Penelitian: Indonesia Harus Ubah Wilayah Konsesi Penebangan Menjadi Kawasan Lindung Demi Tekan Deforestasi

Melakukan klasifikasi ulang terhadap konsesi penebangan sebagai hutan secara permanen dan mencegah wilayah ini dari konversi untuk keperluan industri perkebunan dinilai sebagai strategi efektif untuk membantu menjaga keberadaan hutan Indonesia yang mengalami laju kehilangan sangat cepat. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian terkini yang dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah PLoS ONE baru-baru ini.

Penelitian ini, yang melibatkan sejumlah peneliti mancanegara dan dipimpin oleh peneliti dari Center for International Forestry Research (CIFOR), menganalisa angka hilangnya hutan dalam berbagai zona pemanfaaran di Kalimantan. Dari hasil kajian ini ditemukan bahwa angka rata-rata deforestasi di konsesi perkebunan HTI dan kawasan lindung ternyata “tidak terlalu jauh berbeda”. Hasil temuan ini menyarankan agar konsesi penebangan yang ada saat ini bisa dikembalikan sebagai hutan secara permanen untuk mencegah konversi lebih lanjut sebagai perkebunan kelapa sawit. Hal ini dinilai akan membawa keuntungan bagi upaya konservasi hutan di Indonesia, ungkap para penulis penelitian ini.

Peta perubahan tata guna lahan di Kalimantan antara tahun 2000 hingga 2010.
Peta perubahan tata guna lahan di Kalimantan antara tahun 2000 hingga 2010.

“Kajian kami mengindikasikan bahwa klasifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia  terhadap konsesi penebangan hutan alam sebagai kawasan lindung dibawah aturan IUCN Protected Area Category VI, karena mereka berfungsi sama efektifnya sebagai kawasan lindung dalam menjaga tutupan hutan dan harus dilindungi agar tidak diubah atau diklasifikasi ulang,” ungkap penelitian ini.

“Manambah wilayah eks konsesi penebangan sebagai kawasan lindung akan meningkatkan luasan kawasan lindung di Kalimantan menjadi 248.305 kilometer persegi.”

Hal ini akan efektif untuk melindungi duapertiga kawasan hutan di Kalimantan yang masih tersisa. Sementara konsesi penebangan itu sendiri akan tetap bisa memberikan keuntungan bagi komunitas lokal, perusahaan dan negara, dengan memberikan insentif keuangan yang baik dengan menjaga kawasan ini. Insentif inilah yang saat ini tidak ada dalam kawasan lindung di Indonesia, yang semakin menderita akibat parahnya perambahan, penebangan ilegal, kebakaran hutan dan deforestasi terkait ketiadaan dana.

Kendati mereka memberikan catatan khusus terhadap keterbatasan dana dalam pengelolaan hutan, para peneliti tidak menganjurkan untuk mengubah kawasan lindung menjadi konsesi penebangan. Mereka justru melihat bahwa konsesi penebangan yang sudah ada saat ini sebagai solusi yang murah unruk meningkatkan luasan area konservasi. Selain itu, kendati hutan yang pernah ditebang secara selektif memiliki keragaman hayati yang lebih rendah dan lebih rentan terhadap kekeringan dan kebakaran  dibanding hutan yang lebih tua, mereka memiliki nilai konservasi yang jauh lebih tinggi dan menyimpan karbon lebih banyak dibanding perkebunan kelapa sawit.

0905-KALIMANTAN

“Hutan yang sudah pernah ditebang masih bisa menjadi habitat yang bernilai bagi orangutan dan berbagai spesies lainnya,” tulis penelitian ini, yang juga melibatkan tiga orang pakar orangutan. “Pembuatan Taman Nasional Sebangau seluas 5.686 kilometer persegi di tahun 2004, dimana area ini sudah pernah menjadi wilayah konsesi penebangan di tahun 1990an, namun  kini tetap tetap menjadi salah satu habitat orangutan terbesar di Kalimantan, hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Indonesia mulai memahami nilai dari hutan yang pernah ditebang sebelumnya untuk konservasi keragaman hayati.

Indonesia saat ini tengah menjalankan moratorium penebangan hutan alam dan tidak menerbitkan perizinan bagi pembukaan hutan baru di hutan-hutan yang sudah tua. Moratorium ini adalah bagian dari bantuan pendanaan dari Norwegia yang berupaya untuk menekan deforestasi di Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki laju deforestasi tertinggi di dunia. Antara tahun 2009 hingga 2011 negeri ini kehilangan sekitar 620.000 hektar hutan per tahun, atau lebih, dibandingkan angka kehilangan hutan di kawasan Amazon Brasilia.

CITATION: Gaveau DLA, Kshatriya M, Sheil D, Sloan S, Molidena E, et al. (2013)Reconciling Forest Conservation and Logging in Indonesian Borneo. PLoS ONE 8(8):e69887. doi:10.1371/journal.pone.0069887

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,