,

Konflik Lingkungan PLTU Batang Masih Mengalami Kebuntuan

Penolakan warga terhadap rencana pembangunan PLTU Batang saat ini disikapi secara serius oleh Pemerintah Daerah baik Pemerintah Daerah Jawa Tengah maupun Pemerintah Kabupaten Batang. Keinginan besar untuk mendirikan PLTU Batang di kawasan konservasi terumbu karang, di desa Karanggeneng ini dilakukan oleh Pemerintah daerah Provinsi maupun Kabupaten dengan menerjunkan puluhan aparat, baik itu TNI maupun Polri dengan dalih untuk mengkondusifkan suasana di masyarakat. Mereka dari Polres Batang dan Kodim Batang.  “Kami merasa takut dan tidak nyaman dengan keberadaan TNI dan Polri di desa kami, karena kami merasa tidak ada apa-apa. Keberadaan mereka malah melarang kami berkumpul bersama warga dan kemarin menyobek aspirasi tertulis yang dipasang ditembok rumah masing-masing warga”. kata Imiyanto, warga Ponowareng kepada Mongabay Indonesia.

Dalam rilis LBH Semarang yang diterima Mongabay Indonesia dijelaskan, sebelum adanya aparat TNI dan Polri, keadaan desa Karanggeneng dan desa Ponowareng itu relatif kondusif dan seperti biasa adanya. Penerjunan TNI dan Polri di desa Karanggeneng dan Ponowareng ini dibuat seolah-olah terjadi konflik yang serius dan suasana desa mencekam, agar ada alasan pembenar terhadap penerjunan tersebut. “Kepada siapa kami meminta perlindungan HAM, kalau aparat pemerintah justru yang melanggar HAM dan melarang Hak asasi kami”, jelas Ilmiyanto, warga Ponowareng

Hal senada juga dilontarkan oleh Didit dari Greenpeace Indonesia yang mendampingi warga desa. “Kami berharap aparat TNI dan Polri harus segera ditarik karena keberadaannya malah membuat takut warga dan ini bukan daerah konflik,” ungkap Didit.

Menurut LBH Semarang, walaupun secara hukum dan HAM masyarakat ini mempunyai hak untuk keberatan tetapi mereka dianggap oleh pemerintah sebagai masyarakat yang melawan pemerintah. Banyak nilai-nilai HAM dalam rencana pembangunan PLTU Batang ini diabaikan dan dilanggar, hal tersebut dapat dibuktikan bahwa adanya kriminalisasi terhadap sejumlah warga yang menolak.  “Kami menuntut agar TNI dan Polri harus segera di tarik, Bubarkan Posko Pengadaan Tanah dan Lindungi Hak Asasi warga setempat karena sangat meresahkan para warga dan membatasi Ham warga setempat”, tegas Wahyu Nandang Herawan, Staff LBH Semarang.

Dalam menangani kasus PLTU Batang, Polri dan TNI langsung menggunakan Instruksi Presiden (Inpres) No 2 tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri yang mengatur penanganan khusus terhadap konflik sosial sangat membahayakan situasi dalam negeri karena kembali melibatkan TNI seperti di era Orde Baru.”Jangan berlindung dalam Inpres No 2 Tahun 2013 karena di Batang ini tidak ada konflik,” tutup Nandang.

Denah PLTU Batang. Klik untuk memperbesar peta.
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,