Ekstra Ruang Hijau, Akan Selamatkan Spesies Asli Perkotaan

Laju pembangunan fisik di perkotaan yang mengubah lahan-lahan terbuka dan hijau menjadi hutan beton memang menyebabkan hilangnya keragaman hayati lokal. Namun, sebuah kabar yang cukup menggembirakan datang dari sebuah studi yang dilakukan National Center for Ecological Analysis and Synthesis (NCEAS) di Universitas Santa Barbara, Kalifornia, AS.

Menurut hasil studi yang dilakukan di 147 kota di dunia ini, fakta yang cukup mengejutkan adalah banyaknya jumlah vegetasi dan spesies satwa yang bertahan dan bahkan berkembang di lingkungan urban, terutama ratusan spesies burung dan ribuan spesies tanaman yang berhasil tumbuh di setiap kota.

Cucak kutilang (Pycnonotus aurgaster) salah satu penghuni di Taman Medan Merdeka, Monas, Jakarta. Foto: Aji Wihardandi
Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) salah satu penghuni di Taman Medan Merdeka, Monas, Jakarta. Foto: Aji Wihardandi

Kontras dengan adanya ungkapan bahwa wilayah urban hanyalah kawasan sisa-sisa bagi keragaman hayati, studi ini menemukan bahwa selain sejumlah spesies yang seringkali kita lihat di taman kota seperti burung merpati dan sejenisnya, namun secara keseluruhan campuran keragaman hayati spesies-spesies di wilayah urban merefleksikan warisan keunikan sejumlah mahluk hidup di wilayah geografi setempat.

Temuan ini sudah diterbitkan di jurnal ilmiah Proceedings B, sebuah jurnal milik Royal Society of Biological Sciences.

Ruang terbuka hijau, memberikan kesempatan bagi banyak vegetasi dan speses satwa lokal untuk berkembang. Foto: Aji Wihardandi
Ruang terbuka hijau, memberikan kesempatan bagi banyak vegetasi dan speses satwa lokal untuk berkembang. Foto: Aji Wihardandi

“Kendati urbanisasi telah menyebabkan wilayah perkotaan kehilangan sejumlah besar vegetasi dan satwanya, kabar baiknya adalah kawasan perkotaan ternyata masih menyimpan spesies endemik lokal, yang membuka kemungkinan untuk adanya kebijakan baru untuk konservasi regional dan keragaman hayati global,” ungkap penulis utama dan anggota tim kerja NCEAS, Myla F. J. Aronson, seorang pakar di Jurusan Ekologi, Ecolusi dan Sumber Daya Alam di Universitas Negeri New Jersey.

Kajian ini mengungkapkan nilai ruang terbuka hijau di perkotaan, yang bernilai sangat penting bagi spesies asli dan migran. Fenomena ini dinamai Central Park Effect karena secara mengejutkan ditemukan sangat banyak spesies di Central Park, New York, sebuah ruang terbuka hijau di tengah kota New York.

Berbeda dari penelitian keragaman hayati perkotaan sebelumnya, kajian ini melihat lebih jauh dampak lokal dari urbanisasi dan menghitung dampak secara keseluruhan terhadap keragaman hayati global. Tim peneliti membuat sebuah kumpulan data global untuk mempelajari dua jenis taksa di perkotaan, yaitu burung (54 kota) dan vegetasi (110 kota).

Salah satu keteduhan di sudut Taman Medan Merdeka Jakarta. Foto: Aji Wihardandi
Salah satu keteduhan di sudut Taman Medan Merdeka Jakarta. Foto: Aji Wihardandi

Hasil kajian ini menemukan bahwa banyak vegetasi dan spesies satwa, termasuk yang berkategori terancam dan nyaris punah, bisa berkembang di perkotaan, bahkan ketika yang lainnya hilang atau berkurang secara keseluruhan. Perkotaan dengan habitat alami akan memberikan dukungan lebih baik bagi berbagai jenis burung dan vegetasi dan akan mengalami lebih sedikit hilangnya jumlah spesies meski saat kota ini terus tumbuh. Secara keseluruhan, perkotaan menyokong jauh lebih sedikit spesies (sekitar hanya 8% spesies burung dan 25% untuk spesies vegetasi asli) dibanding yang diperkirakan untuk luasan yang sama di wilayah-wilayah yang belum dibangun.

“Kita harus membayar mahal terkait hilangnya keragaman hayati seiring dengan meningkatnya urbanisasi,” ungkap salah satu penulis, Frank La Sorte, salah satu peneliti di Laboratorium Ornitologi Cornell.”Namun kendati wilayah-wilayah yang sudah menjadi kawasan pemukiman hanya memiliki jumlah spesies yang jauh lebih sedikit, kami menemukan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki keunikan asli yang tersisa. ”

Betet biasa. Foto: Aji Wihardandi
Betet biasa. Foto: Aji Wihardandi

Menjaga ruang terbuka hijau, menambah jumlah spesies vegetasi asli dan menambah habitat-habitat baru di kawasan perkotaan akan bisa semakin menyokong kehidupan burung-burung dan vegetasi asli. “Memang benar bahwa kawasan perkotaan sudah kehilangan proporsi besar kawasan untuk keragaman hayati. Namun jika kita bertindak saat ini dan memikirkan ulang desain bentang alam di wilayah urban, perkotaan akan memiliki peran penting dalam melestarikan spesies vegetasi asli dan satwa yang masih tersisa dan mengembalikan lebih banyak lagi yang sudah pernah hilang,” ungkap Madhusudan Kati, salah satu penulis peneltiian ini dari Jurusan Biologi Universitas Negeri Kalifornia di Fresno.

CITATION: M. F. J. Aronson, F. A. La Sorte, C. H. Nilon, M. Katti, M. A. Goddard, C. A. Lepczyk, P. S. Warren, N. S. G. Williams, S. Cilliers, B. Clarkson, C. Dobbs, R. Dolan, M. Hedblom, S. Klotz, J. L. Kooijmans, I. Kuhn, I. MacGregor-Fors, M. McDonnell, U. Mortberg, P. Pysek, S. Siebert, J. Sushinsky, P. Werner, M. Winter. A global analysis of the impacts of urbanization on bird and plant diversity reveals key anthropogenic drivers. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences, 2014; 281 (1780): 20133330 DOI: 10.1098/rspb.2013.3330

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,