, ,

Konflik Agraria Hantui Gorontalo

Gorontalo, masih memiliki potensi pengembangan lahan pangan cukup luas, sekitar 300 ribuan hektar lebih. Namun,  peluang ini berubah menjadi kekhawatiran kala yang datang mengisi para pengusaha pengeruk sumber daya alam, seperti sawit dan tambang. Pengalaman di banyak tempat, bisnis-bisnis ini lekat dengan perampasan lahan warga hingga potensi konflik agraria menghantui. Demikian terungkap dalam dalam diskusi dan bedah kasus agraria dalam persiapan Musyawarah Wilayah pembentukan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Gorontalo, Sabtu, 9 November 2013.

Irwan Frans Kusuma, Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo (Suluttenggo), mengungkapkan, kehadiran perkebunan sawit di Gorontalo, akan berdampak buruk bagi masyarakat, terutama petani. Sebab, ketika pemerintah dan perusahaan mengambil alih lahan warga menjadi kebun sawit, dengan alasan kesejahteraan, yang akan terjadi sebaliknya, lahir kemiskinan. Masyarakat pun akan terpisah dari tanah dan sumber penghidupan mereka. “Ini hanya akan memunculkan perlawanan masyarakat. Potensi konflik besar mengancam masyarakat Gorontalo,” katanya di Gorontalo.

Dalam bisnis sawit, katanya, untuk memperlancar ekspansi, perusahaan biasa menggunakan modus memanipulasi data kelompok-kelompok petani. Tujuannya, membuat surat tanah yang akan dijual kepada perusahaan. Belum lagi soal pola kemitraan yang dikenal dengan istilah plasma dan inti, banyak merugikan petani. “Terbukti di banyak tempat, petani plasma hanya menjadi pekerja di tanah sendiri. Mereka akan dibebani kredit, utang yang tak jelas.”

Keadaan tambah sulit kala masyarakat lokal yang dipaksa menyerahkan tanah kepada perusahaan kadang tak memiliki informasi memadai soal pola kemitraan. Contoh, oleh inti petani plasma wajib mengurus izin sampai sertifikat lahan plasma. Inti biasa menyediakan dana talangan, namun dianggap sebagai utang plasma. Nanti, skema pelunasan kredit dengan agunan sertifikat lahan plasma, biasa dikuasai inti.  Kemudian hari, jika inti menghindar dari utang bank, sertifikat plasma disandera oleh bank seumur hidup. Petani plasmapun gigit jari dan tercekik utang.

Saat ini saja, di satu kabupaten sudah ada beberapa perusahaan sawit beroperasi. Contoh, di Kabupaten Pohuwato,  ada enam perusahaan sawit sedang beroperasi. Enam perusahaan itu PT Sawit Tiara Nusa, PT Sawindo Cemerlang, PT Wira Mas Permai, PT Banyan Tumbuh Lestari, PT Inti Global Laksana, dan PT Wira Sawit Mandiri. Daerah paling banyak konsesi sawit di Kecamatan Popayato.

Provinsi Gorontalo merupakan daerah agraris dengan topografi datar, berbukit-bukit dan bergunung. Berdasarkan data BPS 2011, mata pencaharian sebagian besar penduduk Gorontalo bertumpu pada sektor pertanian sekitar 175.374 jiwa atau 57 persen, petani.

Luas wilayah sekitar 11.967,64 km, sekitar 37,95 persen (463.649,09) areal potensial pertanian, dimanfaatkan baru 148.312,78 hektar (32 persen). Jadi, masih ada peluang pengembangan lahan pertanian untuk pangan masyarakat sekitar 312.138, 81 hektar.

Warga menolak pengeboran di lahan yang dinilai belum dibebaskan dan tidak memiliki analisis mengenai dampak lingkungan di proyek PLTU Batang, salah satu proyek MP3EI. Foto: LBH Semarang

Ancaman MP3EI

Setiap kabupaten dan kota di Gorontalo,  rentan konflik agraria yang mungkin lahir dari rencana pembangunan nasional atau disebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.

Irwan mengatakan, meskipun konsep itu baru sebatas masterplan, tetapi dampak sangat nyata saat ini. Pemerintah di Gorontalo,  sedang getol-mempersiapkan infrastruktur pembangunan menyambut ide MP3EI.

Contoh, saat ini di Desa Pilohayanga dan Pilohayanga Barat, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, tahap sosialisasi pembebasan lahan untuk pembangunan jalan. Masyarakat menolak memberikan lahan, namun dibenturkan dengan aturan pemerintah.

Di dua desa itu, akan dibangun jalan lingkar luar selebar 60 meter. Untuk memuluskan pembangunan ini, rumah warga, tanah, sawah produktif, mesjid, sekolah, bahkan kuburan akan digusur. Bahkan Desa Pilohayanga Barat, terancam hilang karena wilayah paling banyak diambil untuk jalan lingkar luar.

Irwan mengungkapkan, infrastruktur perlu untuk mempercepat akses sumber daya alam yang selama ini dianggap lambat. Dalam konsep MP3EI, koridor ekonomi Sulawesi merupakan pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, minyak dan gas serta pertambangan nasional.  Sedang koridor ekonomi Jawa adalah pusat industri dan jasa nasional.

Dalam dokumen Laporan Perkembangan Pelaksanaan MP3EI 2013, yang dibuat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2013, dijelaskan target dan realisasi koridor ekonomi Sulawesi atau dikenal sebagai koridor ekonomi IV, memiliki kegiatan ekonomi utama nikel, migas, dan kakao. Juga, pertanian pangan, dan perikanan dengan infrastruktur pendukung utama Bandara Hasanuddin dan Pelabuhan Bitung, Jalan Palu-Parigi, PLTU, dan pembangunan broadband (Palapa Ring).

Koridor ekonomi Sulawesi, memiliki target implementasi proyek sektor riil dengan nilai investasi Rp163, 1 triliun, dan proyek infrastruktur Rp186, 8 triliun hingga 2014. Hingga triwulan I 2013, proses validasi sudah sekitar 60 persen (Rp97, 6 triliun) untuk proyek sektor riil, dan 58 persen (Rp185, 5 triliun) untuk proyek pembangunan infrastruktur.

Sejak awal MP3EI, pada 27 Mei 2011, didasarkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011, proyek sektor riil di koridor ekonomi Sulawesi 133 dengan investasi Rp243, 6 triliun, infrastruktur 80 proyek dengan investasi Rp111 triliun. Total investasi proyek sudah groundbreaking di koridor ekonomi Sulawesi Rp28,113 triliun, terdiri atas proyek sektor riil Rp15,666 triliun dan infrastruktur Rp12,447 triliun.

Proyek-proyek yang sudah groundbreaking ini bersumber dari APBN Rp5,996 triliun, BUMN Rp9,519 triliun, swasta Rp10,592 triliun, serta dana campuran Rp2 triliun.

Hingga akhir Maret 2013, isu regulasi di koridor ekonomi Sulawesi yang masih menjadi bahasan khusus tim kerja, menyangkut IPPKH, IUP, dan RTRW sebagai acuan implementasi proyek MP3EI.

Dalam dokumen itu juga dijelaskan,  hingga triwulan I 2013, tim kerja koridor ekonomi Sulawesi menerima beberapa usulan proyek baru. Tim sedang mengidentifikasi usulan-usulan sebanyak 96 proyek dari sektor pertanian pangan, kakao, perikanan, migas, infrastruktur, SDM-iptek, dan lain-lain senilai Rp48,177 triliun.

“Jika melihat koridor ekonomi Sulawesi dalam MP3EI itu, orang Gorontalo akan menjadi pekerja, menyediakan stok pangan industri di Jawa.” “Salah satu jalan keluar masalah ini dengan reforma agraria,” ucap Irwan.

Muhamad Djufrihard, Wakil Presiden Telapak, mengatakan, koridor ekonomi Sulawesi, ancaman terbesar investasi eksploitatif. Sebab, sumber daya alam akan disedot habis-habisan guna memenuhi kebutuhan orang lain.

Konflik pun berpotensi muncul. Sampai dengan saat ini, katanya,  masih ada todongan senjata kepada warga untuk menyerahkan tanah buat perusahaan-perusahaan industri ekstraktif itu. Di berbagai tempat, perlawanan rakyat terus terjadi tanpa rasa takut.

Kuburan milik keluarga Tarang di tengah jalan milik perkebunan PT. Mustika Sembuluh. Foto: Walhi Kalteng
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,