Lahan Kritis Sulteng Capai 1 Juta Hektar, Apa Penyebabnya?

Luas kawasan hutan di Sulawesi Tengah, terus menyusut,  terlebih dengan makin massif perizinan industri ekstraktif. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Sulteng, potensi lahan kritis mencapai satu juta hektar. Sedang pemerintah hanya mampu merehabilitasi hutan 15 hektar pertahun.

Berdasarkan klasifikasi, fungsi hutan di Sulteng ada hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi. Ada juga hutan lindung, konservasi meliputi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan Taman Nasional Lore Lindu. Hutan produksi mendapatkan proporsi lebih besar, 35 persen dari total kawasan hutan. Lalu, areal penggunaan lain dan hutan lindung masing-masing 32% dan 22%.

“Pada 2013, luas hutan Sulteng 4,1 juta hektar tersebar di 10 kabupaten/kota. Sekitar 288,5 ribu hektar lahan kritis,” kata Syahrudin Ariestal Douw, direktur eksekutif Jatam Sulteng, medio Juni 2014.

Seiring  pemerintah daerah terus mengeluarkan  izin pertambangan dan perkebunan, lahan kritis makin luas. Etal, sapaan akrab Syahrudin mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir laju investasi sumber daya alam makin masif. Industri-industri berbasis SDA menyebar hampir di semua kabupaten/kota. Mereka, mayoritas terkonsentrasi di tiga kabupaten, yakni Morowali, Morowali Utara, dan Banggai.

Pada Februari 2014, katanya, terbit 402 IUP mineral dan batu bara, terutama pertambangan biji nikel. Di sektor minyak, Joint Operating Body Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi (JOB PMTS) telah mengebor hingga 3.600 ribu barel per hari. Di Banggai, proyek LNG Donggi Senoro diharapkan beroperasi akhir 2014 dan mengekspor jutaan ton gas alam cair setiap tahun ke Jepang dan Korea Selatan.

Hal sama terjadi pada sektor perkebunan. Izin perkebunan skala besar dalam bentuk hak guna usaha (HGU) berperan menyumbang utama degradasi hutan dan lahan di Sulteng. Di Banggai, misal, PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) mengantongi HGU seluas 6.010 hektar, dan HTI 13.000 hektar.

KLS menguasai tanah terbilang luas, tetapi perusahaan ini terus memperluas ekspansi ilegal. Mereka menanam sawit di luar HGU.

“Hingga kini tercatat 24.000 hektar perluasan ilegal. Luas perkebunan sawit KLS mencapai 36.000 hektar.”

Senada diungkapkan direktur Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Mahfud Masuara. Menurut dia, di Banggai selain KLS, juga perkebunan sawit skala besar, yakni PT Sawindo Cemerlang, anak perusahaan Kencana Agri. Perusahaan ini beroperasi di tempat sama berdasarkan izin arahan lokasi oleh pemerintah Banggai seluas 20.000 hektar.

“Tidak hanya itu, ekspansi perkebunan sawit masif merambah hutan dan lahan di Morowali Utara. Di wilayah ini, terdapat izin HGU Sinar Mas 16.000 hektar.”

Selain di Banggai, perkebunan sawit juga di Buol, dimiliki PT Cipta Cakra Murdaya seluas 13.000 hektar terbagi atas 1.200 hektar inti dan 1.400 hektar plasma. PT Astra Agro Lestari, memiliki perkebunan 34.000 hektar tersebar di tiga kabupaten di Sulteng, yakni Poso, Donggala dan Morowali Utara.

Artikel yang diterbitkan oleh