, ,

SBY Terbitkan Perpres Reklamasi Teluk Benoa, ForBALI Layangkan Protes

Tampaknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kejar target merilis permintaan-permintaan para pengusaha menjelang habis masa tugas. Setelah kontrak PT Freeport diperpanjang hingga 2041, kini giliran reklamasi Teluk Benoa, Bali, mendapat angin segar.

Meskipun mendapat penolakan berbagai elemen masyarakat sejak awal, Presiden tetap mengeluarkan Perpres persetujuan reklamasi di Bali ini. SBY mengganti Perpres 45 2011 menjadi Perpres Nomor 51 tahun 2014.

Tak pelak, ForBALI, gabungan berbagai elemen masyarakat sipil penolak perubahan kawasan konservasi Teluk Benoa menjadi pemanfaatan umum, melayangkan surat protes kepada Presiden.

Suriadi Darmoko, direktur eksekutif Walhi Bali kepada Mongabay, mengatakan, sudah jauh hari menolak perubahan Perpres ini. “Kami mensinyalir ada upaya meloloskan reklamasi Teluk Benoa. Ternyata benar. Presiden tidak konsisten menjaga dan melestarikan kawasan konservasi untuk dilindungi,” katanya.

Dia mengatakan, dengan mudah Presiden mengganti peruntukan kawasan untuk pemanfaatan umum. “Kami melihat perubahan ini bentuk kerakusan dibungkus dalam MP3EI dengan alasan mensejahtrakan rakyat, pendapat daerah, meningkatkan ekonomi dan janji-janji lain.”

Dengan perubahan ini memperlihatkan betapa mudah Presiden membela kepentingan investor daripada mendengarkan penolakan warga Bali yang ingin melestarikan alam.

Gendo, koordinator ForBali memperlihatkan peta perbandingan antara Prepres baru dan lama. Foto: ForBali
Gendo, koordinator ForBali memperlihatkan peta perbandingan antara Prepres baru dan lama. Foto: ForBali

Dalam analisis ForBALI, upaya pemaksaan untuk perubahan Perpres 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita diprediksi sejak awal. Presiden SBY memanggil khusus Yusril Ihza Mahendra. Sejak itu, pemerintah agresif merevisi Perpres 45 tahun 2011, berbagai pertemuan dilakukan digagas pemerintah pusat, seperti hearing dengan para akademisi non Universitas Udayana.

“Pelaksanaan konsultasi publik sembunyi-sembunyi dan seluruh proses hanya melibatkan kelompok pro-reklamasi. Sementara komponen masyarakat yang menolak reklamasi tidak didengarkan.”

Catatan terakhir ForBALI pada Senin, 14 April 2014 di ruang rapat Cempaka Kantor Bappeda Bali, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) bersama dengan Pemerintah Bali. Mereka mengadakan konsultasi publik tentang rencana perubahan pasal 55 ayat (5) Perpres No. 45 tahun 2011 khusus pada pasal yang menyatakan Teluk Benoa kawasan konservasi perairan, menjadi kawasan pemanfaatan umum.

“Di dalam konsultasi publik ini tidak satupun pihak kontra rencana reklamasi Teluk Benoa dilibatkan. Bahkan organisasi yang terlibat sebagai anggota BKPRD yaitu Walhi Bali tidak dilibatkan.”

Wayan “Gendo” Suardana, Koordinator ForBALI mengatakan,  salah satu poin terpenting dari Perpres 51 tahun 2014 tentang perubahan perpres nomor 45 tahun 2011 adalah mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan menjadi zona budi daya. Ia dapat direklamasi maksimal seluas 700 hektar. Perpres ini menetapkan zona budi daya baru, yakni zona P (penyangga), merupakan perairan pesisir dengan karakteristik kawasan teluk.

Jerink, Superman Is Dead kala aksi gabungan di Jakarta, menolak reklamasi Teluk Benoa. Sayangnya, teriakan penolakan warga tak dianggap oleh kepala negara. Karena pada beberapa bulan masa jabatan, Presiden SBY menandatangani Perpres yang mengamini reklamasi di sana. Foto: Sapariah Saturi

Zona P sebagai kawasan pemanfaatan umum potensial untuk kegiatan kelautan, perikanan, kepelabuhanan, transportasi, pariwisata, pengembangan ekonomi, permukiman, sosial budaya, dan agama. Zona P yang dimaksud adalah kawasan Teluk Benoa.

“Lokasi Teluk Benoa, Badung berada di timur Bandara Ngurah Rai Bali, dan dilintasi Jalan Tol Bali Mandara. Di kawasan inilah rencana reklamasi diizinkan.”

Perpres ini juga mengubah kawasan konservasi pulau kecil dari seluruh Pulau Serangan dan Pudut, menjadi sebagian Pulau Serangan dan Pudut. Dalam aturan itu juga menghapus besaran luas taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagai kawasan pelestarian alam. Dalam aturan sebelumnya,  ditetapkan spesifik luas taman Hutan Raya Ngurah Rai, yakni 1.375 hektar.

Perubahan Perpres 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita, katanya, merupakan tindakan gegabah dan tidak memperhatikan bahkan mengabaikan aspirasi masyarakat Bali.

Gendo menduga,  perubahan Perpres Sarbagita dengan mengakomodir rencana reklamasi di Teluk Benoa, salah satu upaya memutihkan dugaan pelanggaran tata ruang oleh Gubernur Bali ketika memberikan izin reklamasi kepada PT. Tirta Wahana Bali International, perusahaan milik Tomy Winata.

Aturan ini menjadi preseden buruk. Sebab, kawasan konservasi bela-belain diubah gara-gara ada investor yang berminat.

ForBALIpun, katanya,  melayangkan nota protes kepada Presiden. Ada tiga pokok tuntutan. Pertama,  mendesak SBY, membatalkan dan mencabut Perpres 51 Th 2014 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Serbagita. Lalu, memberlakukan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan.

Kedua, menuntut Presiden menolak rencana reklamasi Teluk Benoa yang berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan meningkatkan risiko bencana ekologis di Bali Selatan.

“Presiden dalam masa akhir jabatan jangan mengeluarkan kebijakan strategis yang dapat mengancam keberlangsungan hajat hidup orang banyak termasuk kebijakan yang mengakomodir reklamasi Teluk Benoa.”

Edo Rachman dari Walhi Nasional mengatakan, SBY tidak mempertimbangkan wilayah konservasi, dampak bagi masyarakat sekitar Teluk Benoa dan ancaman bencana ekologi.

Perbandingan Perubahan Perpres Serbagita

Peta perbandingan antara kedua Perpres. Sumber: ForBali
Peta perbandingan antara kedua Perpres. Sumber: ForBali
Artikel yang diterbitkan oleh
, ,