, ,

Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Pepatah ini tampaknya cocok bagi keempat buruh harian perusahaan sawit di Papua ini. Betapa tidak, sudahlah pekerjaan mereka bertambah berat dua kali lipat dengan upah tetap, kala protes, perusahaan semena-mena memecat mereka.

Empat buruh harian lepas ini dari PT Tandan Sawita Papua (TSP), anak usaha Rajawali Group pada devisi kebun II Dahlia, di Kampung Yetti, Arso Timur, Kabupaten Keerom, Kota Jayapura, Papua. Mereka adalah Benediktus Bria, Mikael Usboko,Yanto Bouk dan Valensius Bria.

Sejak tahun 2010, TSP merekrut buruh harian kerja dengan sistem pembayaran upah per hari kerja Rp68 ribu. Memasuki 2013, perusahaan menerapkan sistem pembayaran upah kerja tak berdasarkan hari kerja, melainkan jumlah pohon sawit yang dibersihkan.

Benediktus Bria bersama ketiga rekan, mengeluhkan sistem ini. Mereka melapor ke Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua, Senin (9/9/13). Mereka menceritakan sistem upah sudah tak lagi per hari kerja.

Sebelumnya, jika membersihkan atau membabat rumput dan tanaman kayu di sekitar area 27 pohon sawit, mereka mendapat upah Rp68 ribu. Pada Agustus 2013, perusahaan menaikkan lagi target kerja dari areal 27 pohon sawit menjadi 54 pohon sawit. Dua kali lipat! Jika pekerja berhasil membersihkan 54 pohon, dihargai Rp68 ribu. “Jika pekerja tidak sanggup sesuai target yang ditentukan perusahaan, tak dibayar,” kata Benediktus.

Yuliana Langowuyo dari SKPKC Fransiskan Papua, kepada Mongabay,  Rabu (18/9/13) menyebutkan, Senin, 9 September 2013, didatangi empat buruh harian lepas devisi kebun II Dahlia, TSP.

Para buruh ini mengadu pelanggaran hak buruh yang dialami.“Mereka tidak tahu bagaimana prosedur menyampaikan permasalahan ke Dinas Tenaga Kerja hingga mendatangi SKPKC Fransiskan Papua, sebagai lembaga gereja yang dikenal.”

Ke empat buruh ini sudah bekerja sejak  2010 dengan status buruh harian lepas. Kerja mereka mulai dari penanaman, pembabatan dan semprot hingga pemupukan. Pekerjaan ini dihargai per hari Rp68 ribu. Aturan itu berubah menjadi sistem pengupahan sesuai target kerja sejak 2013.

Target kerja perusahaan adalah para pekerja wajib membersihkan area dari 27 pohon sawit. Jika tak mencapai target upah tidak dibayar. Pada Januari- Juli 2013, pekerja masih bisa memenuhi target perusahaan sebanyak 27 pohon sawit.

Memasuki Agustus 2013, perusahaan menaikkan lagi target kerja dari 27 menjadi 54 pohon sawit . “Ini sangat berat dan tak dapat dipenuhi pekerja. Areal dari satu pohon sawit saja sudah cukup luas,” kata Yuliana.

Kala target 54 pohon sawit tidak dapat dipenuhi dalam satu hari, pekerja harus menyelesaikan dalam dua hari. Sehari pekerja hanya bisa membersihkan 27 pohon sawit, dilanjutkan keesokan hari hingga sampai 54 pohon. Namun, perusahaan menghitung upah satu hari kerja alias dibayar Rp68 ribu. “Target kerja sangat berat dan sistem upah tidak adil ini mendapat perlawanan dari pekerja di areal devisi kebun II Dahlia.”

Protes ini disampaikan berulang kali oleh pekerja tetapi tak ditanggapi perusahaan. Akhirnya, pada Selasa-Senin (39/9/13) sejumlah pekerja di devisi Kebun II Dahliam, mogok. Setelah mogok, Senin sore, empat perwakilan pekerja mendatangi kantor SKPKC Fransiskan Papua. Besoknya, Selasa (10/9/13), SKPKC mendapat informasi keempat orang ini sudah dipecat.

Koroba, Manajer devisi kebun II Dahlia TSW mengatakan, pekerja yang menuntut, bukan orang asli Keerom. Menurut dia, pekerja ini tak perlu banyak menuntut. “Kamu orang Timur, tidak perlu protes karena hanya perantau, kerja saja sesuai aturan,” ucap Koroba.

Anak usaha Rajawali Group  ini mulai beroperasi  membuka 26.300 hektar hutan di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua,  sejak 2008.   Hingga kini, kebun sawit ini telah membabat hutan seluas 18.337 hektar di Kampung Yetti, Arso Timur, Kabupaten Keerom.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,