,

Polemik Bendungan Malle Majene, dari Rampas Lahan sampai Tak Ada Izin Lingkungan

Siang itu, Selasa (20/5/14), matahari terik, puluhan warga Kelurahan Baruga, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, long march ke kantor Bupati Majene. Mereka yang tergabung dalam Forum Masyarakat  Baruga (FMB) menuntut Bupati Mejene Kalma Katta, menghentikan pembangunan embung (bendungan) Malle.

Rencana Pemkab Majene membangun embung baru di Baruga menyisakan beragam masalah. Tak hanya merampas belasan hektar kebun warga tanpa ganti rugi, juga belum mengantongi perizinan lingkungan. Apalagi, hanya 500 meter dari sana, ada embung lama, embung Abaga, masih berfungsi baik.

Syamsuddin, koordinator FMB, mengatakan, sebelum embung di sana, seharusnya ada sosialisasi dan konsultasi publik. “Sejak 2010, tak pernah ada rembuk dengan masyarakat. Tiba-tiba beberapa bulan ini,  pemerintah ingin membangun proyek. Langsung pengukuran lahan,” katanya.

Tuntutan lain, pengusutan pembangunan embung tidak memiliki izin Amdal ataupun izin  upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). Seharusnya, pembangunan ini memiliki izin lingkungan karena di kawasan hutan lindung.

FMB juga mempersoalkan dampak proyek bagi warga sekitar. “Di hulu, karena saluran pembuangan kecil, dipastikan luapan air ketika debit tinggi. Di hilir,  debit air sangat kurang. Ini bisa menyebabkan kekeringan.”

Persoalan lain pada desain embung dinilai tidak memiliki kekuatan memadai menampung air. “Kalau debit air tinggi, apalagi dari sungai, kemungkinan besar jebol. Ini ancaman bagi warga,” kata Syamsuddin.

Pembangunan ini dinilai berdampak penghilangan sumber mata pencaharian warga, yang selama ini menggantungkan hidup dari bambu, yang banyak tumbuh di sana.

Pembangunan embung atau bendungan Malle di Kelurahan Baruga, Majene, Sulbar, menggunakan lahan warga tanpa gantI rugi. Garis merah pada pohon batas genangan air jika embung ini jadi dibangun. Belasan hektar lahan warga tergenang, termasuk ratusan pohon bambu yang menjadi sumber penghasilan warga selama ini.  Foto: Wahyu Chandra
Pembangunan embung atau bendungan Malle di Kelurahan Baruga, Majene, Sulbar, menggunakan lahan warga tanpa gantI rugi. Garis merah pada pohon batas genangan air jika embung ini jadi dibangun. Belasan hektar lahan warga tergenang, termasuk ratusan pohon bambu yang menjadi sumber penghasilan warga selama ini. Foto: Wahyu Chandra

Ikhsan Welly, ketua Walhi Sulbar, mengatakan, jika alasan membangun embung karena debit air kurang, seharusnya memperbaiki daerah hulu yang rusak berat karena pembalakan liar. “Bukan membangun embung baru justru makin menggerus suplai air di daerah itu.”

Ikhsan mengkritisi alasan demi mensuplai air bersih bagi masyarakat Kota Majene dengan mengabaikan kepentingan pasokan air warga Baruga.

Jika terealisasi, pembangunan embung ini akan meluas dan bisa menenggelamkan daerah lain sekitar, khusus di Dusun Asing-asing Desa Pallarangan, Pamboang, Majene.

Pembangunan embung yang dibiayai APBN dan dikerjakan PT Indah Seratama, tanpa sosialisasi jelas dan sarat intimidasi ini juga diakui Rusdi Meleng, tokoh masyarakat di Baruga.

Menurut dia, warga baru mengetahui rencana itu beberapa bulan lalu. Sebanyak empat kali pertemuan tanpa hasil, karena tak ada pembicaraan ganti rugi.

Dalam pembebasan lahan, intimidasi kerap dilakukan. Dalam setiap pertemuan dengan warga puluhan polisi dipersenjatai ikut mengawal. Warga didatangi polisi.

“Polisi mendatangi rumah warga. Ketika di masjid kami pernah didatangi polisi agar pembangunan embung tidak dihalang-halangi dan harus dikerjakan apapun yang terjadi.”

Syamsuddin sering mendengar ancaman ini dari warga. Warga takut melawan karena diancam pidana jika menolak. Apalagi, pernyataan bupati yang bersikukuh membangun embung itu apapun yang terjadi.

Warga keberatan dengan embung karena ada sejumlah fasilitas publik seperti musallah, sekolah, perkuburan dan perkebunan warga di sepanjang area genangan. Majelis Ulama Majene ikut menolak.

Rusdi dan puluhan warga geram dan merasa tertipu, karena ketika pertemuan dengan bupati, ternyata perusahaan dikawal polisi dan Satpol PP pengukuran lokasi.

Penduduk Baruga sekitar 2.060 jiwa, terdiri dari empat lingkungan, yaitu Baruga, Simullu, Tanete dan Barga Barat. Ia dikenal sebagai daerah religius. Sejumlah tokoh  besar ulama Sulawesi lahir di sini. Embung ini khawatir menghancurkan sejumlah bangunan bersejarah.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,