Mampir di Bali, Kapal Rainbow Warrior Jadi Tonggak Sejarah Visi Kelautan Indonesia 2025

Kapal legendaris Greenpeace, Rainbow Warrior III, akhirnya berlabuh di Bali setelah tiga minggu melakukan perjalanan dari Papua. Kapal ramah lingkungan yang membawa misi kampanye lingkungan itu tiba di Pelabuhan Benoa, Denpasar, pada Jumat, 31 Mei 2013. Kedatangan Rainbow Warrior tiba di Benoa, Bali, sebagai bagian dari kampanye “100% Indonesia: Bersama Menjaga Hutan dan Laut Kita” yang dimulai dari Papua pada 9 Mei hingga 10 Juni 2013 mendatang.

Dalam kesempatan berada di Bali, Greenpeace bersama-sama dengan aktivis lingkungan mendeklarasikan Visi Bersama untuk Kelautan Indonesia 2025 yang menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia  agar bersatu  menjaga dan melindungi laut Indonesia.

Tari Bali, menyambut kehadiran Rainbow Warrior di Pulau Dewata. Foto: Greenpeace-Indonesia.

Dalam Visi Bersama untuk Kelautan Indonesia 2025, sejumlah perseorangan dan lembaga swadaya masyarakat menyepakati 11 poin utama yang pada intinya mengajak masyarakat dan pemerintah secara bersama, bersatu, dan berpadu mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab, berkelanjutan dan berkeadilan untuk kedaulatan Indonesia, serta  mewujudkannya menjadi bagian dari upaya revitalisasi dan pencapaian Visi Indonesia 2025.

“Dengan deklarasi ini, kami harapkan Bali akan menjadi tonggak sejarah bagi dunia dalam penyelamatan laut,” jelas Arifsyah M. Nasution, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia.

Arifsyah menjelaskan bahwa Greenpeace berkomitmen untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya penyelamatan kelautan. “Greenpeace ingin menjadi bagian arus utama dalam pengelolaan laut Indonesia. Kita sangat terbuka dengan debat dalam membangun visi tersebut. Itu sebabnya, kami tidak membatasi forum finalisasi visi tersebut hanya di kalangan greenpeace saja, tetapi mengajak seluruh organisasi” ia menegaskan.

Navicula, salah satu penampil dalam kunjungan kapal Rainbow Warrior ke Pulau Dewata. Foto: Greenpeace Indonesia

Kehadiran kapal Rainbow Warrior di Bali juga disambut antusias pemerintah dan masyarakat Bali. Sesaat setelah bersandar di Bali, seorang pemangku (pemimpin agama hindu) melaksanakan ritual doa untuk memohon keselamatan. Sejumlah kru kapal kemudian disambut dengan percikan air suci. Para pejabat lokal kemudian menyematkan selendang endek (tenun khas bali) kepada para kru wanita dan destar Bali kepada para kru lelaki.

Sebuah penampilan tari Bali turut menyambut para kru kapal. Grup band asal Bali, Navicula, juga tampil memeriahkan acara dengan memainkan sejumlah lagunya yang juga menjadi bagian dari kampanye lingkungan.

Selama dua hari berada di Bali, kapal Greenpeace lebih banyak melakukan kampanye untuk penyadaran kepada masyarakat atas pentingnya menjaga laut dan hutan. Greenpeace tidak hanya mengundang aktivis lingkungan untuk datang, tetapi juga kalangan siswa dan masyarakat umum.

Sekelumit doa, menyambut kehadiran Rainbow Warrior di Bali. Foto: Ni Komang Erviani

“Bali kami pilih sebagai salah satu tempat untuk kampanye kelautan karena Bali merupakan kawasan pariwisata dunia yang memiliki potensi kerusakan yang luar biasa  Kalau kita ingin mempertahankan Bali yang indah, hijau, kita harus tingkatkan kepedulian terhadap lingkungan Bali,” Rahma Shofiana, Media Campaigner  Greenpeace Indonesia.

Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting, mengajak publik untuk bergabung menjadi “Ocean Defender”. “Penyelamatan laut Indonesia harua dilakukan bersama.  Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia, kaum muda, semuanya untuk menjaga lauta  kita. Membela lautan kita. Mari kita bangun jaringan pembela laut nusantara, jadilah eco defender. Karena laut kita adalah hidup kita, masa depan kita,” Longgena menegaskan.

Made Ada, Ketua Forum Nelayan Denpasar, menyatakan dukungannya atas kampanye yang dilakukan Greenpeace. Menurut Made Ada, kerusakan laut telah nyata merugikan nelayan. “Permasalahannya tidak mudah mengubah pola pikir masyarakat yang hidup di daratan untuk menjaga lautan. Yang merasakan dampak nyata dari kerusakan lingkungan adalah nelayan yang mengais rezeki dari laut,” tegasnya.

Surat untuk presiden RI. Foto: Zamzami

Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Wayan ‘Gendo’ Suardana menegaskan kehadiran kapal Rainbow Warrior III di Bali merupakan momentum untuk Bali melakukan refleksi atas kerusakan lingkungan yang sudah dan sedang terjadi. Sebuah hal yang ironis, kata Gendo, kapal generasi ketiga dari Rainbow Warrior itu berlabuh di antara dua proyek besar yang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Pelabuhan Benoa terletak tak jauh dari Pulau Serangan, sebuah pulau kecil yang direklamasi di masa orde baru. Akibat reklamasi yang memperluas pulau dari hanya 100 hektar menjadi 400 hektar tersebut, Serangan  kini menjadi daratan yang menyatu dengan pulau Bali. Proyek itu pun telah mengakibatkan kerusakan lingkungan laut di sekitar Serangan.

Sementara di sisi lainnya, tepat di pintu masuk menuju Pelabuhan Benoa, saat ini tengah dibangun jalan di atas perairan yang melakukan pengurukan pada sebagian perairan dan merusak terumbu karang di sekitarnya.

“Jadi, posisi kapal Rainbow Warrior ini ada di posisi tengah dari refleksi pembangunan yang destruktif. Antara masa lalu dan masa depan yang menunjukkan fakta kerusakan lingkungan Bali. Ini menjadi refleksi kepada penguasa lokal di Bali,” Gendo menegaskan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,