Komitmen ‘Hijau’ Produsen Sawit Golden Agri Resources, Fakta di Lapangan Menanti…

Salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia, Golden Agri Resources meluncurkan sebuah proyek percontohan untuk melindungi hutan yang dinilai memiliki cadangan karbon tinggi, atau High Carbon Stock. Langkah yang diambil oleh Golden Agri Resources (GAR) ini diharapkan bisa segera diiikuti oleh berbagai produsen minyak kelapa sawit lain di Indonesia, yang merupakan rumah bagi 9 juta hektar perkebunan kelapa sawit dunia.

Langkah GAR ini disambut baik oleh Greenpeace Indonesia, dalam media rilis yang disampaikan, Kepala Greenpeace Indonesia, Bustar Maitar menyampaikan bahwa yang terpenting adalah komitmen GAR ini dituangkan dalam aksi yang nyata, karena langkah yang diambil GAR ini sangat krusial untuk memutus rantai yang selama ini lekat, antara kelapa sawit dan laju deforestasi di Indonesia.

Perkebunan kelapa sawit. Foto: Rhett A. Butler

Dalam proyek ini sendiri GAR membangun sebuah metodologi untuk melakukan penilaian terhadap High Carbon Stock (HCS) Forest dengan lembaga The Forest Trust, yang kemudian akan dijalankan bersama dengan masyarakat lokal dan pemerintah setempat untuk melestarikan area berhutan di semua wilayah konsesi yang saat ini berjalan, dimulai dari PT Kartika Prima Cipta (KPC) di Kalimantan Barat. Kebijakan yang akan dilakukan oleh GAR ini merupakan kebijakan yang bersifat menyeluruh di semua cabang perusahaan GAR beroperasi. Hal ini juga akan diberlakukan di semua bisnis GAR yang dijalankan di Liberia, Afrika.

“Masa depan hutan tropis Indonesia kini masih menggantung. Kurang dari tiga bulan dari sekarang, moratorium penebangan hutan akan selesai. Pemerintah Indonesia seharusnya melihat bahwa langkah yang dilakukan hari ini merupakan sebuah sinyak yang kuat bahwa pemerintah, industri dan masyarakat sipil bersama-sama bisa memberikan perubahan dan meindungi hutan hujan tropis Indonesia untuk kepentingan rakyat dan keragaman hayati yangada di dalamnya serta menekan laju perubahan iklim,” ungkap Bustar Maitar.

Program yang bernama Forest Conservation Policy ini dilakukan oleh GAR menyusul berbagai kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace dan berbagai tekanan yang muncul dari pihak konsumen terhadap deforestasi dan pemusnahan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Kebijakan ini memuat komitmen GAR untuk tidak membangun perkebunan kelapa sawit di kawasan yang dinilai sebagai High Conservation Value Forest (HCV) dan lahan gambut, serta di kawasan yang dikategorikan sebagai High Carbon Stock (HCS). Metodologi untuk mengidentifikasi HCS ini sendiri sudah dikembangkan bersama oleh TFT dan Greenpeace sejak Juni 2012 silam.

Dengan langkah yang diambil oleh GAR ini diharapkan produsen kelapa sawit lainnya juga berani mengambil langkah serupa dibandingkan harus bersembunyi dibalik peraturan dan sertifikasi yang dinilai lemah, seperti yang dirilis oleh RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).

Golden Agri Resources adalah salah satu perusahaan yang investasinya kembali ditarik oleh Lembaga Pensiun Norwegia karena dinilai tidak ramah lingkungan baru-baru ini. GAR selama ini juga dikenal dengan reputasi mereka yang ‘merah’ di lapangan akibat praktek perkebunan yang tidak ramah lingkungan.

Dalam sebuah wawancara dengan Direktur Eksekutif Greenomics, Elfian Effendi, disebutkan bahwa Grup Sinar Mas ini tidak tepat berada di posisi nomor tiga perusahaan sawit yang dinilai peduli pada perlindungan hutan dalam rapor yang dirilis oleh Greenpeace International tersebut, karena dinilai masih terlibat berbagai perusakan hutan, termasuk menebang lebih dari 40 ribu pohon di Kalimantan Barat.

Dalam penebangan lebih dari 40 ribu pohon itu, tiga perusahaan grup Sinar Mas itu ternyata terlibat pembersihan lahan di luar izin pemanfaatan kayu (IPK). “Aktivitas pembersihan lahan diluar blok IPK ini adalah sebuah pelanggaran kehutanan. Aneh jika Greenpeace tidak melihat fakta ini.

Selain kasus penebangan 40 ribu pohon tersebut, laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2012 silam juga menunjukkan bahwa perusahaan sawit grup Sinar Mas ini dinayatakan melakukan tindak pidana kehutanan, karena beroperasi di dalam kawasan hutan berdasar peta Kementerian Kehutanan maupun peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Tengah.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,