Korupsi Kehutanan: Mantan Gubernur Riau Dituntut 17 Tahun Penjara

Terdakwa kasus korupsi kehutanan yang juga mantan Gubernur Propinsi Riau, Rusli Zainal tanpa mengenakan pakaian khusus tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, turun dari mobil tahanan Kejaksaan Pekanbaru, berjalan cepat menuju ruang khusus tahanan yang berada bagian belakang Ruang Sidang Cakra, pukul 13.09 pada Kamis 20 Februari 2014.  Selain dikawal kejaksaan dan polisi, ia juga dikawal ajudan pribadi.

Dalam pengamatan Mongabay-Indonesia, beberapa tamu sesukanya masuk ke dalam ruang tahanan. Seorang jaksa dan polisi hanya melihat-lihat orang berlalu lalang menjenguk terdakwa Rusli Zainal.

Ruang Sidang Cakra dipenuhi pengunjung sesaat setelah pintu dibuka oleh penjaga Pengadilan Negeri Pekanbaru. Pukul 13.59, tiga majelis hakim memasuki ruang sidang yang sudah disesaki pengunjung dan wartawan lokal dan nasional.

Ketua Majelis Hakim Bachtiar Sitompul didampingi I Ketut Suarta dan Rachman Silaen membuka sidang. Majelis hakim mempersilakan Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi membacakan tuntutannya setebal 1.214 halaman. Penuntut Umum hanya membacakan analisis yuridis dan poin penting terkait pembuktian.

Kondisi PT Seraya Sumber Lestari di Siak tidak diperhatikan. Foto diambil Oktober 2013 oleh Eyes On The Forest
Kondisi PT Seraya Sumber Lestari di Siak tidak diperhatikan. Foto diambil Oktober 2013 oleh Eyes On The Forest

Khusus korupsi terdakwa Rusli Zainal mengesahkan Bagan Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (BKT UPHHKHT), terdakwa Rusli Zainal dituntut melanggar Pasal 2 ayal (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke1 KUH Pidana jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.

Akhir tahun 2003, setelah dilantik sebagai Gubernur Riau, Syuhada Tasman yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau melapor kepada Rusli Zainal yang saat itu menjabat Gubernur Riau, bahwa ada sembilan perusahaan berbasis tanaman industri meminta pengesahan BKT UPHHKHT untuk menebang hutan alam. Syuhada Tasman mengatakan IUPHHKHT sembilan perusahaan tersebut tidak sesuai aturan karena berisi penebangan hutan alam dan Syuhada Tasman tidak mau mengesahkan.

Syuhada Tasman tidak mau mengesahkan karena menurut balasan surat dari Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan RI, melalui suratnya Nomor 300/VIPHT/ 2003 tanggal 1 Mei 2003 yang pernah dikirim Syuhada Tasman mengatakan Surat Keputusan (SK) IUPHHKHT yang ada di Propinsi Riau dinyatakan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Menteri Kehutanan meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan SK IUPHHKHT yang diterbitkan oleh para Bupati di Propinsi Riau setelah keluarnya PP 34/2002, yang salah satu tembusannya ditujukan kepada Gubernur Riau dan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau.

Total Kerugian negara akibat BKUHHKHT oleh Rusli Zainal
Total Kerugian negara akibat BKUHHKHT oleh Rusli Zainal

Tengku Azmun Jaafar, Bupati Pelalawan kala itu pada tahun 2003 menerbitkan menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT) diantaranya untuk PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, PT Selaras Abadi Utama, CV Bhakti Praja Mulia, CV Putri Lindung Bulan, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung.

Dan satu perusahaan PT Seraya Sumber Lestari IUPHHKHTnya diterbitkan oleh Arwin AS, Bupati Siak kala itu. Eks Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar telah dihukum Mahkamah Agung 11 tahun penjara pada 2009 karena menerbitkan IUPHHKHT diatas hutan alam, begitu juga eks Bupati Siak Arwin divonis Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru selama 4 tahun penjara pada tahun 2011.

Untuk mulai melakukan penebangan kayu alam, setelah mendapat IUPHHKHT sembilan perusahaan tersebut harus mengajukan BKT atau Rencana Kerja Tahunan yang disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau. Saat berkas permohonan Usulan BKT UPHHKHT sembilan perusahaan tersebut masuk ke meja Syuhada Tasman, Syuhada Tasman berkirim surat Ke Menteri Kehutanan.

Namun, terdakwa Rusli Zainal mengacuhkan laporan tersebut, dan menjawab BKT IUPHHKHT merupakan hal yang rutin dan guna percepatan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku. Lantas terdakwa Rusli Zainal meminta Syuhada Tasman menyiapkan Keputusan tentang pengesahan UBKT-UPHHKHT yang akan ditandatangani oleh Terdakwa Rusli Zainal.

Terdakwa Rusli Zainal juga meminta Syuhada Tasman membuat Nota Dinas yang isinya tentang permintaan pengesahan UBKTUPHHKHT,”Agar seolah-olah pengesahan UBKT tersebut sesuai ketentuan

yang berlaku,” kata Riyono, Penuntut Umum KPK. Padahal menurut Riyono perbuatan terdakwa mengesahkan BKT UPHHKHT bukan kewenangan Gubernur Riau, tapi kewenangan Kepala Dinas kehutanan. Riyono merujuk Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 151/Kpts-1112003 tanggal 02 Mei 2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman.

Singkat cerita, tiga bulan setelah dilantik  sebagai Gubernur Riau periode 2003-2008, terdakwa Rusli Zainal menandatangani keputusan pengesahan BKUPHHKHT bulan Februari-April 2004 untuk delapan perusahaan di Kabupaten Pelalawan dan satu perusahaan di Kabupaten Siak. “Keterangan Syuhada Tasman layak dipercaya karena sudah disumpah,” kata Riyono.

Tumpukan Kayu bekas tebangan PT Merbau Pelalawan Lestaro. Foto Eyes On the Forest
Tumpukan Kayu bekas tebangan PT Merbau Pelalawan Lestaro. Foto Eyes On the Forest

Meski keterangan terdakwa pada sidang pecan sebelumnya, memgatakan dirinya dijebak oleh Syuhada Tasman dan tidak mengetaui soal BKT UPHHKHT, Penuntut Umum justru mengatakan terdakwa Rusli Zainal pernah mengeluarkan IUPHHKHT pada tahun 2002 saat menjabat sebagai Bupati Indra Giri Hilir untuk PT Bina Duta Laksana. “Alasan terdakwa tidak tahu BKT tidak logis. Terdakwa tidak memperbaiki kesalahannya.”

Akibat perbuatan terdakwa Rusli Zainal telah merugikan keuangan Negara sebesar setidaknya Rp 265 milyar. Atas dasar pengesahan BKUPHHKHT oleh Rusli Zainal, sembilan perusahaan yaitu PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, PT Selaras Abadi Utama, CV Bhakti Praja Mulia, CV Putri Lindung Bulan, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung, (Kabupaten Pelalawan) dan PT Seraya Sumber Lestari (Kabupaten Siak) telah melakukan penebangan kayu hutan alam total 30.879 ha (netto).

Penuntut Umum mengatakan bahwa unsur pasal 55 ayat (1) ke1 KUH Pidana terbukti, karena menurut Riyono,”terdakwa mewujudkan niatnya tidak berdiri sendiri, salah satunya korporasi terlibat dalam korupsi tersebut. Terdakwa bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.”

Selain melanggar Pasal 2 ayat 1, khusus kasus korupsi PON terdakwa Rusli Zaina juga melanggar pasal 12 huruf a, dan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Suasana sidang mulai hening, ketika Riyono membacakan tuntutan. “Menjatuhkan pidana penjara 17 tahun dikurangi masa tahanan, dan pidana denda sebesar 1 Miliar subsider 6 bulan kurungan dan pencabutan hak-hak tertentu yaitu hak dipilih dan memilih,” kata Riyono.

Sidang ditutup majelis hakim. Terdakwa Rusli Zainal keluar ruangan, puluhan wartawan mengerumuni hendak wawancara, dia hanya tersenyum. Ia berhenti sejenak saat puluhan ibu-ibu menangis memeluknya. Ia berjalan menuju mobil tahanan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,