,

Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh

Penangkapan tanpa sengaja (bycatch) terjadi di perairan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar). Kali ini, lumba-lumba bungkuk (Sousa chinensis), tewas akibat terjaring pukat nelayan asal Desa Tanah Hitam. Lumba-lumba berwarna putih itu memiliki berat 100 kilogram dengan panjang sekitar 2,5 meter.

Kejadian ini bermula ketika Miraldi, nelayan asal Desa Tanah Hitam, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, dikejutkan dengan makhluk besar berwarna putih tersangkut dijaring yang dipasang Senin (17/2/14). “Biasa, setiap pukul 05.00 pagi saya bersama seorang teman turun ke laut untuk pasang jaring,” katanya di Paloh, Selasa (18/2/14).

Selang lima jam, Miraldi kembali ke laut memeriksa jaring yang dipasang pada kedalaman sekitar tiga meter. Kala jaring ditarik, mereka kaget ada lumba-lumba putih tersangkut.

Miraldi menceritakan, kondisi lumba-lumba saat diangkat sudah mati. Satwa itu terjerat dan tergulung di dalam jaring hingga sulit dilepaskan. Apalagi dengan ukuran besar menyulitkan pelepasan lumba-lumba dari jaring. “Kami hanya berdua dan ukuran kapal kami kecil hingga memutuskan melepaskan lumba-lumba itu di Pantai Guntung.”

Di Pantai Guntung yang tak begitu jauh dari kampung, Miraldi berusaha menurunkan lumba-lumba dari atas kapal yang berukuran panjang enam meter dengan lebar 1,2 meter. “Kami hanya dapat ikan sekitar dua kg. Sudahlah ikan sedikit, jaring kita pun rusak.”

Melihat Miraldi mendapatkan lumba-lumba, warga sekitar berdatangan dan meminta. Karena sudah mati, Miraldi membawa pulang dan memberikan kepada warga.

Warga sekitar ramai berdatangan baik sekadar melihat lumba-lumba yang tak pernah mereka jumpai atau membawa daging untuk dikonsumsi. Sekitar satu jam daging lumba-lumba putih itu nyaris tak tersisa. “Saya ikhlas memberikan daging lumba-lumba kepada warga. Tidak apa-apa, saya tidak kebagian supaya rezeki saya besok saat melaut menjadi lebih banyak.” 

Lumba-lumba bungkuk yang tewas terkena jaring nelayan di perairan Paloh. Satwa laut ini makin terancam dengan tingginya kejadian bycatch. Foto: Dokumen WWF_Indonesia
Lumba-lumba bungkuk yang tewas terkena jaring nelayan di Perairan Paloh. Satwa laut ini makin terancam dengan tingginya kejadian bycatch. Foto: Dokumen WWF_Indonesia

Mendekati Kepunahan

Mendengar kabar lumba-lumba putih tertangkap nelayan, Koordinator Konservasi Spesies Laut–WWF Indonesia, Dwi Suprapti langsung ke lokasi. Saat itu, dia berada di Paloh mendampingi Whale Stranding Indonesia survei bycatch lumba-lumba. Ada pula dua mahasiswi  Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta ke lokasi kejadian.

“Di lokasi, saya hanya menemukan sepotong daging berukuran sekitar 20×30 cm. Daging lumba-lumba ini habis dibawa warga sekitar sejam lalu. Saya diperlihatkan video dan foto yang sempat mereka rekam saat proses pendaratan lumba-lumba ke pantai,” ucap Dwi.

Berdasarkan video dan foto itu, Dwi bersama Putu Liza, Koordinator Whale Stranding Indonesia mengidentifikasi lumba-lumba ini berjenis Indo-Pacific Humpback Dolphin (Sousa chinensis) atau dalam istilah Indonesia disebut lumba-lumba bungkuk. Mereka menyayangkan, lumba-lumba ini mati menjadi korban bycatch, padahal jenis ini sudah mendekati terancam (near threatened).

Berdasarkan hasil penelitian bycatch WWF-Indonesia menunjukkan, lumba-lumba tertangkap di Paloh terbilang cukup tinggi. Ia juga terjadi pada penyu, hiu, dan lumba-lumba khusus pesut porpoise (Neophocaena phocaenoides).

Tingginya bycatch itu mendorong WWF-Indonesia menemukan solusi agar mengurangi kematian satwa-satwa itu serta kerugian nelayan akibat jaring rusak melalui ujicoba teknologi lightstick gillnet.

“Uji coba ini akan mulai pada April 2014 di Paloh dengan bantuan Lembaga Penelitian Amerika yaitu NOAA. Harapan kami tidak hanya penyu yang dapat terhindar dari bycatch, namun lumba-lumba,” ucap Dwi.

Dia menjelaskan, jumlah satwa laut dilindungi yang terakhir tertangkap selama kurun 2012-2013 antara lain: penyu, hiu, dugong, pesut dan burung laut. Hiu tertinggi. Data WWF menyebut 982 hiu tertangkap selama satu tahun, diikuti penyu 287, pesut 10, dugong empat, dan burung laut tiga ekor.

Untuk  penyu, jenis banyak tertangkap penyu sisik sebanyak 95, penyu lekang 92, penyu hijau 66, penyu tempayan 27, penyu pipih enam, dan penyu belimbing satu. “Mencermati data ini, sepertinya hiu  jadi hewan target penangkapan.”

Sementara Putu Liza dari Whale Stranding Indonesia menambahkan, kejadian bycatch lumba-lumba di Paloh ini menandakan kegiatan mitigasi perlu di kawasan ini. “Kita tidak tahu persis berapa banyak populasi lokal Sousa chinensis dan Neophocaena phocaenoides yang sering tertangkap tidak sengaja di daerah ini.”

Jika tak cepat ditangani, kata Putu, spesies ini makin cepat mendekati kepunahan sebelum bisa dimanfaatkan secara lestari, misal, dengan mengembangkan wisata lumba-lumba lestari.

Percepat Paloh Jadi Kawasan Konservasi

Syarif Iwan Taruna, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Pendayagunaan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, , dikonfirmasi Selasa (18/2/14) mengatakan, kaget mendengar berita lumba-lumba putih di Paloh. “Saya kira ini kasus pertama dari sejumlah kasus bycatch yang terjadi seperti penyu, hiu, dan pesut.”

Menurut Iwan, langkah-langkah strategis harus dilakukan dengan mempercepat status kawasan pesisir Paloh menjadi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). “Kita rutin sudah koordinasi dengan pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas kawasan. Harapannya, status Paloh masih berstatus area penggunaan lain segera diubah menjadi KKLD. Jadi, harus amankan dulu kawasan sebelum identifikasi spesies,” katanya.

Hermayani Putera, Koordinator Regional Kalimantan WWF-Indonesia juga mendesak pesisir Paloh segera ditetapkan sebagai KKLD. “Saya kira upaya itu tidak berlebihan mengingat kekayaan alam di kawasan itu sangat berlimpah. Di sana padang peneluran penyu.”  “Di laut, sudah lihat betapa banyak satwa langka mati akibat terperangkap jaring nelayan tanpa sengaja. Semua ini musti disikapi bijak demi kelangsungan hidup manusia.”

Kejadian terjaring tanpa sengaja seperti ini tak hanya dialami lumba-lumba juga satwa lain seperti penyu, dan hiu. Foto: Dokumen WWF-Indonesia
Kejadian terjaring tanpa sengaja seperti ini tak hanya dialami lumba-lumba juga satwa lain seperti penyu, dan hiu. Foto: Dokumen WWF-Indonesia
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,