,

Burung Migran Bermandi Tumpahan Minyak di Bali

Sejumlah lokasi di Indonesia, yang memiliki iklim lebih hangat, menjadi tempat transit bagi miliaran burung migran yang setiap tahun datang ke wilayah ini untuk mencari pakan dan sebagai bagian dari proses perkembangbiakan mereka. Lahan basah Indonesia, memang menjadi salah satu tempat favorit sejumlah burung migran yang datang dari belahan Bumi bagian utara antara bulan September hingga November setiap tahun.

Dalam perjalanannya melintas benua sejauh puluhan ribu kilometer, sejumlah ancaman terus mengintai spesies-spesies migran ini. Mulai dari faktor, hilangnya habitat, hingga faktor lain seperti polusi. Seperti yang terjadi dengan sejumlah spesies yang transit di sekitar Pelabuhan Benoa, Bali. Lokasi ini adalah salah satu lokasi makan dan istirahat burung pantai, seperti Cerek pasir Mongolia, Cerek-pasir besar, Cerek besar, Trinil ekor-kelabu, Trinil bedaran, Gajahan pengala, Gajahan timur.

Plover yang terkena tumpahan minyak dan tidak. Foto: Yuyun Yanwar
Plover yang terkena tumpahan minyak dan tidak. Foto: Yuyun Yanwar 

Pada 28 Januari 2014 silam, teridentifikasi sekitar duapuluh individu burung pantai terkena tumpahan residu minyak yang berada di sebelah barat Pelabuhan Benoa. ”Saya sempat mengabadikan beberapa burung pantai yang terkena tumpahan residu minyak, baik yang sebagian ataupun yang seluruh tubuhnya terkena tumpahan minyak,” ujar Yuyun Yanwar fotografer asal Bali.

Berdasarkan informasi yang didapat tersebut, pada 4-10 Februari 2014, Bagan Penandaan Burung di Indonesia  (Indonesian Bird Banding Scheme), Cikabayan Birdbanding Club dari Bogor, Anak Burung Birdbanding Club dari Surabaya, Bali Birdbanding Club, dan staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali berusaha menangkap, membersihkan burung yang terkena tumpahan residu minyak, kemudian dilepaskan kembali.

Tim berhasil menangkap 5 individu yang terdiri dari 1 individu Cerek besar (Pluvialis squatarola), 2 individu Cerek-pasir besar (Charadrius leschenaultii), 1 individu Cerek-pasir Mongolia (Charadrius mongolus) dan 1 individu Trinil ekor-kelabu (Heteroscelus brevipes) dengan kondisi 5%, 30%, dan 80% terkena tumpahan residu minyak.

“Sulit sekali kami menangkap burung-burung tersebut untuk membersihkan dari tumpahan minyak. Burung tersebut masih bisa terbang meski kondisinya ada yang 100% terkena tumpahan residu minyak sehingga sering berpindah tempat,” ujar Iwan Londo dari Anak Burung Birdbanding Club, Surabaya.

Lokasi ditemukannya tumpahan residu minyak yang memasuki perairan. Foto: Yuyun Yanwar
Lokasi ditemukannya tumpahan residu minyak yang memasuki perairan. Foto: Yuyun Yanwar

Fathur Rohman staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali mengungkapkan burung yang terkena tumpahan minyak akan menjadi ancaman yang serius terhadap keberlangsungan hidup.

“Karena burung dapat menelisik bulu-bulu dan akibatnya minyak bisa tertelan dan menjadi racun dalam tubuh,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa cepat atau lambat tumpahan minyak akan menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem, tidak terkecuali burung pantai. “Kami (BKSDA Bali) dan pengamat burung di sini akan tetap memantau burung yang masih terkena atau yang sudah dibersihkan,” kata Fathur.

Migrasi burung adalah sebuah ritual tahunan yang menunjukkan kesimbangan fungsi ekologis di berbagai belahan dunia. Tidak kurang 50 miliar individu burung yang melakukan migrasi ini setiap tahunnya. Mereka melintas benua dengan jarak puluhan ribu kilometer untuk mencari makan atau untuk mendapatkan cuaca yang hangat untuk melanjutkan siklus perkembangbiakan mereka. Rusak dan hilangnya habitat, taidak saja mempengaruhi ekosistem setempat, namun juga mempengaruhi siklus perkembangbiakan berbagai spesies burung migran dunia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,