, ,

Ketika Pemda Abai Hentikan Tambang Bangka, Warga Penolak dan Pro Bentrok

Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan agar Bupati Minut mencabut  izin tambang biji besi di Pulau Bangka. UKP4 sudah meminta  penghentian operasi tambang guna menghindari konflik. Sayangnya, semua tak digubris pemerintah daerah hingga bentrokan antarwarga pun pecah.  

Kondisi Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara mencekam. Ratusan warga Desa Kahuku yang berniat membacakan surat eksekusi putusan PTUN tiba-tiba diserang, Sabtu (12/7/14). Mereka berniat menyampaikan putusan eksekusi MA di basecamp  perusahaan tambang, PT. Mikgro Metal Perdana (MMP), di Desa Ehe. Bentrok antara warga Desa Kahuku dan Desa Ehe yang dibantu Brimob, tidak terhindarkan.

Maria Taramen, aktivis Tunas Hijau yang berada di lokasi mengatakan, mulanya ratusan warga Desa Kahuku dan warga dari wilayah lain menggelar syukuran serta ibadah bersama. Kegiatan itu untuk merespon kemenangan proses hukum dan  keluarnya surat eksekusi dari PTUN Manado.

Setelah makan siang, sekitar pukul 13.30, warga menuju ke basecamp MMP, di Desa Ehe. Mereka akan membacakan surat eksekusi di depan basecamp perusahaan.

“Tiba di Desa Ehe, rombongan warga dihadang aparat gabungan terdiri dari polsek, polres, brimob dan TNI. Sekitar 10 orang,” katanya. Rombongan warga berhasil melewati hadangan dan melanjutkan perjalanan.

Begitu memasuki gapura, rombongan dihadang sekumpulan securiti perusahaan,  yang juga warga Desa Ehe.

“Rombongan warga penolak tambang yang dihadang sekuriti, dikagetkan lemparan batu dari belakang rumah salah satu penduduk.”

Bentrokan tak terhindar, sesaat langsung meluas. Saling lempar batu terjadi. Alat berat milik perusahaan dibakar. Polisi menduga pelaku dari Desa Kahuku.

Warga syukuran dan doa bersama atas kemenangan putusan di MA dan surat MA sudah keluar pertengahan Juni lalu. Putusan  menyatakan Pulau Bangka, bukan buat tambang hingga Bupati diminta mencabut izin tambang itu. Mereka mengadakan doa  di Desa Kahuku. Setelah doa ini mereka ingin membacakan putusan MA di depan perusahaan. Namun, malah bentrok terjadi. Foto: Save Bangka Island
Warga syukuran dan doa bersama atas kemenangan putusan di MA dan surat MA sudah keluar pertengahan Juni lalu. Putusan menyatakan Pulau Bangka, bukan buat tambang hingga Bupati diminta mencabut izin tambang itu. Mereka mengadakan doa di Desa Kahuku. Setelah doa ini mereka ingin membacakan putusan MA di depan perusahaan. Namun, malah bentrok terjadi. Foto: Save Bangka Island

Dari rombongan penolak tambang jatuh korban. Mereka menarik diri ke Desa Kahuku. Tiga warga penolak tambang luka-luka mendapat penanganan tim medis. Banyak yang lain luka-luka tak sempat dirawat.

Sekitar pukul 15.00, aparat mulai menangkap warga penolak tambang satu persatu tanpa bukti. Kerusuhan kembali pecah. Warga mencoba melepaskan kawan yang ditangkap aparat.

“Brimob tangkap warga yang dituduh membakar alat berat. Aksi saling lempar terjadi. Warga berhasil melepaskan kawan yang ditangkap.”

Bentrokan ini, kata Maria, seharusnya tidak terjadi jika Bupati Minut dan Gubernur Sulut menaati hukum dan peraturan di negeri ini.

Sampai pukul 20.00, warga penolak tambang di Desa Kahuku masih berjaga. Sebab, menurut desas-desus, warga Desa Ehe akan menyerang.

Kehadiran Polres Minut berupaya meredam suasana agar bentrokan tidak meluas. Kepada warga, polisi menyatakan tak akan ada serangan dari Desa Ehe, dan mengimbau warga menjaga keamanan.

Pukul 22.16, Brimob menembakkan peluru gas airmata ke warga Desa Kahuku yang berjaga-jaga. Gas air mata ditembakkan hingga 30 kali. Parahnya, kata Maria, tembakan gas air mata tidak diarahkan ke atas, tetapi langsung mengarah ke warga yang sedang berjaga.

Menurut dia, kericuhan susulan dipicu kedatangan Brimob ke Desa Kahuku. Saat itu, mereka berniat menjemput pekerja tambang yang tinggal di desa itu. Tak ada komunikasi hingga warga curiga. Mereka takut Brimob berupaya menangkap warga Desa Kahuku. Warga berusaha mengusir Brimob. Tindakan warga direspon tembakan gas air mata.

Spanduk tolak tambang di Desa Kahuku, Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island
Spanduk tolak tambang di Desa Kahuku, Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island

“Brimob tidak berkomunikasi. Tadi, Kasat intel bisa diterima dengan baik dan diantar pulang, karena menjalin komunikasi baik dengan warga. Berbeda dengan Brimob,” ucap Maria.

Hingga berita ini diturunkan, tak satupun pejabat kepolisian bisa dimintai keterangan. Mongabay coba menghubungi Humas Polda Sulut namun tidak ada jawaban.

Longgena Ginting, kepala Greenpeace di Indonesia, mengatakan, bentrokan ini buah tak taat hukum pemerintah Minut dan Sulut dan MMP, atas keputusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Bila ini terus dibiarkan, konflik horizontal akan meluas. Dengan pembiaran ini terjadi aparat turut melakukan pelanggaran hukum,”katanya.

Untuk itu, pemerintah pusat baik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, maupun Kementerian Lingkungan Hidup, dan Mabes Polri harus segera turun tangan menghentikan konflik ini.   Menurut dia, kasus ini tak bisa lagi diserahkan ke daerah. “Gak bisa kayaknya. Wibawa pemerintah pusat diinjak-injak, tapi kok diam aja ya?”

Penolakan warga terhadap perusahaan tambang ini dilakukan sejak awal. Dari aksi protes, sampai mengajukan gugatan ke PTUN dan dimenangkan warga sampai Mahkamah Agung.

Dalam keputusan di MA pada September 2013, Bupati Minahasa Utara diminta segera mencabut izin kepada MMP. Sayangnya, putusan MA dianggap angin lalu. Komnas HAM juga turun dan menyatakan terjadi indikasi pelanggaran HAM di sana. Namun, operasi tambang terus berjalan.

Kaka Slank, juga membuat petisi di change.org, menyuarakan kepada pemerintah daerah agar mencabut izin tambang demi keselamatan warga dan lingkungan. Bahkan, organisasi  lingkungan dan masyarakata sipilmembentuk Koalisi Penyelamatan Pulau Bangka.

Warga Desa Kahuku, korban pemukulan karena bentrok antar desa kontra dan pro tambang. Foto: Save Bangka Island
Warga Desa Kahuku, korban pemukulan karena bentrok antar desa kontra dan pro tambang. Foto: Save Bangka Island

Putusan MA belum digubris, kasus inipun dibawa ke Pusat. Mereka lapor ke berbagai lembaga dan kementerian termasukke Mabes Polri. Belum ada hasil juga. Lalu, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Mereka turun ke Pulau Bangka. Juga melakukan pertemuan lintas kementerian dan lembaga,bahkan mengundang Gubernur Sukut dan MMP di Jakarta.

UKP4 juga menyurati pemerintah daerah agar segera menghentikan operasi tambang demi menghindari konflik berkelanjutan. Tak hanya itu, izin-izin yang harus dipenuhi perusahaan agar bisa beroperasi juga belum dipenuhi.

Perusahaan belum memiliki izin penggunakan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan, belum ada zonasi wilayah laut di Sulut seperti diungkapkan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Perusahaan juga tak memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Hanya, izin membangun dermaga dari Kementerian Perhubungan yang mereka miliki.

Pada pertengahan Juni 2014, hakim PTUM Manado mengeluarkan surat perintah agar Bupati Minut segera menjalankan putusan MA. Sayangnya, lagi-lagi semua diabaikan. Kala merekahendak membacakan putusan MA ini, bentrokan terjadi. Korban berjatuhan.

Warga Desa Kahuku,penolak tambang yang menjadi korban pemukulan pada bentrok di Desa Ehe, Bangka. Foto: Save Bangka Island
Warga Desa Kahuku,penolak tambang yang menjadi korban pemukulan pada bentrok di Desa Ehe, Bangka. Foto: Save Bangka Island
Keindahan Pulau Bangka terancam hilang dengan kehadiran tambang di sana. Reklamasi pantai sudah mulai dilakukan PT MMP di Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,