, ,

Konflik Manusia-Satwa di Aceh: Satu Orang Tewas, 2 Terluka dan Seekor Gajah Terbunuh Awal 2014

Syahril (27), petani sawit, warga Bireuen pada Minggu sore (2/2/14) terluka diseruduk gajah saat pulang dari kebun di perbatasan Kabupaten Bireuen dan Bener Meriah.

Menurut Suherry, Ketua Yayasan Perlindungan Satwa Bener Meriah, saat itu ada lima gajah di sekitar kebun sawit. Syahril yang mengendarai motor dihadang gajah jantan besar. Sang gajah menyeruduk motor hingga dia terjatuh.

Setelah itu sang gajah pergi bersama kawanan. Syahril ditolong warga lain dan sempat dibawa ke rumah sakit karena terluka.

Suherry mengatakan, ada beberapa kelompok gajah berada di sekitar perkebunan sawit warga. Ini gajah-gajah yang selalu bergerak antara Peudada–kaki Gunung Goh menuju Pante Peusangan untuk masuk hutan bernama Panton Lah. “Itu awalnya koridor gajah, sebagian masih hutan lebat, tapi sebagian jadi kebun sawit, karet, dan pinang milik warga,” katanya.

Pasca kejadian, ada 20 gajah lain masuk ke kebun ubi warga di Desa Negeri Antara Kecamatan Pintu Rime Gayo, tak jauh dari lokasi Syahril. Suherry khawatir, konflik gajah dan manusia makin meluas di kawasan itu.

BKSDA Aceh pada November 2013 pernah mengusir gajah di sekitar perbatasan Bener Meriah dan Bireuen. Saat itu, ada 36 gajah berhasil digiring masuk hutan. Namun, hutan sudah terfragmentasi hingga ada kelompok-kelompok kecil yang tersebar di beberapa tempat. Tahun 2013, warga Bener Meriah dilaporkan tewas diserang gajah yang hidup soliter saat pulang mancing di sungai.

Awal 2014 tercatat, satu orang tewas, dua luka dan seekor gajah mati terkena setrum di Aceh. Korban tewas Yusmani, warga Desa Ujung Tanoh Darat, Kecamatan Mereubo, Aceh Barat. Dia tewas diinjak gajah saat menginap di pondok kebun tetangga di Desa Buloh, 4 Januari 2014. Anaknya Reverendi, patah kaki. Gajah datang menjelang subuh, mengamuk dan menyerang mereka.

Sedang gajah jantan dewasa dilaporkan mati tersetrum aliran listrik yang dipasang di pagar kebun jagung warga di Desa Bubun Alas, Kecamatan Leuser Antara, Aceh Tenggara pada 21 Januari 2014. Gading sempat diambil warga sebelum bangkai gajah dikubur. Karena ketahuan polisi, warga menyerahkan gading itu kepada kepolisian. BKSDA Aceh dan Polda Aceh sedang menyelidiki masalah ini apakah ada unsur kesengajaan.

Peristiwa-peristiwa ini menambah catatan buruk konflik gajah dan manusia di Aceh. Selama 2013, ada delapan gajah mati di Aceh. Lalu, satu orang tewas dan satu terluka diserang gajah.

Pada 2012, ada 14 gajah mati, kebanyakan diduga dibunuh dan diracun di perkebunan sawit. Forum Komunikasi Gajah Indonesia (FKGI) memberi sinyal lampu merah atas buruknya pengelolaan manajemen habitat hutan Aceh yang menyebabkan konflik  gajah dan manusia makin meluas.

Wahdi Azmi, Ketua FKGI, mengatakan, konflik meningkat hampir di sebagian besar kawasan dataran rendah Aceh. Ada 16 kabupaten dari 23 kabupaten di Aceh kerap konflik gajah dan manusia.

“Ini karena 80 persen gajah tinggal di luar kawasan hutan konservasi yang tidak dilindungi, sebagian besar di hutan produksi, hutan lindung dan APL,” kata Wahdi.

Habitat gajah di Aceh makin tidak ideal karena aktivitas manusia cukup tinggi seperti pembukaan kebun, pembangunan pemukiman transmigrasi, pembangunan jalan, dan penambangan di dalam hutan.

Menurut dia, moratorium logging dan penyusunan RTRW Aceh seharusnya menjadi momentum meredisain kembali struktur ruang, dan tata kelola. Juga pengendalian pemanfaatan hutan Aceh dengan memperhatikan banyak aspek termasuk keberadaan satwa-satwa seperti gajah.

“Konflik gajah dan manusia terjadi karena pemerintah mengabaikan keberadaan gajah sebagai bagian ekosistem yang mempengaruhi kegiatan manusia. Ini diperparah meningkatnya aktivitas ilegal di sekitar kawasan hutan dan penegakan hukum rendah” ujar dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,