Tolak Pendirian Hotel Baru, Warga Kota Batu Terancam Masuk Bui

Kota batu, kota tercinta ini, akan menjadi rusak karena pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Pemerintah melegitimasi kebijakan yang menyengsarakan warga, dan terus melakukan kesewenang-wenangan mereka terhadap pembangunan yang tidak ramah alam. Penuhnya tempat wisata di kota Batu sudah merusak alam, menyebabkan pencemaran lingkungan, polusi dan berkurangnya jumlah debit air. Mari selamatkan sumber mata air dan lingkungan.

Penggalan kalimat di atas diucapkan lantang oleh peserta aksi yang menolak perusakan lingkungan dan sumber mata air di kota Batu, di Alun-alun kota Batu, pada Minggu, 17 Maret 2013. Massa aksi yang tergabung dari Malang Corruption Watch dan Forum Masyarakat Peduli Mata Air Batu serta Mahasiswa Se-Malang Raya yang berjumlah sekitar puluhan orang melakukan aksi simpatik. Mereka mengajak para warga yang berada di areal Alun-alun untuk membubuhkan tanda tangan, sebagai bentuk dukungan perlawanan terhadap perusakan lingkungan di kota Batu. Sunanto warga Malang, ikut memberikan tanda tangan. “Prihatin akan kondisi lingkungan di Batu yang semakin rusak. Pemerintah kemana saja?” kata Sunanto kepada Mongabay Indonesia.

Membubuhkan tandatangan, sebagai dukungan terhadap penolakan pembangunan hotel di Kota Batu. Foto: Tommy Apriando

Sumber daya alam di Indonesia selalu menghadapi ancaman perusakan setiap waktu. Tidak terkecuali yang dihadapi warga Desa Bulukerto, Kota Batu. Sumber mata air yang selama ini digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terancam hilang, tergantikan oleh hotel berbintang.

Imam Yunanto, dari Forum Masyarakat Peduli Mata Air Batu, kepada Mongabay Indonesia memaparkan, kasus sengketa pembangunan hotel di atas mata air Gemulo telah terjadi sejak awal tahun 2012. Pihak investor berencana membangun sebuah hotel tiga lantai dengan basement di daerah sekitar sumber mata air. Hal ini meresahkan masyarakat sekitar sebagai pengguna mata air. Masyarakat Batu yang mayoritas petani takut akan berkurangnya debit air akibat pembangunan tersebut. “Dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Brawijaya, ditemukan bahwa bangunan dengan fondasi lebih dari lima meter disekitar mata air akan merusak mata air,” jelas Imam.

Imam menambahkan, akhir-akhir ini, alih fungsi lahan pertanian menjadi perhotelan kian marak di Kota Batu. Pengalihan lahan ini merusak kawasan resapan mata air. Sumber mata air di batu mati. Data tahun 2005 ada 111 sumber mata air di Batu. Di tahun 2013 hanya ada 56 sumber mata air. Enam diantarnya dengan debit yang besar, sisanya debit airnya hanya mampu untuk mencupi kebutuhan rumah tangga saja, tidak bisa untuk mengairi pertanian. Terlebih lagi, dalam proses perijinannya ditemukan berbagai kejanggalan dan pelanggaran.

Pengeluaraan ijin mendirikan bangunan (IMB) seharusnya di dahului dengan keberadaan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Upaya Pemantauan Dampak Lingkungan). Sumber mata air Gemula, digunanakan untuk kebutuhan air minum 7 desa dan mengairi irigasi pertanian,  Selain itu, dalam pasal 24 ayat 6 huruf C dan pasal 38 Perda Nomor 7 tahun 2011, sumber mata air Gemula dijadikan sebagai kawasan lindung.  “Akan tetapi, Perda tetap dilanggar, perijinan pembangunan sudah diberikan, sedangkan UKL-UPL masih dalam proses,” kata Imam.

Penolakan warga akan pembangunan hotel yang merusak sumber mata air tersebut, hingga saat ini tidak mendapatkan respon positif dari pemerintah Kota Batu. Bahkan, aksi warga pada tahun 2012 dan awal 2013 lalu, membuat empat warga Bulukterto, Kota Batu dijadikan tersangka dengan tuduhan melanggar pasal 310,353 dan 315 KUHP. Keempat warga yang dijadikan tersangka  Imam Yunanto, Kaji Rudi, Arif Nugroho, dan Wagiman diancam telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.

Merespon hal tersebut, Direktur Eksekuti Wahana Lingkungan Hidup, Jawa Timur, Ony Mahardika kepada Mongabay Indonesia mengatakan, kriminalisasi terhadap masyarakat yang melawan perusakan lingkungan saat ini sudah menjadi pola yang dilakukan oleh pihak investor dan aparat. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melemahkan perlawanan warga. “Seharusnya  AMDAL yang lolos tersebut yang seharusnya diselidiki aparat, bukan malah masyarakatnya yang dikriminalisasi,” tegas Ony.

Ony meminta kepada aparat kepolisian dan pemerintah kota Batu untuk menghentikan pembangunan hotel dan ikut menjaga sumber mata air di Batu. Pemerintah harusnya lebih selektif dalam memberikan perijinan pembangunan hotel, apalagi jika pembangunan hotel tersebut berdampak dan mengancam perusakan lingkungan. Untuk itu, hentikan dan bebaskan warga yang mempertahankan lingkungannya dari ancaman kerusakan.“Pasal 66 UU Lingkungan hidup, tegas bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata,” tutup Ony.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,