,

Terabas Hutan Lindung, Kejati Medan Usut Korupsi Proyek PLTA Asahan III

Kasus pembebasan lahan dan hutan yang tidak prosedural dan korup, ternyata tak hanya monopoli perusahaan swasta perkebunan sawit dan HTI. Pelanggaran prosedur terkait korupsi, ternyata masih juga terjadi dalam proyek pemerintah, salah satunya adalah kasus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan III senilai 2.2 triliun rupiah di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) Sumatera Utara. Disinyalir, kawasan yang akan dibangun PLTA ini berada di kawasan hutan lindung, dan belum mendapat surat izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

Kawasan yang akan dibangun PLTA ini adalah tanah di Kecamatan Meranti Pohan, Kabupaten Toba Samosir seluas 18 hektar . Pembebasannya sendiri dilakukan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I senilai 15.3 miliar rupiah dan dierikan kepada 323 kepala keluarga yang terkena pembebasan. Hal ini dilakukan tahun 2010 silam. Setelah ditelusuri, kawasan ini ternyata masuk dalam kawasan hutan lindung, yang artinya tidak bisa dialihfungsikan.

Mantan Bupati Tobasa, Monang Sitorus menentang keras pembangunan PLTA Asahan III di kawasan yang ada saat ini. Menurutnya, ketika mengeluarkan izin pembangunan PLTA ini, dirinya memberikan izin pembangunan di lokasi lain, bukan di lokasi yang masuk kawasan hutan lindung.

“Ini melanggar hukum, karena yang dibangun sekarang di kawasan hutan lindung. Ini harus dibongkar. Dan yang di lokasi awal pembangunan dan peletakan batu pertamanya di desa itu tetap harus dibangun. Lokasi yang saya berikan izin untuk pembangunan PLTA Asahan III, di Desa Meranti utara dan itu betul-betul di Tobasa. Tapi ternyata basecampnya saja yang di Tobasa. Kenapa sekarang letaknya di Asahan. Jadi Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya, tidak untuk Tobasa tapi untuk Asahan,” kata Mantan Bupati Toba Samosir (Tobasa), Monang Sitorus, Minggu 23 September 2012 kepada Tribunnews.com.

Namun apa daya, setelah serah terima dengan bupati baru di tahun yang sama, pelaksanaan pembangunan PLTA ini ternyata berubah. Bupati Toba Samosir yang baru, Kasmin Simanjuntak telah mengeluarkan izin baru untuk menggantikan yang lama. Kawasan baru inilah yang diganti rugi senilai 15 miliar lebih, dan ternyata masuk dalam peta kawasan lindung.

Senada dengan mantan bupati Tobasa tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara JB Sirongo-ringo mengatakan kepada  Medan Bisnis Daily, bahwa Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tidak pernah mengeluarkan surat izin pinjam pakai kawasan hutan kepada pihak PLN untuk menggunakan lahan hutan tersebut sebagai lokasi pembangunan proyek PLTA Asahan III.

Ia menerangkan, untuk mendapatkan surat izin pinjam pakai kawasan hutan harus ada persetujuan dari Menteri Kehutanan (Menhut). Sebelum izin dari Menhut itu keluar harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari bupati dan gubernur.

“Sejauh ini, surat izin pinjam pakai kawasan hutan untuk proyek PLTA Asahan III belum disetujui Menteri Kehutanan,” tandas JB Siringo-ringo kepada wartawan saat dihubungi melalui telepon di Medan, Senin 10 September silam. Menjawab soal warga yang menjual lahan tersebut kepada PLN, Siringo-ringo mengatakan, jika itu milik warga, semestinya harus ada bukti surat sah kepemilikan atas lahan tersebut.

Kejaksaan Tinggi Sumut, seperti dilansir oleh Tribunnews tanggal 21 Sepember 2012 lalu,  terus mengumpulkan keterangan terkait pembebasan lahan ini, namun mereka belum mau berkomentar banyak perihal kasus dugaan korupsi mengenai pembebasan lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan 3 di Desa Batu Mamak, Kecamatan Pintu Pohan, Meranti Utara Kabupaten Toba Samosir.

Kasi Penkum Kejati Sumut Marcos Simaremare, mengatakan pihaknya masih mengumpulkan keterangan dan belum masuk penyelidikan. Pihaknya sudah turun ke lapangan untuk mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak yang mengetahui peritiwa tersebut.

Pihak proyek PLTA Asahan III, yang diwakili Manager PLTA Asahan III Robert Aprianto Purba saat dikonfirmasi Medan Bisnis Daily tanggal 11 September 2012 silam, mengakui bahwa lahan yang dibeli PLN untuk proyek PLTA Asahan III masuk dalam kawasan hutan. “Semua kawasan hutan, tapi tidak ada masalah. Kami akan tetap melanjutkan pembangunan PLTA Asahan III sampai selesai,” katanya.

Robert menjelaskan, sebagian pengerjaan PLTA Asahan III sudah rampung, di antaranya base camp (100%), sementara akses road masih 30 persen karena terkendala pembebasan lahan. Ia menerangkan, luas kawasan hutan yang akan digunakan PLN untuk membangun proyek PLTA Asahan III mencapai 210 hektar, namun sejauh ini baru 18 hektar yang dibebaskan.

Terkait dugaan kuatnya korupsi dalam proyek ini, Dekan Fakultas HUkum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Farid Wajdi mengatakan kepada Medan Bisnis Daily bahwa hal ini harus diusut tuntas. Selain itu, PLN semestinya bisa membicarakan hal ini lebih lanjut dengan pihak Kementerian Kehutanan untuk mencari solusinya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,