Laporan: Komitmen Konservasi APP Beriringan Dengan Penggundulan Hutan Pemasoknya

Kendati telah menetapkan komitmen untuk tidak lagi menebang hutan alam atau yang berkategori hutan bernilai konservasi tinggi atau High Conservation Value Forest (HCVF) sejak bulan Februari 2013 silam, salah satu produsen kertas terbesar didunia Asia Pulp & Paper diduga telah melanggar komitmen mereka sendiri dengan membuka lahan di hutan alam dan hutan gambut di Pulau Kalimantan.

Dalam sebuah laporan yang dilansir oleh Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) hari Selasa tanggal 17 Desember 2013 silam, diduga Asia Pulp & Paper telah gagal melindungi sekitar 1.400 hektar hutan alam di Kalimantan Barat. Berdasarkan pemantauan lewat pencitraan satelit dan investigasi di lapangan memperlihatkan bahwa salah satu perusahaan pemasok Asia Pulp & Paper bernama PT Daya Tani Kalbar telah melakukan penebangan.

Sumber: RPHK
Sumber: RPHK

Konsorsium Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) yang terdiri dari AKAR, Link-AR, SAMPAN, Yayasan Titian dan WWF-Indonesia, telah menganalisa dampak kebijakan konservasi hutan baru APP di hutan Kalimantan. Disini konsorsium melaporkan bagaimana salah satu pemasok terbesar APP melanjutkan kegiatan deforestasi dan degradasi gambut hingga jauh setelah tenggat waktu moratorium

Dalam laporan ini diungkapkan bahwa APP sendiri ternyata tidak memasukkan kawasan hutan ini ke dalam peta moratoriumnya  padahal  area  tersebut  merupakan lahan  gambut  dan  berpotensi  sebagai  habitat  berbagai  species  yang  dilindungi  menurut  hukum  Indonesia, seperti Orangutan (Pongo pygmaeus) dan Bekantan (Nasalis larvatus). Kedua jenis satwa tersebut termasuk daftar terancam punah yang dimasukkan dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Redlist).

Sumber: RPHK
Sumber: RPHK

Dari análisis pemantauan melalui citra satelit pada bulan November 2013 terlihat bahwa lokasi perkebunan HTI seperti yang tertera di Peta A, B dan C yang dalam peta kebijakan moratorium APP masuk dalam wilayah yang tidak boleh ditebang, kini wilayah ini seperti terlihat dalam peta, telah musnah dan beralih menjadi perkebunan. Rentetan gambar historis dari satelit memperlihatkan bahwa PT Daya Tani Kalbar terus melakukan penebangan hutan alam kendati sudah memasuki masa moratorium internal mereka sendiri.

RPHK sendiri menduga bahwa tidak ada penilaian kondisi hutan yang dilakukan sebelumnya oleh pihak Asia Pulp & Paper dan PT Daya Tani Kalbar. Terkait tudingan ini, juru bicara APP menyatakan bahwa,”Kami baru-baru ini menerima laporan dari Koalisi RPHK yang mengangkat beberapa masalah terkait PT Daya Tani Kalbar di Kalimantan yang telah melanggar Kebijakan Konervasi Hutan kami.”

Sumber: RPHK
Sumber: RPHK

“Kebijakan kami jelas, tidak ada penebangan hutan alam yang diperbolehkan dimanapun di wilayah kerja perusahaan pemasok kami dan setiap pemasok telah diberikan instruksi dengan sangat jelas,” ungkap juru bicara tersebut kepada mongabay.com.

Laporan terhadap PT daya Tani Kalbar ini sendiri bukan pertama kalinya muncul. Laporan pertama dilakukan oleh RPHK sebulan setelah komitmen konservasi hutan APP ini berjalan, atau sekitar bulan Maret 2013 silam. Saat itu RPHK berhasil mendokumentasikan sejumlah aktivitas penebangan oleh PT Daya Tani Kalbar di wilayah-wilayah yang termasuk hutan bernilai konservasi tinggi. Namun saat itu pihak APP berkilah bahwa telah terjadi tumpang tindih perizinan dan tata batas dengan perkebunan sawit di dekat wilayah kerja PT DTK, dan menurut investigasi internal yang dilakukan oleh APP bersama The Forest Trust, hutan itu ditebang oleh pihak perusahaan kelapa sawit.

Sumber: RPHK
Sumber: RPHK

Namun, RPHK sendiri merasa bahwa alasan tumpang tindih perizinan itu tidak bisa diterima. “Jika adanya tumpang tindih lahan di wilayah yang ditebang itu terbukti, maka hal ini membuktikan bahwa PT DTK telah gagal untuk memenuhi kewajiban hukum mereka untuk mencegah pembalakan liar dan pembukaan lahan secara ilegal di wilayah konsesi mereka sendiri.”

Laporan ini juga mengungkapkan bahwa DTK bersama dengan perusahaan-perusahaan pemasok untuk APP lainnya juga melakukan percepatan dalam penebangan hutan, dan tidak melakukan kebijakan konservasi yang ditetapkan oleh APP. “Lebih banyak hutan alam yang bisa diselamatkan jika perusahaan ini tidak memberlakukan deadline yang tiba-tiba dalam kebijakan moratorium mereka,” ungkap laporan ini. “Pada bulan September 2013, sekitar 15 perusahaan pemasok sudah menebang lebih banyak kayu di hutan alam dibandingkan yang dibutuhkan oleh pabrik pengolahan APP.”

Di satu sisi tudingan baru ini menjadi penting untuk meningkatkan kepedulian di antara  aktivis-aktivis lingkungan terhadap komitmen APP untuk melestarikan hutan, mereka juga menggambarkan kompleksitas dari pelaksanaan kebijakan di seluruh jaringan pemasok dan ratusan ribu hektar konsesi yang belum dikembangkan. Sementara, APP sendiri telah menyiapkan sistem untuk menangani keluhan dan penyelesaian konflik dinilai sebuah titik terang oleh sejumlah NGO. Saat ini, APP bekerjasama dengan TFT dan Greenpeace, musuh lama mereka yang menjalankan kampanye tentang kerusakan hutan akibat pembukaan lahan untuk HTI selama tiga tahun, untuk mengangkat isu ini.

Untuk membaca laporan lebih lengkapyang dirilis oleh Relawan Pemantau Hutan kalimantan ini, silakan klik di link ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,