Dari Sabang Sampai Merauke, Hancur Terumbu Karang Tanah Airku

Kondisi kerusakan terumbu karang Indonesia hingga bulan Juli 2012 masih cukup mengkhawatirkan, kendati upaya-upaya konservasi laut terus dilakukan di berbagai wilayah perairan tanah air. Kerusakan terumbu karang ini disebabkan oleh berbagai penyebab, mulai dari pengambilan ikan dengan peledak, berbagai limbah buangan tambang yang masuk ke laut, serta dampak pemanasan global di tanah air juga mempercepat hilangnya luasan terumbu karang di perairan Indonesia.

Kerusakan ini membentang dari sisi barat Indonesia, hingga sisi paling timur. Direktur Walhi Bangka Belitung (Babel) Ratno Budi mengatakan, berdasarkan hasil sejumlah riset ilmiah yang dilakukan institusi terhadap konsentrasi aktivitas bawah laut, termasuk terumbu karang, pemulihannya butuh waktu lama. “Kalau kondisi terumbu karang di pesisir Sungailiat sudah hancur, maka bisa dipastikan harapan untuk dunia pariwisata sudah sangat mengkhawatirkan,” ujar Ratno kepada Bangka Pos. Ia menjelaskan, kalau ada wisatawan yang mengeluh karena tidak diving di daerah ini karena terganggu penambangan kapal isap, maka tentu menjadi sebuah masukan yang bagus bagi pemerintah.

“Selama ini sudah banyak pihak yang berbicara bahwa tambang laut tidak merusak ekosistem laut, tapi sudah terbukti kalau terumbu karangnya sudah hancur. Dan, mereka sudah tahu kalau aktivitas kapal isap yang sedang melakukan pengerukan timah,” ungkap Ratno. Oleh sebab itu, kata Ratno, sudah saatnya pemerintah memikirkan atau minimal mengurangi izin-izin yang dikeluarkan untuk aktivitas industri termasuk kapal isap di perairan Sungailiat.

Sementara dari Padang, Sumatera Barat, pakar ilmu kelautan dari Universitas Bung Hatta, Yempita Effendi mengakui pertumbuhan te­rum­bu karang di perairan Sumbar relatif lambat. Sedangkan pe­nye­bab kerusakannya cukup banyak. Karena itu, alternatif untuk meredam gelombang laut dalam jangka pendek adalah merawat dan menum­buhkan hutan bakau atau ma­ng­rove.  Kendati demikian, Yempita menyatakan saat ini kondisi terumbu karang di sepanjang pantai Sumbar masih bagus. “Sekitar 85% terumbu karang di Sumbar masih dalam kondisi bagus. Terumbu karang ini dapat mengurangi kekuatan gelombang tsunami sekitar 50 persen,” ujarnya.

Ambal, 56, salah seorang ketua RT di pesisir pantai di Padang, mengatakan, kawa­san pesisir di Padang tidak cocok untuk hutan bakau. Yang me­mungkinkan, meme­lihara te­rum­bu karang. “Kita bisa be­ker­ja sama dengan lembaga swa­daya masyarakat (LSM) un­tuk menghidupkan kembali terumbu karang yang sudah mulai rusak itu,” ujarnya. Kendati dinilai lambat, namun menggunakan dua pelindung, tetap lebih baik menurut Yempita,“Ka­lau dengan menggunakan te­rum­bu karang bisa mengu­rangi kekuatan 50 persen, namun setelah digandakan dengan hutan bakau bisa me­ngu­rangi kekuatan tsunami sekitar 60 persen,” ujarnya.

Terumbu karang, sumber pangan, rumah dan rantai ekosistem kekayaan laut Indonesia. Foto: The Nature Conservancy

Kondisi serupa juga ditemukan di pulau Jawa. Dari Jawa Tengah, kepulauan Karimun Jawa juga mengalami kerusakan cukup parah. Kepala Balai Taman Nasional Karimun Jawa, F Kurung menjelaskan,”Kerusakan terumbu karang itu selain disebabkan karena faktor alam, juga ulah manusia di masa lalu. “Kalau terumbu karang rusak, untuk merehabilitasinya butuh waktu pulihan tahun,” terangnya. Keberadaan terumbu karang tiu sangat vital sebagai ekosistem laut. Selain membuat ikan betah tinggal dan berkembang biak, juga merupakan objek wisata bahari paling diminati wisatawan. “Kalau terumbu karang terawat, maka efek positifnya sampai juga ke masyarakat,” terangnya kepada Suara Merdeka.

Saat ini kondisi terumbu karang di kepulauan ini sedang mengalami rehabilitasi, setelah Balai Taman Nasional Karimun Jawa mendapat dukungan dari dua buah bank BUMN untuk memperbaiki kondisi alam peraian bekerjasama dengan masayarakat setempat.

Dari Jawa Timur dilaporkan bahwa kondisi kekayaan bawah laut kekayaan bawah laut Provinsi Jawa Timur (Jatim) terancam hilang, setelah keadaan terumbu karang di pesisir pantai Jatim mengalami kerusakan parah. Kerusakan terumbu karang mencapai 60 persen dari seluruh terumbu karang yang ada di dasar laut pantai Jatim. Jumlah itu merupakan hasil pemetaan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim. Namun, angka pastinya belum ada. Hal itu didapat dari seluruh jumlah terumbu karang seluas 118 ribu hektare di wilayah timur provinsi Jatim. Kerusakan paling parah, terjadi di Kabupaten Sumenep. Pasalnya, perilaku menangkap ikan di Sumenep masih banyak menggunakan bahan peledak. “Di sana terumbu karang tidak lebih dari 40 persen,” ungkap Erjono, Kepala Bidang Kelautan, Pesisir dan Pengawasan kepada Harian Republika.

Erjono menambahkan, selain karena penangkapan ikan dengan bahan peledak, terumbu karang juga rusak akibat racun, dan efek ‘global warming’. Racun dan global warming memiliki dampak lebih luas dibanding bahan peledak. Sebab, efek yang diakibatkan dari keduanya berlangsung lambat serta merata. “Pertama, terumbu karang akan memutih, selanjutnya tinggal menunggu matinya,” tambah Erjuno. Pemprov Jatim sendiri, tambah Erjono, sudah melakukan upaya perbaikan sejak 10 tahun lalu. Namun, karena pertumbuhan terumbu karang sangat lambat, hasilnya belum dapat dirasakan maksimal saat ini.

Di Sulawesi Selatan, terdapat tiga kawasan terumbu karang yang menjadi andalan pengembang biakan biota laut. Namun, seiring meningkatnya kebutuhan manusia akan hasil laut seperti ikan, meningkat pula kerusakan terumbu karang. Dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, tingkat kerusakan kawasan terumbu karang mencapai 55%. Kerusakan terparah di tiga daerah yaitu Kepulauan Spermonde di Selat Makassar, Taka Bonerate di Kabupaten Selayar, dan Pulau Sembilan di Kabupaten Sinjai.

Penyu hijau, salah satu mahluk yang membutuhkan keberadaan terumbu karang. Semakin banyak terumbu karang musnah, semakin banyak spesies laut Indonesia hilang. Foto: The Nature Conservancy

Kerusakan tersebut akibat pola penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan demi melipatgandakan hasil, misalnya penggunaan bom dan potasium oleh nelayan tradisional menjadi penyebab terbesar kerusakan terumbu karang. Selain menjadi tempat berkembangbiaknya hewan-hewan laut, terumbu karang yang luasnya mencapai 5.970 km2 juga merupakan taman laut yang selama ini dimanfaatkan sebagai ekowisata. Terutama di kawasan Taka Bonerate yang keindahannya masuk kategori tiga dunia dan banyak menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Dari data Direktorat Polair Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) sejak 2008 hingga Mei 2009 sudah menangani 19 kasus penyalahgunaan bahan peledak, penangkapan ikan dengan potasium sianida, kebanyakan mereka telah melakukannya bertahun-tahun.

Hasil yang berlipat-lipat jika menggunakan bahan peledak ataupun potasium lebih menggoda ketimbang menangkap ikan dengan memancing ataupun jaring, membuat pelaku tetap melakukannya, umumnya mereka menggunakan kapal-kapal motor dengan kerja berkelompok. Satu buah botol bahan peledak diperkirakan memiliki daya ledak radius 7-10 meter. Jika ingin hasil yang banyak, diledakkan di sekitar karang yang merupakan tempat berlindungan ikan-ikan mulai dari yang kecil hingga ikan dewasa.

Menanggapi kehancuran kondisi terumbu karang di berbagai wilayah Indonesia saat ini, Ari Rondonuwu dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Sam Ratulangi dalam sebuah seminar terumbu karang yang dilaksanakan Balai Taman Nasional Laut Bunaken bulan April silam menyatakan, dari data penelitian LIPI, hanya 30 persen terumbu karang dalam kondisi baik, 37 persen dalam kondisi sedang, dan 33 persen rusak parah. Pemantauan terumbu karang dilakukan di 77 daerah yang tersebar dari Sabang hingga Kepulauan Raja Ampat.

“Data ini mencemaskan mengingat posisi Indonesia sebagai pemimpin CTI dari enam negara yang memiliki terumbu karang,” katanya. Enam negara anggota CTI (Coral Triangle Initiative) yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nuigini, Kepulauan Solomon dan Timor Leste. Sekretariat CTI berada di Manado.

Sebagian besar terumbu karang dunia sekitar 55 persen terdapat Indonesia, Philipina, dan Kepulauan Pasifik, 30 persen di Lautan Hindia dan Laut Merah, 14 persen di Karibia dan 1 persen di Atlantik Utara.

Meyti Mondong dari Conservation International Indonesia mengatakan, perusakan terumbu karang dilakukan oleh sebagian masyarakat pesisir yang melakukan penangkapan ikan memakai bom dan potasium. Hal itu terjadi banyak di wilayah Indonesia Timur.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,