Data WRI: Separuh Sumber Kebakaran Hutan Berasal dari Wilayah Konsesi Perkebunan

Semakin parahnya kabut asap yang melanda perbatasan pulau Sumatera dan semenanjung Malaya hingga kini masih terus menimbulkan perdebatan sengit diantara tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Menurunnya kualitas udara di beberapa wilayah negara tetangga menjadi pemicu utama argumentasi. Kondisi di Singapura, saat ini bahkan menurut Lembaga Lingkungan Singapura (National Environment Agency) suda mencapai angka 371 dalam standar PSI (Pollutant Standard Index) dan secara resmi melewati batas berbahaya bagi manusia yang ditetapkan maksimal adalah 301. Batas angka yang sehat untuk ditempati oleh manusia adalah antara angka 51 hingga 100 PSI. Sementara antara 101 hingga 200 adalah kondisi tidak sehat. Selebihnya, jika mencapai 201 hingga 300 sudah memasuki kategori sangat tidak sehat. Diatas angka itu, sudah masuk zona ‘beracun’.

Terkait hal ini, World Resources Institute  baru saja merilis sebuah data terkait kebakaran hutan yang terjadi di hutan Sumatera. Data ini memperlihatkan lokasi-lokasi kebakaran yang terjadi pulau Sumatera, dan menurut pihak WRI ada pola-pola khusus yang terjadi dalam kebakaran hutan ini. Secara umum, hanya sedikit api yang muncul di kawasan lindung dan beberapa lokasi penebangan pilih. Sebagian besar kebakaran hutan bersumber dari lokasi perkebunan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan perkebunan kelapa sawit.

Konsesi. Sumber: World Resources Institute. Klik untuk memperbesar tabel.

Masih maraknya praktek tebang habis dan membakar lahan menyebabkan lokasi-lokasi ini sangat rentan terjadi kebakaran lahan.

Lewat data yang didapat dari Active Fire Data milik NASA dan peta konsesi milik Kementerian Kehutanan RI, World Resources Institute berhasil menemukan beberapa catatan penting di lokasi kebakaran hutan saat ini.

Daftar Lokasi Konsesi Perkebunan Kelapa Sawit yang Ditemui Titik Api. Sumber: World Resources Institute

a. Sebagian besar peringatan bahaya kebakaran hutan berada di propinsi RIau, dan sebagian besar berada dalam batas perkebunan HTI dan kelapa sawit. Sekitar 52% dari total api yang muncul dalam kebakaran ini, berada di dalam wilayah konsesi. Sementara, di lokasi hutan lindung jumlah titik api jauh lebih sedikit.

b. Dalam data WRI, dua konsesi perusahaan dari grup Sinar Mas dan Raja Garuda Mas mendominasi jumlah titik api yang ditemukan. Dua grup ini menguasai lebih dari 50% titik api yang terjadi di dalam peta kebakaran hutan di Riau.

c. Dalam peta ini titik api bisa terbaca secara jelas dan lokasinya mampu diidentifikasi dengan baik oleh satelit, namun peta ini tidak bisa menunjukkan penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Lembaga pemerintah terkait harus melakukan investigasi lebih lanjut untuk mencari penyebab terjadinya kebakaran di titik-titik api yag dimaksud.

Daftar Lokasi Konsesi Perusahaan Kayu Industri yang Ditemui Titik-Titik Api. Sumber: World Resources Institute

Setidaknya 17 nama perusahaan penebangan berhasil disaring lewat data yang dihasilkan oleh World Resources Institute ini. Dari data ini lima perusahaan berasal dari grup Raja Garuda Mas atau Royal Golden Eagle, sembilan perusahaan dari grup Sinar Mas, dan satu perusahaan dari Barito Pacific Group.

Sementara itu, dari perkebunan kelapa sawit 15 perusahaan berada di dalam wilayah ditemukannya titik-titik api yang menyebabkan kabut asap. Dari data yang berhasil dihimpun oleh WRI, tiga perusahaan berada dalam naungan Surya Dumai Grup, sementara masing-masing satu perusahaan dari Sambu Grup, Siak Raya Grup, Rokan Grup, Sime Darby, Wilmar dan KLAU River Ent Sdn Bhd.

Menurut catatan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kebakaran lahan gambut di Riau mencapai 850 hektar, demikian disampaikan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Yuwono.

BNPB Siapkan 25 Miliar Atasi Kabut Asap

Sementara itu terkait parahnya kabut asap akibat kebakaran hutan, pemerintah menyiapkan dana sebesar 25 miliar rupiah untuk membuat hujan buatan untuk menekan penyebaran titik-titik api yang tersebar di berbagai wilayah di Sumatera dan Kalimantan.

Langkah ini, juga dinilai sebagai jawaban nyata atas protes pemerintah Singapura akibat terpaan kabut asap yang menimpa wilayah negara kota tersebut. Hujan buatan ini ini akan dikoordinir oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. “”Waktu pelaksanaan tergantung dengan kebutuhan di lapangan,” kata Kepala  Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Yuwono.

Menurut catatan BNPB hingga tanggal 18 Juni 2013 silam berdasarkan data satelit NOAA18 di Kementerian Kehutanan menunjukkan, jumlah hotspot di Riau 148 titik, Jambi 26 titik, Kalbar 22 titik, Sumsel 6 titik, dan Sumbar 5 titik. Hotspot juga terjadi di negara lain seperti Malaysia 8 titik, Thailand, Laos, Vietnam, Cambodia 29 titik, dan Myanmar 17 titik. Jumlah tersebut belum dikategorikan besar jika dibandingkan puncak kemarau yang seringkali mencapai ribuan titik.

Menanggapi terjebaknya asap di wilayah Singapura, Sutopo Yuwono mengatakan hal ini disebabkan oleh anomali cuaca. Munculnya pusat-pusat tekanan rendah mengubah sirkulasi massa uap air. Hal ini mengakibatkan terjadinya bencana asap yang tidak mengikuti pola umum. BMKG menyatakan bahwa siklon Yagi dan Siklon Leepi yang berada di timur laut Philipina menyebabkan tertariknya massa udara dari Indonesia ke arah Philipina. Kabut asap dari daerah Riau juga mengalir ke arah Philipina melalui Singapura sehingga kualitas udara mengganggu Singapura. Siklon tropis Leepi akan berumur 7-10 hari sejak munculnya embrio siklon tgl 18/6/2013. Sebelumnya siklon Yagi juga tumbuh di Samudera Pasifik yang menyebabkan arah angin di Indonesia mengarah ke siklon tersebut. Kondisi demikian juga menyebabkan wilayah Riau akan relatif kering.

Setiap tahun, delapan propinsi di Indonesia memiliki titik-titik api terbanyak akibat kebakaran hutan dan lahan. Umumnya kebakaran terjadi di daerah yang berlahan gambut, terletak di pedalaman dan mengakibatkan kebakaran semakin sulit dipadamkan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,