, ,

Gelapkan Pajak, Asian Agri Dihukum Denda Rp2,5 Triliun

Mahkamah Agung memerintahkan 14 perusahaan tergabung dalam Asian Agri Group, salah satu produsen sawit di Indonesia, membayar denda dua kali pajak terutang yang kurang dibayar dengan total Rp2,520 triliun.

Ridwan Mansyur, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur dalam konferensi pers mengatakan,  denda dua kali pajak terutang yang kurang harus dibayar dalam waktu satu tahun. Putusan ini menindaklanjuti permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dikabulkan majelis  kasasi terdiri dari Ketua Majelis Djoko Sarwoko, dengan anggota Komariah E Sapardjaja, dan Sri Murwahyuni pada 18 Desember 2012.

Majelis kasasi menyatakan, terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyampaikan surat pemberitahuan dan/ atau keterangan dengan isi tidak benar atau tidak lengkap secara berlanjut.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa itu dengan pidana penjara selama dua tahun, dengan masa percobaan selama tiga tahun,” katanya di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Jumat(28/12/12).

Ridwan mengatakan, putusan kasasi yang menghukum perkara kejahatan pajak eks manager pajak PT Asian Agri ini merupakan terobosan baru dalam hukum. Putusan ini menarik, karena walaupun penggelapan pajak sebagai adminstration penal dan penghukuman sebagai ultimum remidium, tapi oleh majelis kasasi diputus langsung sebagai kejahatan pajak.

Putusan kasasi  ini, katanya, menempatkan perbuatan terdakwa Suwir Laut yang memasukkan data tidak sebenarnya yang bertentangan dengan sistem pemungutan pajak (self assesment system). Pengertian self assesment system yakni wajib pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak sendiri, atau pajak yang dipungut melalui usaha atau kerja.

“Terdakwa mengisi data palsu kewajiban perusahaan berturut-turut selama empat tahun terhadap sejumlah 14 perusahaan, hingga tidak atau kurang membayar kewajiban pajak yang ditentukan sebenarnya,” ucap Ridwan.

Adapun 14 perusahaan yang wajib membayar pajak adalah Mitra Unggul Pusaka,  Tunggal Yunus Estate, Dasa Anugerah Sejati, Andalas Intiargo Lestari, Hari Sawit Jaya,  Rantau Sinar Karsa, Rigunas Agri Utama, Gunung Melayu, Inti Indosawit Subur, Raja Garuda Mas Sejati, Indo Sepadan Jaya, Nusa Pusaka Kencana, Supra Matra Abadi dan Saudara Sejati Luhur.

Menanggapi keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany senang.”Ya senang, nanti yang nagih kita,” katanya seperti dikutip dari Merdeka.com.

Namun, Kementerian Keuangan belum mendapatkan salinan putusan MA dan akan melihat apa dan siapa yang akan didenda.”Ini bakal nambah pemasukan tapi nanti tahun 2013, bukan tahun ini, karena tidak langsung bayar kan. Kita akan upaya penagihan pro aktif.”

Menurut dia, putusan MA ini akan menjadi contoh meski ada kasus pajak yang besar tapi hakim-hakim agung tidak bisa dipengaruhi. “Yang terpenting itu kita apresiasi MA karena sudah menegakkan keadilan, hukum juga masih ditegakkan, karena ini kasus gede yang berpotensi juga ikut memengaruhi keputusan pengadilan.”

Fuad puas dengan putusan itu, karena sebelumnya banyak putusan hanya memberikan hukuman penjara tanpa denda. “Kalau ini kan MA bilang ada denda, dua kali lipat, harus bayar, dari yang dia curang. ini contoh bagus. Tulis apresiasi dirjen pajak kepada MA. Ini karena pasti ada integritas dari hakimnya,” katanya.

Sementara PT Asian Agri perusahaan milik Sukamto Tanoto, masih enggan berkomentar terkait putusan MA ini. Perusahaan yang berbasis di Medan dan mulai beroperasi 1979, menyerahkan sepenuh penyelesaian kasus pada kuasa hukum perseroan.

“Kami tidak bisa berkomentar, bukan urusan saya, silakan pada Assegaf (kuasa hukum Asian Agri),” kata Kepala Legal PT Asian Agri Hadi Susanto saat dihubungi Merdeka.com.

Vincent Segera Bebas

Sedang, terpidana kasus pencucian uang PT Asian Agri, Vincentius Amin Susanto, segera menghirup udara segar. “Pembebasan bersyaratnya, kalau tidak ada halangan, pada 11 Januari 2013,” kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, di Rumah Tahanan Kelas I Cipinang, Jumat(28/12/12), seperti dikutip dari Tempo.

Denny menjelaskan, Vincent berhak mendapat pembebasan bersyarat karena berstatus justice collaborator atau orang yang membantu aparat dalam menuntaskan penanganan perkara. Status ini didapat Vincent lewat penetapan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Menurut dia, akhir tahun ini Vincent sebagai justice collaborator juga mendapatkan remisi atau pemotongan masa tahanan, dalam rangka perayaan Natal. Remisi itu sempat tertahan diberikan oleh kepala lembaga permasyarakatan, karena peraturan pemerintah baru soal hak warga binaan baru saja diteken.

Peraturan pemerintah yang diteken 12 Desember lalu menetapkan, narapidana kasus korupsi, narkoba, terorisme, dan pencucian uang, akan diberi remisi jika mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara pidana yang dilakukan. Napi ini juga mesti melunasi denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan.

Denny mengimbau publik memberi dukungan dan membantu perlindungan kepada justice collaborator yang sudah dibebaskan negara, termasuk Vincent. Sebab, seorang justice collaborator pasti memiliki risiko karena sudah membongkar perkara pidana.

Ditemui di kompleks tahanan Cipinang, Vincent bersyukur bisa segera bebas. Meskipun demikian, dia yang membuka kasus penggelapan pajak Asian Agri pada 2006 sadar masih ada risiko sebagai justice collaborator yang mengintai di luar penjara. “Karena itu, mesti waspada, sebagai bentuk konsekuensi menjadi justice collaborator. Saya tahu risiko itu ada.”

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,