menhut 327/2009.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,