,

Potret Keterancaman Si Pongo di Hari Orangutan Sedunia

Love orangutan. Save orangutan. Lets do it together.” Begitu tulis Lucinda Aprilia, dari Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), kala memposting foto di akun Facebook World Orangutan Day. Kalbar, adalah salah satu ‘rumah’ orangutan Kalimantan.

Tak hanya Lucinda. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia mengirimkan kreasi mereka sebagai wujud kecintaan pada orangutan.  “We Love Orangutan.” “I Love Orangutan.” Begitu kata-kata dalam foto-foto yang mereka posting. Ada juga yang membuat puisi, melukis, sampai menulis surat tentang orangutan. Bermacam ragam ekspresi ada di sana.  Ekspresi cinta dan kekhawatiran akan keterancaman satwa langka ini.

Penelitian terbaru dipimpin Brent Loken dari Simon Fraser University dan Dr. Stephanie Spehar dari University of Wisconsin Oshkosh ke hutan Wehea di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, menemukan perilaku baru orangutan. Spesies yang dikenal jago bergelantungan di dahan ini kini makin banyak menghabiskan waktu di tanah.

Mengapa? Penyebab perubahan masih misteri. Namun, dugaan kuat karena penyesuaian terhadap perubahan habitat. Hutan, sebagai rumah mereka makin habis terbabat.

Menurut Shepar, kendati melihat orangutan bisa fleksibel dalam perilaku mereka dibanding yang diperkirakan, tetapi mereka masih membutuhkan hutan untuk bertahan hidup. “Di hutan tanaman industri sekalipun, mereka masih bergantung pada hutan alami untuk sumber pangan mereka dan bersarang.”

Penelitian ini menunjukkan, bagaimanapun orangutan bergantung pada hutan. Sayangnya, ekspansi besar-besaran hutan untuk perkebunan, baik kebun sawit, sampai kayu hingga pertambangan, menyebabkan satwa dilindungi ini makin terdesak. Aksi nyata penyelamatan orangutan harus terus digerakkan. Tak berlebihan, diawali 2013 ini, setiap 19 Agustus digagas menjadi Hari Orangutan Sedunia.

Robert Hii, salah satu penggagas Hari Orangutan Sedunia mengatakan, kegiatan ini untuk memperingati orangutan yang bertahan di alam bebas di tengah ancaman kerusakan lingkungan. “Acara ini juga sebagai wujud apresiasi  kepada orang-orang yang bekerja melindungi orangutan,”katanya. Indonesia, ujar dia, harus berbangga, sebagai salah satu dari dua negara di dunia yang memiliki orangutan.

Menurut Hii, peringatan Hari Orangutan Sedunia kali pertama ini terbilang sukses. Ia digagas oleh para aktivis dengan dana kecil tetapi memiliki komitmen kuat dan dibantu relawan dari berbagai negara, termasuk dari Siberia.

Dari sebuah gawe yang direncanakan di Facebook, mampu menarik perhatian organisasi lingkungan utama, termasuk Greenpeace.  Organisasi konservasi termasuk Traffic, GrASP UNEP berbagi informasi pada hari itu.   “Lush Cosmetics USA mendonasikan $26 000 untuk enam organisasi konservasi orangutan.”

Pada hari ini, Mongabay, mengetengahkan beberapa kasus miris orangutan di berbagai daerah, terutama Kalimantan dan Sumatera. Mereka ada yang dievakuasi dari perkebunan sawit, sampai ditangkap dan dipelihara warga.

Kondisi orangutan yang diselamatkan dalam keadaan sekarang, ketika masih hidup. Tak lama ia tewas. Foto: OIC

Pada Kamis, 27 Juni 2013, orangutan betina dewasa baru dijemput tim kerjasama BKSDA Aceh, SOCP, YOSL-OIC tewas dalam perjalanan ke pusat karantina orangutan SOCP di Sibolangit, Sumatra Utara. Ia tewas saat hendak dirawat pasca mengalami pukulan dan luka saat ditangkap masyarakat di Desa Panton Luas, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan.

Taman wisata yang memajang satwa langka pun ancaman bagi orangutan. Jack, orangutan jantan yang tewas karena pemeliharaan tak layak, salah satu contoh.  Jack, tak tertolong. Meskipun para dokter hewan di Pusat Karantina Orangutan Sibolangit Sumatera Utara (Sumut) berupaya intensif, Jack tak kuat melawan penyakit setelah 10 hari dirawat.

Pada pagi buta di 6 Mei 2013, Jack pergi selamanya. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) jantan berumur empat tahun ini disita dari Taman Rusa, tempat  rekreasi di pinggiran Kota Banda Aceh 24 April 2013. Saat itu, kondisi Jack sudah parah.

Pada April 2013, video dirilis Environmental Investigation Agency di situs Vimeo memperlihatkan sekawanan orangutan kelaparan berhasil diselamatkan dari perkebunan sawit oleh tim International Animal Rescue (IAR) di Kalimantan Barat. Habitat mereka habis akibat dibuldoser salah satu anggota Rooundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) bernama Bumitama Gunajaya Agro.

Pemusnahan hutan ini sekaligus membuktikan perusahaan melanggar kesepakatan yang tertera dalam aturan RSPO untuk tidak membuka perkebunan sawit di hutan alami, . habitat orangutan.

Masih dalam April 2013, orangutan jantan berusia sekitar dua tahun, diselamatkan tim penyelamat Orangutan Information Centre (OIC) dari ‘pemilik’ yang mengaku menemukan di lahan pertanian di kaki Taman Nasional Gunung Leuser, sebulan silam.

Orangutan jantan bernama Kedaung ini disimpan di sebuah karung sebelum diselamatkan tim OIC bersama BKSDA setempat dan staf Taman Nasional Gunung Leuser. Ia mengalami luka karena serangan anjing, sebelum disimpan penduduk setempat, lalu ditaruh di dapur rumah sang pemilik.

Pada Februari 2013, Tim Program Konservasi Orangutan Sumatera(Orangutan Conservation Programme/SOCP) menyita satu bayi orangutan. Ia ditangkap di kebun sawit Rawa Tripa, dari seorang mantri di Afdeling II, perkebunan PT. Socfindo, Desa Sidojadi, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, Selasa(19/2/13).

Si bayi orangutan diberi nama Gokong Puntung ini ditangkap 26 Januari 2013 di Suak Puntung, dekat pinggiran hutan rawa gambut Tripa di dalam areal hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit milik PT Surya Panen Subur 2 (PT SPS-2).

Tribun, tampak bersahabat sesaat setelah penyelamatan. Foto: Alejo Sabugo

Pada bulan sama, bayi orangutan baru diselamatkan di sekitar perkebunan sawit, PT Kayong Agro Lestari, oleh warga Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Ketapang. 

Berdasarkan informasi dari warga, tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) dan YIARI turun menyelamatkan bayi ini pada Jumat(16/2/13) pagi. Bayi orangutan ini dibawa ke fasilitas YIARI guna mendapatkan perawatan medis.

Tindakan lambat dari aparat berwenang juga melanggengkan perdagangan orangutan.  Februari 2013, di Desa Kuala Labai, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalbar, satu dari dua orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) peliharaan warga, dilaporkan dijual pemilik lantaran telat dievakuasi pihak berwenang.

Padahal, kasus ini sudah dilaporkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar dan BKSDA Ketapang akhir Oktober 2012. Ali Barata, pemilik orangutan jantan bernama Amin. Si pongo ditebus dengan uang Rp1,5 juta dari pedagang di Desa Kuala Labai bernama Asep pada 2010.

Kasus hampir sama terjadi pada Desember 2012.  Seorang guru dari  Dusun Senibung, Desa Suak Medang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang,  berniat menyerahkan bayi orangutan yang diperoleh dari warga ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar. Kini, , orangutan (Pongo pygmeaus-pygmeaus) ini masih dipelihara warga.

Berbagai peristiwa terjadi antara Februari hingga September 2012, mitra Sumatran Orangutan Society (SOS) bernama Orangutan Information Center melakukan penyelamatan terhadap tujuh orangutan dari buldoser perusahaan perkebunan sawit, PT Sisirau. 

Organisasi Sumatran Orangutan Society mengirimkan protes resmi kepada RSPO atas pelanggaran ketentuan yang disepakati dalam RSPO. Yaitu menebang hutan yang masuk kategori High Conservation Value Forest di Aceh Tamiang, Aceh.

Orangutan sesaat setelah evakuasi. Saat dalam perjalanan ke IAR Ketapang, orangutan ini mati. Foto: WWF-Indonesia

Kasus mengenaskan terjadi pada Agustus 2012. Orangutan yang terdesak dan terpaksa masuk perkampungan, terbakar dan berakhir tewas dalam proses evakuasi di Desa Wajok, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar.

Orangutan ini tewas dalam perjalanan ke Pusat Rehabilitasi & Konservasi International Animal Rescue (IAR) Ketapang untuk mendapatkan fasilitas perawatan lebih baik. Sebelum itu,  BKSDA menyatakan, kondisi orangutan yang dievakuasi selama dua hari, (26-27/8/12) dari Dusun Parit Wa’dongka, Desa Wajok Hilir, berangsur membaik.  Berdasarkan hasil observasi tim medis selama tiga hari terakhir, perkiraan waktu untuk pemulihan sekitar dua sampai tiga minggu.

Pada, Rabu(16/5/12), tim respon penanggulangan konflik manusia dan orangutan dari Pusat Informasi Orangutan (the Orangutan Information Centre/OIC) membantu penyelamatan orangutan betina yang diperkirakan berusia 16 tahun dan bayinya sekitar lima tahun.

Orangutan ini terisolasi di hutan kecil di antara perkebunan sawit yang dimiliki Sisirau di Desa Rimba Sawang, Aceh Tamiang. HOCRU dibantu SOCP dan Badan Pengelola Kawasan Ekositem Lauser(BPKEL) serta Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Tim juga menyelamatkan orangutan di area yang sama 10- hari lalu. HOCRU dan BPKEL kembali. Mereka menyadari masih ada orangutan yang memerlukan bantuan. Ibu dan anak orangutan pun terlihat di hutan pada 14 Mei.

Orangutan diselamatkan oleh tim gabungan yang terdiri dari OIC, Sumatran Orangutan Conservation Programme, BKDSDA dan BP Konservasi Ekosistem Leuser. Foto: OIC
Aksi peringatan Hari Orangutan Sedunia di Indonesia. Foto dari Facebook World Orangutan Day
Aksi peringatan Hari Orangutan Sedunia di Indonesia. Foto dari Facebook World Orangutan Day
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,