Pertunjukan Lumba-Lumba Jadi Ajang Menyiksa Binatang

Meskipun pertunjukkan sirkus lumba-lumba dianggap menyiksa binatang dan telah banyak dilarang di negara lain, Indonesia masih menjadi surga bagi sedikitnya lima perusahaan penyelenggara sirkus lumba-lumba komersial.

Pertunjukan ini masih digelar di tempat rekreasi Taman Impian  Jaya Ancol di Jakarta; Taman Safari Indonesia di Bogor, Jawa Barat, juga di Jawa Tengah yang digelar oleh PT Wersut Seguni Indonesia (WSI) di Kendal, dan dua lagi oleh perusahaan yang berbasis di Bali, Melka Lovina Hotel di utara Bali dan Pulau Serangan di selatan Sanur.

Meskipun dikecam karena menggunakan teknik yang dinilai kejam ketika mengangkut mamalia laut yang sangat cerdas dan sosial ini, namun bulan lalu Bali masih menyambut pertunjukan sirkus lumba-lumba yang digelar oleh Taman Impian Ancol. Acara ini selesai akhir pekan lalu, dan rombongan sirkus ini kembali ke Jakarta.

“Maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang bertanggung jawab untuk transportasi mereka. Pada hari Sabtu dua lumba-lumba meninggalkan Denpasar dengan penerbangan penumpang, GA 411. Lumba-lumba itu dikemas dalam peti kecil bersama dengan singa laut dan berang-berang, semua binatang tersebut telah dieksploitasi di dalam pertunjukan sirkus, ” tulis pendiri Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Femke den Haas dalam siaran pers mereka.

JAAN menekankan bahwa penerbangan itu berbahaya bagi lumba-lumba karena perbedaan gravitasi ekstrim dibandingkan dengan tempat hidup mereka di dalam aair, sementara noise ekstrim penerbangan itu juga berpotensi membahayakan seperti lumba-lumba adalah mamalia akustik yang digunakan sonar untuk komunikasi.

Koordinator aksi JAAN, Pramudya menjelaskan bahwa lumba-lumba di acara sirkus yang berpindah biasanya diangkut dalam kondisi kering. “Karena lumba-lumba adalah mamalia, mereka dapat bernapas selama 4 sampai 6 jam menggunakan paru-paru mereka. Jadi, lumba-lumba biasanya diangkut dalam sebuah kotak dalam kondisi kering,  kulit mereka hanya dipoles dengan Vaseline sebagai pelembab. ”

“Dalam penerbangan kali ini, mereka disimpan dalam kotak kering, dan hanya disediakan handuk basah,” kata den Haas.

Dalam siaran persnya, JAAN menyerukan boikot terhadap maskapai nasional, Garuda Indonesia, yang telah mendukung transportasi sirkus berpindah ini.

“Petisi terhadap Garuda Indonesia baru saja diluncurkan dan sudah ribuan tanda tangan yang masuk di change.org. Sementara itu, petisi menentang penggunaan lumba-lumba Indonesia untuk pertunjukan sudah mencapai 20.000 tandatangan,” ungkap JAAN.

Wakil presiden PT Garuda Indonesia dari divisi komunikasi perusahaan, Pujobroto, dalam pernyataan resminya mengatakan, “Garuda berkomitmen untuk konservasi alam, termasuk kelestarian lumba-lumba. Garuda akan meninjau kebijakannya dalam mengangkut hewan hidup, termasuk / terutama lumba-lumba.”

“Garuda tidak akan mengangkut lumba-lumba lagi di masa depan,” tegasnya.

Pramudya menyayangkan sirkus lumba-lumba dianggap sesuatu yang legal di Indonesia, karena mereka dianggap sebagai upaya “pendidikan”. Dalam proses penerbitan izin, mereka dianggap lembaga konservasi. Izin yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan ini berbasis UU No 5/1999 berkaitan dengan perlindungan keanekaragaman hayati.

“Kami tidak melihat aspek pendidikan. Hal ini murni hiburan komersial, dengan demikian mereka tidak memiliki hak untuk dikategorikan sebagai pelestarian hewan, ” kata Pramudya lebh lanjut.

Ia mengakui bahwa proses transportasi kering diatur oleh peraturan pemerintah (PP No 7 dan 8, yang dikeluarkan pada 1999). Namun, ini disebut kasus khusus dari hewan yang ditransfer antara kebun binatang dan untuk tujuan penelitian. Sebuah sirkus lumba-lumba komersial adalah tidak satu pun dari kedua kategori tersebut.

Direktur PHKA Departemen Kehutanan, Darori, sudah mengetahui masalah ini, namun belum bersedia untuk berkomentar.

Mayoritas lumba-lumba tangkapan di Indonesia adalah lumba-lumba botol, diklasifikasikan dalam Lampiran II Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah.

JAAN adalah mitra resmi Departemen Kehutanan dalam melindungi lumba-lumba Indonesia dan mereka telah menandatangani rencana 5-tahun yang memungkinkan “menyita, merehabilitasi dan melepaskan” lumba-lumba tawanan ke alam liar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,