Warga dan Nelayan Berau Usir LSM Konservasi Laut dari Pulau Sangalaki

Warga Pulau Sangalaki di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur melakukan protes terhadap perlindungan penyu di pulau tersebut karena dianggap tidak melibatkan warga setempat. Ratusan warga Pulau Derawan, sejak lima hari lalu sudah menduduki kawasan Pulau Sangalaki dan mengosongkan wilayah tersebut dari aktivitas konservasi penyu. Semua lembaga lingkungan yang ada di wilayah tersebut dipaksa keluar dari pulau tersebut oleh warga.

Dilansir dari Tribun Kaltim, Warga yang mayoritas berprofesi nelayan tersebut mengusir petugas dan menghentikan kegiatan konservasi penyu yang dilakukan oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan sejumlah organisasi lingkungan seperti World Wide Fund for Nature (WWF).

Agustina Tandi Bunna atau Ebe pengamat lingkungan sekaligus menjabat Outreach Coordinator – The Nature Conservancy menilai, persoalan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan warga Pulau Derawan, yang telah lama menggantungkan hidupnya dari penjualan telur penyu yang kemudian dinyatakan ilegal setelah menjadi kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah pusat.

Pemandangan bawah laut di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Foto: Raymond Jakub/TNC

“Masyarakat merasa tidak puas dengan itu (konservasi lingkungan), masyarakat ingin ikut ambil bagian, karena setelah muncul kebijakan itu, masyarakat kehilangan mata pencaharian,” kata Agustina, Senin 24 September 2012 silam kepada Tribun Kaltim.

Hal senada diungkapkan oleh Koordinator Program Marine Kaltim WWF Rusli Asdar di Tanjung Redeb, sehari sebelumnya Minggu 23 September 2012, yang menuturkan kedatangan para nelayan mendatangi Pulau Sangalaki menggunakan kapal nelayan. Mereka langsung menghentikan seluruh kegiatan operasional petugas konservasi di pulau itu.

Bahkan sejumlah wisatawan yang tengah berwisata menyelam di pulau itu juga diancam dan langsung disuruh pulang. “Kami didatangi masyarakat nelayan dari Pulau Derawan sekitar pukul 11.00 Wita dan mereka langsung menyuruh kami menghentikan seluruh kegiatan konservasi yang kami lakukan bersama dengan BKSDA. Wisatawan pun juga disuruh langsung meninggalkan pulau itu,” kata Rusli.

Sementara, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim, H Riza Indra Riyadi mengimbau masyarakat nelayan di kabupaten Berau untuk memahami keberadaan kawasan Pulau Sangalaki sebagai kawasan konservasi perlindungan penyu. Ini terkait adanya pendudukan pulau tesebut oleh sebagian nelayan di sana.

“Saya berharap, masyarakat bisa memahami dan menjaga sebaik-baiknya kawasan itu sebagai kawasan konservasi perlindungan penyu, sesuai ketetapan Menteri Kehutanan RI. Kalau sudah ditetapkan Menhut sebagai kawasan konservasi, konsekuensinya harus dijaga,” ujar Riza Indra ketika dikonfirmasi wartawan di Samarinda, Selasa kepada diskominfo Kaltim.

Menurut Riza, usulan penetapan Sangalaki sebagai kawasan konservasi perlindungan penyu juga dari bawah, yakni dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Pemkab Berau, karena habitat penyu semakin berkurang. Sebab, pulau tersebut merupakan salah satu daerah yang tepat menjadi tempat penyu bertelur dan menetas, sehingga harus dilindungi. “Jika dibiarkan, jangan heran kalau lambat laun salah satu fauna yang dilindungi ini punah dari Kaltim. Itu salah satu fungsi BKSDA Kaltim menjaga pulau tersebut sebagai kawasan konservasi,” timpal Riza agak prihatin.

Warga sendiri merasa kesal karena terkadang para pelaku konservasi ini memperlakukan mereka dengan kasar. Dilansir dari The Jakarta Globe, mereka juga pernah dituduh mencuri telur penyu yang ditetaskan. “Selama 10 tahun adanya proses konservasi penyu di kepulauan Derawan dan sekitarnya, kami tidak mendapatkan apa pun kecuali menjadi penonton,” ungkap Yakobus, salah satu warga yang melakukan protes. Dia juga menambahkan bahwa para ahli konservasi juga memegang kontrol terhadap manajemen pulau ini. “Kami ingin pulau Sangalaki bebas dari ahli konservasi.”

Jika kondisi ini terus berlanjut, hal ini dikhawatirkan akan mengganggu siklus perkawinan penyu, karena bulan September hingga November adalah musim kawin bagi para penyu, seperti disampaikan oleh Ahang Moord, dari Yayasan Konservasi Penyu Berau.

Saat ini, pulau ini masih dijaga oleh polisi lokal untuk mencegah agar tidak ada terjadi pencurian telur penyu dan warg tidak menduduki pulau ini. Harus diakui, kebiasaan memakan warga telur penyu masih menjadi tradisi yang umum di sebagian kecil warga Kabupaten Berau. Kendati harganya mahal, yaitu sekitar satu juta rupiah setiap sarang, atau sekitar Rp 8.000 per butir, permintaan telur penyu ini tetap tinggi.

Kepulauan Sangalaki adalah salah satu pulau di gugusan kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Tempat ini adalah salah satu lokasi Kawasan Konservasi Laut di Indonesia, yang menjadi bagian dari Segitiga Terumbu Karang dunia. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau utama, yaitu Derawan, Sangalaki, Maratua, dan Kakaban serta berbagai pulau kecil di sekitarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,