,

Hutan Samosir Rusak Parah, Pemberi dan Penerima Izin Belum Terjamah Hukum

Kerusakan hutan lindung di Kawasan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara (Sumut) makin parah. Salah satu diduga akibat pembabatan hutan oleh  PT Gorda Duma Sari (GDS),  mencapai  sekitar 800 hektar.  Pada Kamis, 6 Maret 2014, perusahaan milik Wakil Ketua DPRD Samosir, Jonni Sihotang ini, disegel Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama Polda Sumut dan Polres Samosir. Hingga kini,  perusahaan dan pemeri izin belum terkena sanksi hukum.

Mangaliat Simarmata, Ketua Earth Sosiety For Danau Toba (ES), Senin (17/3/14), mengatakan, dari data mereka, GBS mendapatkan izin seluas 800 hektar oleh Bupati Kabupaten Samosir, Mangindar Simbolon, dengan alasan pengelolaan pertanian.

Padahal,  hutan Samosir itu kawasan penyangga atau daerah resapan air Danau Toba. Namun, pemerintah tak mempertimbangkan itu malah memberikan izin kepada GBS menebangi serta merusak hutan di sana.

“Data yang kami miliki, selain GBS, ada juga Indorayon sekarang berubah nama menjadi PT Toba Pulp Lestari, dan satu perusahaan asal Korea. Kawasan di Samosir lain sudah banyak diserahkan kepada perusahaan perusak lingkungan.”

Bersama sejumlah kelompok masyarakat sipil lingkungan, dan para penerima kalpataru dan wanalestari di Sumut, dia mengadukan perusakan hutan ini ke Polres Samosir. Namun, kepolisian menyatakan  penyidikan dan proses hukum ditangani KLH.

Mereka juga mengadukan ke KLH dan membuahkan penghentian sementara. Surat KLH itu menyebutkan, terjadi pelanggaran UU Lingkungan Hidup dalam eksplorasi hutan lindung di Pulau Samosir.

Para pejuang lingkungan yang menerima penghargaan pemerintah dari kalpataru sampai wanalestari yang kecewa karena hutan dan alam sekitar Danau Toba rusak. Merekapun mengembalikan penghargaan itu ke Jakarta. Foto: Ayat S Karokaro
Para pejuang lingkungan yang menerima penghargaan pemerintah dari kalpataru sampai wanalestari yang kecewa karena hutan dan alam sekitar Danau Toba rusak. Merekapun mengembalikan penghargaan itu ke Jakarta. Foto: Ayat S Karokaro

Tim KLH beberapa kali turun ke Kabupaten Samosir.  Mangaliat, dan para pejuang lingkungan antara lain Marandus Sirait dari Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Hasoloan Manik dari Kabupaten Dairi, dan Wilmar Simandjorang dari Kabupaten Samosir, mendesak bukan penghentian sementara tetapi mengusut tuntas pemberi dan penerima izin, bupati dan perusahaan.

Sebab sesuai UU, Presiden sudah mengeluarkan dan memperpanjang moratorium izin. Bupati Samosir mengabaikan itu. “Bupati dan penerima izin wajib diproses hukum karena melanggar UU Lingkungan Hidup.”

Marandus Sirait, penerima kalpataru bidang lingkungan, kecewa dan mengembalikan piagam itu ke Presiden. Dia menyatakan, bicara tata ruang lingkungan hidup, dan kawasan hutan lindung, Danau Toba merupakan serapan air. Namun, belum ada tindakan hukum dan terhadap pemberi dan penerima izin.

Dia menyebutkan, Danau Toba seperti berbentuk kuali, di bawah ada perladangan, perkampungan, dan persawahan. Ada sejumlah kecamatan yang mengalami dampak kerusakan hutan, yaitu Kecamatan Sianjur Mula-mula di Desa Habeahan Naburahan dan Kecamatan Harian di Desa Hutagalung dan Desa Hariarapintu.

Ada juga sejumlah kecamatan dan desa lain di Pulau Samosir juga terdampak perusakan hutan, antara lain Kecamatan Sitio-tio. Dua desa terdampak yaitu Desa Parsaoran dan Desa Janji Maria. Kecamatan Simanindo, hutan rusak di lima desa yaitu Desa Tomok Parsaoran, Siallagan-Pindaraya, Unjur, Marlumba dan Simanindo.

Di Kecamatan Nainggolan, ada tiga desa dengan hutan rusak parah, yaitu Desa Sipinggan, Pananggangan II, dan Janji Marapot. Di Kecamatan Palipi, kerusakan hutan di empat desa, yaitu Desa Hutadame, Pallombuan, Pamutaran dan Sideak.

Namun kerusakan hutan itu ditepis Bupati Samosir, Mangindar Simbolon. Dia beralasan, lahan itu bisa untuk penggunaan area lain hingga dapat diberi izin kepada perusahaan. Padahal, dalam UU Lingkungan Hidup, hutan di Kabupaten Samosir,  masuk dalam kawasan hutan lindung, termasuk kawasan Danau Toba.

Marandus Sirait, menyebutkan,  saat ini KLH masih terus melakukan penyidikan. Tindakan hanya penghentian sementara, tetapi soal pengusutan secara hukum terhadap pemberi dan penerima izin, belum dilakukan.

Dia mengatakan, penghentian izin penebangan hutan di Kabupaten Samosir,  terhadap GDS sudah dihentikan sementara. Penindakan hukum sama sekali belum dilakukan terhadap Bupati Samosir dan GDS. “Padahal, tim KLH sudah berulangkali turun, dan menyebutkan ada kesalahan dan pelanggaran terhadap UU Lingkungan Hidup,” kata Simandjorang.

Kerusakan hutan di Kabupaten Samosir, berdampak negatif bagi masyarakat adat disana. Salah satu dampak, perusakan hutan lindung, mengakibatkan bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor. Padahal,  sebelumnya desa dan kecamatan di sana berdekatan langsung dengan hutan yang dirambah perusahaan. Sejak dulu,  tidak pernah terkena bencana banjir dan longsor.

Dikutip dari Medan Bisnis, Jonni Sihotang, Direktur GDS mengatakan, GDS taat hukum dan segala ketentuan. Karena itu, saat surat dari KLH diterima, langsung menghentikan semua kegiatan.”Bahkan kayu yang sempat kami masukkan ke truk, kembali dibongkar.”

Menurut dia, selain menghentikan semua kegiatan operasional, GDS juga menarik alat-alat berat di kawasan itu. Truk-truk pengangkut kayu dari lokasi dialihkan ke gudang-gudang GDS di Desa Hutagalung.

Jonni juga memerintahkan semua karyawan menata kembali dan menanam pohon-pohon di kawasan-kawasan strategis. Hingga penjagaan dan pengawasan dari para perambah yang masih menggangu kawasan.

Hutan di sekitar Danau Toba, tampak gundul menyebabkan berbagai bencana seperti banjir dan longsor. Foto: Ayat S Karokaro
Hutan di sekitar Danau Toba, tampak gundul menyebabkan berbagai bencana seperti banjir dan longsor. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh