Seekor Pesut Mati Terombang-ambing di Pantai Balikpapan

Seekor pesut (Orcaella brevirostris) atau Irrawaddy dolphin, sekitar Minggu  (25/5) ditemukan telah menjadi bangkai di perairan teluk Balikpapan, penemuan tersebut diketahui oleh masyarakat yang sedang memancing di kawasan Pantai Benua Patra, pada Senin (26/5) lalu.

Bangkai pesut yang belum diketahui jenis kelaminnya tersebut, hingga kelompok Animal Lover Balikpapan, dan warga mengikat bangkai pesut tersebut agar tidak hanyut, namun sayangnya pada sore hari, belum sempat dilakukan pengambilan contoh kulit pesut tersebut untuk mengentahui DNA, bangkai pesut tersebut kembali larut oleh arus laut saat itu.

Menurut  Iwan salah satu warga yang mengabarkan peristiwa tersebut mengatakan, pesut tersebut telah lama mati, karena telah menjadi bangkai dan terapung di perairan teluk Balikpapan. “Kami juga baru tahu pada Hari Minggu, bila ada Pesut yang mati terdampar oleh putaran arus laut, namun kami belum  sempat memberitahui yang berkepentingan, akhirnya pesut tersebut terlepas lagi,” ungkap Iwan.

Beberapa warga yang melakukan aktifitas di kawasan tersebut juga mengatakan hal serupa, Salah seorang pemancing bernama Udin, mengaku, pesut tersebut telah dua hari ter ombang-ambing. “ Saat terdampar di pinggir pantai, pesut tersebut telah mengeluarkan bau busuk, beberapa bagian tubuhnya telah rusak bahkan bagian anusnya, kemungkinan sudah 3-4 hari matinya, dan saya lihat sebelumnya terombang ambing di laut,” kata Udin, warga Gn Guntur.

Sementara itu peneliti mamalia laut . Dr Daniella Kreb dari Yayasan Konservasi, Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), yang dihubungi beberapa waktu lalu, sangat menyayangkan peristiwa tersebut. Dalam dua tahun terakhir ini dua pesut yang telah mati perairan teluk Balikpapan, sementara untuk yang lain berada di Muara Kaman, Kutai Kertanegara.

“Kami sangat menyayangkan kematian tersebut, karena belum sempat melakukan pemeriksaan terhadap mayat pesut untuk mengetahui DNA, apakah sama dengan pesut yang ada di Sungai Mahakam. Pesut ini merupakan binatang dilindungi dan sangat sedikit penelitian tentang pesut di Indonesia,” papar Daniella.

RASI mengungkapkan, sekitar 67 persen kejadian mamalia terdampar di Kaltim akibat terjerat rengge (jaring nelayan). Meski kejadiannya terjerat rengge, namun itu juga termasuk kejadian mamalia terdampar. Menurut Yanti, dari www.whalestrandingindonesia.com yang juga menjadi salah satu pemateri dan instruktur dalam kegiatan ini, kejadian terdampar yang dimaksud bukan hanya mamalia laut yang terdampar di darat. “Tapi juga ketika terjebak di perairan dangkal, atau dapat dikatakan dalam kondisi tidak berdaya sehingga tidak memiliki kemampuan untuk kembali ke habitat alaminya dengan usahanya sendiri,” katanya.

Menurut catatan RASI Jumlah Pesut mati antara 1996-2012: 79 ekor pesut Komposisi pesut mati dewasa (76%), 9 % anakan dan 15% bayi. Sementara dari Conservation Internasional (CII) Indonesia adalah yang paling tinggi Kaltim. “Di sini kami sangat mengharapkan masyarakat turut serta untuk melaporkan kejadian-kejadian bila menemukan mamalia laut yang terdampar baik hidup maupun telah mati,” lanjutnya.

Dari hasil penelitian RASI terhadap pesut di Teluk Balikpapan, di perkirakan ada sekitar 30 ekor pesut yang hidup di perairan Teluk Balikpapan. Namun akibat aktivitas di kawasan teluk, termasuk adanya proyek Kawasan Industri Kariangau, membuat perairan diteluk Balikpapan mulai ramai dengan kapal-kapal besar yang berlabuh.

Seperti yang di ungkapkan Darmansyah, salah satu nelayan di Jenebora. Ia pernah menemukan pesut yang terdampar, meski sempat diselamatkan dan dikembalikan ke laut lepas, namun keesokan harinya, pesut tersebut kembali terdampar dengan luka di bagian punggung.

“Tahun lalu ada pesut mati di Jenebora dengan luka menganga di punggung, kami perkirakan ini karena terkena baling-baling kapal besar dan pesut tersebut juga sempat terdampar, namun setelah kami selamatkan keesokan harinya pesut tersebut ditemukan telah mati,” ungkap Darmansyah.

Dari data RASI jenis Paus dan Lumba-Lumba yang terdampar yakni Sperm whale, Irrawaddy dolphin , Short-finned pilot whale, Humpback whale, Spotted dolphin, Indo-Pacific bottlenose dolphin. Analisis regresi menunjuk bahwa terjadi penurunan signifikan beberapa tahun terakhir terkecuali tahun 2012. Kalau periode 1995-2000, 2001-2006 dan 2007-2012 angka rata2 kematian menurun dari 6 menjadi 4 dan kemudian 3 pesut mati per tahun.

Di Kaltim ada sedikitnya 23 jenis paus dan lumba-lumba dan di Indonesia ada 34 jenis. Sementara di dunia ada sekitar 88 jenis Paus dan Lumba-lumba. Paling tidak ada sekitar 20 persen Paus dan Lumba-lumba berada di perairan Kaltim. dan ini sangat rentan terhadap terdampar karena permasalahan kerusakan lingkungan laut dan pola berpindah mamalia tersebut.

Sementara di Balikpapan, mega proyek yakni Kawasan Industri Kariangau (KIK) dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, tentu menjadi salah satu factor karena makin banyaknya aktivitas yang terjadi di teluk Balikpapan, sehingg sangat menggangu kehidupan salah satu mamalia laut tersebut.

Sementara itu kejadian di Kaltim menurut Dr Putu Liza Mustika, dari Conservation Internasional (CI) Indonesia adalah yang paling tinggi. “Kaltim datanya yang paling sering. Tetapi, data itu juga berhubungan dengan usaha yang dilakukan. Lebih sering mengamati, lebih sering mencatat maka datanya lebih banyak. Jadi, belum tentu yang tidak ada datanya tidak ada kejadian,” kata wanita yang akrab disapa Icha ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,