, ,

Kaleidoskop Sawit dan Tambang 2012: Dua Sektor ‘Unggulan’ Perusak Hutan

Kebun sawit dan pertambangan, kini menjadi dua sektor ‘unggulan’ dalam penjarahan hutan di Indonesia. Pernyataan ini tak hanya diteriakkan kalangan masyarakat sipil dan organisasi lingkungan. Kementerian Kehutanan dan Satgas REDD+ menguatkan hal ini.

Tahun ini, Satgas REDD+ memprioritaskan penanganan 12 kasus kejahatan kehutanan (forest related crimes), didominasi perkebunan sawit dan tambang. Aksi mereka menggunakan berbagai modus. Ketua Satgas REDD+, Kuntoro Mangkusubroto, mengatakan,  Satgas REDD+ menerima cukup banyak laporan masyarakat terkait pelanggaran hukum di sektor perkebunan dan pertambangan.

“Mulai pelanggaran administratif sampai pelanggaran hukum yang cukup serius.  Kami menindaklanjuti dengan koordinasi ke berbagai instansi penegak hukum secara terus menerus,” katanya di Jakarta. Satgas REDD+, terus berkoordinasi dalam penegakan hukum dengan Kepolisian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kejaksaan.

Begitu juga diungkapkan Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut. Menurut dia, perusakan hutan beralih trend dari sebelumnya oleh pembalak ilegal kini oleh sektor perkebunan (sawit) dan tambang.

Dalam catatan Kemenhut, sejak otonomi daerah, awal 2000 an sampai saat ini,  beberapa kasus pelanggaran operasi kebun dan tambang di kawasan hutan. Darori menyebutkan, Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan perkiraan kerugian negara Rp1,58 triliun, dari 282 kasus kebun, tambang 629 kasus; Kalimantan Timur (Kaltim), kebun 86 kasus, tambang 223 kasus, kerugian negara diperkirakan Rp31 triliun.

Lalu, Kalimantan Barat (Kalbar), sebanyak 169 kasus kebun, 384 tambang, dengan taksiran kerugian negara Rp47 triliun; Kalimantan Selatan (Kalsel), kebun 32 dan tambang 169 kasus, dengan potensi kerugian negara Rp1,96 triliun. Diikuti Sulawesi Tenggara (Sultra), sembilan kasus kebun, 241 tambang, dengan taksiran kerugian negara Rp13,4 triliun. Jambi, 52 kasus kebun, 31 tambang, dengan perkiraan kerugiaan Rp7,62 triliun dan Jawa Barat (Jabar), kebun 23 dan tambang lima kasus, dengan kerugian negara diperkirakan Rp1,3 triliun.

Berikut ini, kami menyajikan, sebagian kecil fenomena, fakta-fakta lapangan menyangkut dua sektor ini  yang terjadi pada 2012.

PT SCP Sulap 23.000 Hektar Hutan Kalteng Jadi Kebun Sawit Tanpa Izin

Laporan dari Environmental Investigation Agency dan organisasi Telapak, yang menyelidiki atas pelanggaran prosedur oleh PT Suryamas Cipta Perkasa (SCP) yang di Kalimantan Tengah (Kalteng). Laporan berjudul Testing The Law: Carbon, Crime and Impunity in Indonesia’s Plantation Sector ini berisi bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan oleh PT SCP sejak pertamakali beroperasi di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Pelanggaran berupa pelanggaran prosedur perizinan pembukaan hutan, perusakan lahan gambut, perusakan habitat orangutan dan merusak keseimbangan hidup masyarakat lokal, terus terjadi hingga saat ini.

Bulan Maret 2012, Environmental Investigation Agency (EIA) dan organisasi Telapak mengirimkan tumpukan bukti ini kepada sejumlah otoritas pemerintahan di Indonesia yang berisi kasus kejahatan lingkungan oleh perusahaan perkebunan sawit SCP. Perusahaan ini telah membuka perkebunan sawit melanggar sejumlah aturan pemerintah, akses ke sumber daya alam, dan manajemen lingkungan.

Kejahatan lingkungan PT SCP berdampak langsung ke wilayah lahan dan hutan gambut seluas 23.000 hektar, merusak pola hidup masyarakat lokal, membahayakan habitat orangutan, dan melepas jutaan ton karbon ke udara.

KFC Australia Hentikan Penggunaan Minyak Sawit

Pada 23 Mei 2012, Kentucky Fried Chicken (KFC) menghentikan penggunaan minyak kelapa sawit di gerai-gerai penjualan mereka di Australia, seperti dilaporkan oleh ABC News.

KFC mengatakan, keputusan ini datang setelah mereka menerima pengaduan dari para pelanggan mereka tentang penggunaan minyak sawit, yang terkait langsung dengan deforestasi di Asia Tenggara.

KFC akan menggunakan produk minyak canola, yaitu minyak nabati yang dibuat dari biji buah canola, atau disebut juga rapeseed. Raksasa makanan siap saji ini hanya akan menggunakan biji buah canola yang tidak dimodifikasi secara genetis.

Freeport Mulai Menggali Bumi Kalimantan

29 Mei 2012, kabar mengejutkan muncul. Setelah beroperasi di Papua sejak awal era 70-an, kini Freeport-McMoran Copper and Gold melebarkan sayap ke bumi Kalimantan. Perusahaan tambang -yang menurut penuturan Candra Dewi MSi, Anggota Komisi VII DPR baru mengakui mereka menambang emas di Indonesia tahun 1995 ini setelah menambang emas selama 21 tahun di bumi Papua-  ini bekerjasama dengan Kalimantan Gold Corporation.

Proses penambangan tembaga di Kalimantan Tengah ini dimulai sejak 23 Mei 2012, menurut data yang didapat dari rilis yang didapat dari tmx.quotemedia.com. Kedua perusahaan raksasa ini membentuk sebuah anak perusahaan untuk menjalankan operasi tambang di Kalteng, yaitu PT. Kalimantan Surya Kencana. Daerah operasi mereka adalah di titik Beruang Tengah.

Kalimantan Gold Corporation dalam laporan resmi yang dirilis di Bursa Efek Toronto pada Selasa (29/5/2012) menyebutkan, pengeboran pertama sedang dilakukan di Beruang Tengah sejak 23 Mei 2012. ”Pengeboran pada lubang kedua diharapkan dapat dilakukan di Berungan kanan awal Juni 2012,” ujar Faldi Ismail, Deputy Chairman and CEO Kalimantan Gold, dalam keterangan pers yang dikutip Kontan dari www.tmx.quotemedia.com, Selasa (29/5/2012).

Pembabatan hutan mangrove di Cagar Alam Morowali. Foto: Jatam Sulteng

Perusahaan Tambang Beroperasi di Cagar Alam Morowali

Dua perusahaan tambang bebas beroperasi di dalam Cagar Alam Morowali, di Kabupaten Morowali. Warga protes tapi tak mendapatkan tanggapan. Kini, sudah sekitar 1.200 meter hutan mangrove di kawasan Cagar Alam Morowali, dilibas. BKSDA menegur, juga tak dihiraukan. Penambang sangat percaya diri dan terus beroperasi berbekal izin eksplorasi yang dikeluarkan Bupati Morowali.

Andika, Manajer Riset dan Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mengatakan, Bupati Morowali mengeluarkan izin dalam kawasan Cagar Alam Morowali di Desa Tambayoli kepada dua perusahaan pertambangan.

Pertama, PT. Gema Ripah Pratama dengan nomor izin IUP Eksplorasi Produksi No: 540.3/SK.002/DESDM/XII/2011 seluas 145 hektar. Kedua, PT. Eny Pratama Persada, belakangan diketahui warga telah menebang dan membabat hutan Mangrove di sepanjang Desa Tambayoli, Tamainusi dan Tandayondo.

Pada Oktober 2011, awal aktivitas pembabatan hutan mangrove yang masuk Cagar Alam Morowali, selebar 15 meter dan panjang sekitar 1.200 meter. Pembabatan ini untuk pelabuhan pemuatan orb nikel oleh PT Gema Ripah Pratama.

Sejak 1 Juni 2012, PT Gema Ripah Pratama, mulai produksi. Mereka membangun jalan hauling koridor tambang galian ke pelabuhan yang membentang di tengah-tengah pemukiman penduduk. Perusahaan, juga menumpuk orb di Desa Tambayoli, seluas satu hektar.

Hutan Mangrove Jadi Kebun Sawit Capai 400 Ribu Hektare

Kebun sawit tak hanya merusak lahan di tengah hutan. Hutan bakau yang menjadi sasaran perkebunan sawit makin luas. Di enam provinsi saja, sudah lebih dari 400 ribu hektar.  Kondisi ini, tak hanya membahayakan ekosistem juga makin menyulitkan kehidupan masyarakat di pesisir pantai.

Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) 2011,  konversi itu terjadi di Bangka Belitung 287.663 hektar, Pulau Enggano (Bengkulu) 7.500 hektar, dan pesisir Kabupaten Langkat dan Pulau Sedapan (Sumatera Utara) 20.100 hektar. Lalu  Pulau Bawal (Kalimantan Barat)     3.500 hektar, Pulau Seram (Maluku)30.000 hektar serta Pulau Mentawai ( Sumatera Barat) 73.500 ha dengan total 422.263 hektar.

Pada  12 Juni 2012, Tajruddin Hasibuan, Presidium Nasional KNTI Regional Sumatera Utara (Sumut) mengatakan, konversi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit berimplikasi terhadap penurunan kualitas dan penghidupan keluarga nelayan di Langkat.

Temuan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Sumut, sejak 2006, kawasan hutan mangrove seluas 16.446 ha dikonversi menjadi perkebunan sawit.  Alih fungsi ini, oleh tiga perusahaan sawit, yakni UD Harapan Sawita dengan 1.000 ha, KUD Murni 385 ha, serta PT Pelita Nusantara Sejahtera seluas 2.600 ha.

Hutan mangrove di Kalimantan, yang terus terkikis. Foto: Rhett Butler

Greenpeace: Impor Sawit India Hancurkan Hutan Indonesia

Indonesia kini produsen terbesar sawit di dunia dengan total 27 juta metrik ton setiap tahun. Dari jumlah itu, 19,1 juta metrik ton diekspor ke seluruh penjuru dunia. Jauh di atas Malaysia, sebagai produsen kedua terbesar, dengan 16.9 juta metrik ton.

Pasar terbesar Indonesia saat ini, India, disusul oleh China dan Uni Eropa.  India membeli tak kurang dari 5.8 juta metrik ton sawit Indonesia setiap tahun, dari keseluruhan total impor India sejumlah 7.2 juta metrik ton. Sayangnya, India hingga kini masih belum berkomitmen mau membeli minyak sawit dari perusahaan-perusahaan di Indonesia yang ramah lingkungan dan melakukan prosedur yang benar dalam proses produksi mereka.

Nandikesh Sivalingam, Jurukampanye Hutan Greenpeace India, mengatakan, keengganan dari pembeli minyak sawit India membersihkan rantai suplai mereka dari deforestasi justru meletakkan merek mereka pada risiko dan berkontribusi terhadap perusakan salah satu hutan hujan tropis terkaya dunia. “Juga membahayakan habitat harimau Sumatera dan orangutan, mata pencaharian penduduk lokal yang bergantung pada hutan, dan iklim global,”  katanya. Greenpeace pada 18 Juni 2012 merilis laporan tentang ini.

Produk sawit digunakan oleh berbagai perusahaan besar yang beroperasi di India, antara lain, Ruchi Soya, Adani-Wilmar, ITC, Britannia, Godrej dan Parle. Bersama beberapa perusahaan global terbesar yang beroperasi di India, termasuk YUM! Group Kentucky Fried Chicken (KFC), PepsiCo, Louis Dreyfus dan Cargill.

Minyak Goreng Ramah Lingkungan dari Carrefour

Pada 16 Juli 2012, salah satu retailer terbesar di Indonesia, Carrefour, meluncurkan minyak goreng yang diklaim ramah lingkungan. Minyak goreng ini 100 persen terbuat dari sawit dengan nama Ecoplanet. Ia diproduksi sesuai standar internasional (Roundtable on Sustainable Palm Oil/RSPO) untuk manajemen berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Minyak goreng Ecoplanet dijual Rp2.330 per 1.800 ml. Bayu mengimbau, Carrefour tidak menaikkan harga menjelang lebaran.  Kehadiran produk minyak goreng Ecoplanet oleh salah satu retailer internasional terbesar di dunia ini menunjukkan, perkembangan signifikan dari dunia usaha. Ini dalam mendukung penyerapan dan pembudidayaan minyak sawit yang bertanggung jawab. Minyak goreng yang diproduksi Carrefour bekerja sama dengan PT. Musim Mas ini akan diekspor ke India, Malaysia, Taiwan dan China.

Sungai Tercemar Limbah Pabrik Sawit, Ikan dan Hewan Mati Mendadak

Satu lagi kasus perusakan lingkungan yang diakibatkan limbah sawit terjadi di Riau. Pabrik kelapa sawit PT Nagamas Mulya, yang beroperasi di Kecamatan Tambusai Utara, disinyalir mencemari Sungai Citalas, Desa Tanjung Medan. Dugaan ini adalah hasil temuan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Awal Juli 2012, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Rohul, M Rivai, mengungkapkan, hasil uji sample dari Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Riau menunjukkan hasil positif. Yakni, dari rembesan limbah bak penampungan PMKS PT Nagamas Mulya, telah mengkotaminasi aliran sungai setempat.

Namun, pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Nagamas Mulya belum memberikan jawaban ganti rugi terkait rembesan limbah pabrik yang mencemari Sungai Citalas Desa Tanjung Medan, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu.

Dalam proses mediasi yang digelar awal Juli, masyarakat Desa Tanjung Medan mengajukan beberapa permintaan kepada perusahaan, seperti penggantian bibit ikan, pembersihan sungai, dan membuat sumur. Selain itu, nelayan juga minta ganti rugi selama mereka tidak bisa mencari ikan di sungai.

Bengkulu Selatan Musnahkan Perkebunan Sawit dalam Hutan Lindung

Awal Juli 2012, langkah tegas diambil oleh pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan, terkait maraknya perkebunan sawit yang ditanam di areal hutan lindung. Pemkab segera memusnahkan puluhan hektare tanaman sawit di dalam kawasan hutan lindung itu.

Humas Pemkab Bengkulu Selatan Lisman Hawardi, kepada Harian Waspada mengatakan, lokasi kebun sawit masyarakat itu sudah masuk dalam kawasan hutan yang menjadi sumber mata air ribuan hektar areal persawahan masyarakat setempat. Dengan keberadaan sawit, khawatir akan merusak sumber air, dan mengakibatkan warga sult untuk memperoleh air bersih.

Selanjutnya, kawasan hutan itu akan dihijaukan kembali dengan tanaman kayu-kayuan bernilai ekonomi yaitu bisa diambil buahnya tanpa memotong pohonnya.

700 Ribu Hektar Hutan Kutai Timur Jadi Kebun Sawit

Di Kalimantan Timur (Kaltim), konversi lahan dan hutan terus terjadi dalam waktu dekat. Salah satu terkait rencana Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, melalui Dinas Perkebunan telah menerbitkan 101 izin usaha perusahaan (IUP) untuk sektor perkebunan sawit dengan luas areal 700 ribu hektar.

Pertengahan Juli 2012, Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur H Ahmadi Baharuddin di Sangatta, mengatakan, IUP yang dikeluarkan 101 untuk perusahaan sawit itu tersebar di seluruh kecamatan se-Kutai Timur.

Bupati Buol, Amran Batalipu ditangkap KPK terkait dugaan suap proses perizinan kebun sawit. Foto: Depdagri.co.id

Dugaan Suap Izin Kebun Sawit, Bupati Buol Ditangkap KPK

Pada 6 Juli 2012, Amran Batalipu, Bupati Buol, Sulawesi Tengah, yang diduga terlibat suap proses pengurusan izin perkebunan sawit, akhirnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menangkap bersama tim dari Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Perusahaan perkebunan, PT Citra Cakra Murdaya dan PT Hardaya di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol ini milik pengusaha papan atas nasional Sri Hartati Cakra Murdaya. Dia juga anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. KPK menyatakan, duit untuk menyuap bupati mencapai Rp3 miliar. Uang itu diserahkan kepada Ketua Golkar Buol oleh Yani Anshori, General Manager PT Hartati Murdaya Inti Plantation dan Gondo Sudjono.

Tim KPK telah berada di Buol sejak Kamis(5/7/12). Mereka rencananya menyerahkan langsung surat pemanggilan terhadap Amran sebagai tersangka suap.

Dikutip dari Kompas, KPK membawa dukungan pasukan dari Mako Brimob Kelapa Dua mengingat penangkapan pertama terhadap Bupati Buol pada 26 Juni 2012 sempat gagal. Bahkan, ada anggota tim KPK yang mencegat Amran menggunakan sepeda motor beberapa saat setelah menerima suap justru ditabrak mobil yang ditumpangi bupati itu.

Petani sawit rakyat di Desa Dosan yang sedang panen. Foto: Greenpeace

Petani Desa Dosan Berkebun Sawit Ramah Lingkungan

Perkebunan sawit kerap merusak hutan dan lingkungan. Namun, berbeda di kebun-kebun sawit milik petani kecil Desa Dosan, Kabupaten Siak, Riau ini. Di desa ini, bisa dilihat bagaimana usaha kebun sawit rakyat berskala kecil, bisa memproduksi minyak ramah lingkungan. Mereka tetap bisa melindungi hutan dan lahan gambut. Desa Dosan ini bisa menjadi model bagi pengembangan sawit di Indonesia.

Untuk itu, Greenpeace bersama Perkumpulan Elang menyelenggarakan pameran multimedia pada 28 Juli 2012 yang mengetengahkan desa ini. Tujuannya,  mendorong pemerintah Indonesia mendukung petani sawit skala kecil yang mengelola produksi secara bertanggung jawab.

Izin Kebun Sawit PT Kalista Alam di Rawa Tripa Dicabut

Setelah didesak cukup lama, akhirnya pafa 27 September 2012, Pemerintah Aceh mencabut izin perkebunan sawit PT Kallista Alam yang beroperasi di lahan gambut Rawa Tripa, Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam. Pencabutan izin atas lahan seluas 1.605 menindaklanjuti keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan banding Walhi Aceh yang lebih dahulu mencabut izin usaha PT Kallista Alam. Keputusan PTUN Medan ini sudah berkekuatan hukum tetap karena pihak tergugat, atau PT Kallista Alam tidak dimungkinkan lagi untuk mengajukan kasasi.

Keputusan resmi pencabutn izin pemerintah propinsi Aceh ini, seperti disampaikan oleh Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Daaerah Aceh, Makmur,  dituangkan dalam keputusan Gubernur Aceh Nomor 525/BP2T/5078/2012 tanggal 27 September 2012. Keputusan pencabutan izin ini juga didasari oleh berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh PT Kallista Alam, salah satunya adalah beum terbangunnya kebun plasma bagi masyarakat seluas 30% dari luasan 1.605 hektar itu.

Sepertiga Dataran Rendah Kalimantan Jadi Kebun Sawit 2020

Perkebunan sawit di Pulau Kalimantan di sisi Malaysia, dengan prediksi penelitian terbaru dari Stanford University, mungkin seperti inilah wajah Kalimantan di sisi Indonesia di tahun 2020.

Ekspansi perkebunan sawit untuk memenuhi kebutuhan bahan dasar makanan, sabun dan kebutuhan manusia lainnya, rupanya telah mendorong kerusakan hutan dan emisi karbon dalam jumlah raksasa ke udara. Demikian diungkapkan studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change 7 Oktober 2012. Tak hanya emisi karbon di tingkat lokal, ekspansi sawit ini juga menjadi penyebab emisi karbondioksida secara global yang sangat signifikan.

Ekspansi kebun sawit ini diprediksi akan menyumbang 558 juta metrik ton karbon ke atmosfir di tahun 2020. Jumlah ini bahkan jauh lebih besar dari keseluruhan emisi karbon akibat bahan bakar fosil di seluruh wilayah Kanada.

Pada tahun 2010, pembabatan lahan untuk memenuhi kebutuhan kebun sawit telah menyebabkan emisi karbon sebesar 140 juta metrik ton karbondioksida, jumlah ini setara dengan emisi sekitar 28 juta buah mobil.

Greenpeace Desak RSPO Larang Kebun Sawit di Hutan dan Gambut

Greenpeace Internasional mendesak Roundtable on Sustainable Palm Oil  (RSPO) bisa menetapkan pelarangan penuh pengembangan kebun sawit di hutan dan lahan gambut. Pertemuan rutin RSPO ke 10 ini diselenggarakan di Singapura, 30 Oktober hingga 1 November 2012.

Pada 29 Oktober 2012, Wirendro Sumargo, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, sampai saat ini, perusahaan yang  menjadi anggota dan produk berlabel RSPO, belum menjamin produk mereka bukan dari hasil merusak hutan dan lahan gambut. Standar RSPO masih sangat lemah, karena belum bisa memastikan pembangunan sawit tidak ada menyebabkan deforestasi.

Indonesia, sebagai produsen sawit nomor satu dunia, dengan luas lahan sembilan juta hektar. Potensi pengembangan kebun, dua kali lipat pada 2030 dan tiga kali lipat pada 2050.  Dengan pengembangan sawit yang massif ini, paling menerima dampak adalah alam Indonesia. Sebab, pengembangan kebun sawit di Indonesia, berkaitan erat dengan membuka hutan dan merusak gambut. Saat ini saja, sekitar dua juta hektar kebun sawit ada di lahan gambut.

Baru 10 Persen Pabrik CPO RI Miliki Penyaring Gas Metan

Environmental Protection Agency (EPA) sudah berkunjung ke kebun sawit di Riau pada 22 Oktober 2012. Utusan lembaga ini menyatakan, baru 10 persen dari 608 pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Indonesia yang memiliki alat penyaring gas metan. Selama ini, gas terbuang ke alam bebas hingga berkontribusi dalam pemanasan global.

Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Nasional Indonesia (DMSI), Derom Bangun, Selasa(23/10/12) meyakinkan, 60 persen  pabrik CPO di Indonesia siap memasang alat penyaring gas metan ke depan. Penyaring gas metan ini salah satu upaya agar CPO Indonesia menjadi bahan bakar biodiesel ramah lingkungan. Untuk itu, DNSI telah menyurati EPA.

EPA telah mengunjungi satu perusahaan sawit, PT Musim Mas di Riau. Perusahaan ini sudah memasang alat penangkap gas metan di tiga pabrik. Tahun depan perusahaan mereka berkomitmen memasang di di seluruh pabrik, delapan unit.

Kebakaran di lahan gambut Rawa Tripa. Foto: Sumatran Orangutan Conservation Programme

Sidang Gugatan Pemerintah kepada PT Kalista Alam Dimulai

SIDANG gugatan pemerintah Indonesia, diwakili Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kejaksaan Agung kepada perkebunan sawit di Rawa Tripa, Aceh,  PT Kalista Alam, dengan tuduhan sengaja membakar lahan, dimulai.

Sidang pertama pengadilan kasus perdata digelar, Selasa (27/11/12) di Kota Meulaboh, tak jauh dari Rawa Tripa. KLH diwakili jaksa dari Kejaksaan Agung. Sayangnya, pengacara PT. Kalista Alam tak hadir, hingga hakim menunda sidang ini.

Salah satu tim jaksa, pengacara Ryan Palasi, kecewa atas ketidakhadiran Kalista Alam.  ”Terdakwa tidak mengambil tindakan serius dan tidak berkomitmen menyelesaikan kasus ini,” katanya.

6 Perusahaan Sawit Cemari Sungai di Merauke

Sekitar enam perusahaan sawit dalam proyek Merauke Integrated Food Energy and Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke, Papua, mencemari tiga sungai yang mengalir di kawasan Suku besar Malind Bian di Kota Merauke. Tiga sungai itu masing-masing,  Sungai Kum, Bian, dan Maro. Akibat pencemaran limbah perusahaan, ikan-ikan mulai banyak mati, seperti gabus dan mujair. Tak hanya ikan,  buaya juga naik ke daratan.

Enam perusahaan sawit berskala besar beroperasi di kawasan Malind Bian, Merauke, yaitu PT Dongin Prabhawa (Korindo Group), PT Bio Inti Agrindo (Korindo Group), PT Central Cipta Murdaya (CCM), PT Agriprima Cipta Persada, PT Hardaya Sawit Papua dan PT Berkat Cipta Abadi. Keenam perusahaan ini telah beroperasi di kawasan Malind Bian.

Pada 21 Desember 2012, Carlo Nainggolan dari Sawit Watch mengatakan,  dari hasil investigasi dampak pencemaran limbah 10 perusahaan sawit,  menyebabkan ketiga sungai berubah warna dan mengeluarkan bau tak sedap.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,