,

Rawa Tripa Diusulkan Jadi Laboratorium Alam

Tim ahli Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh mengusulkan agar  Rawa Gambut Tripa di Propinsi Aceh dijadikan laboratorium alam (science park). Luas yang diusulkan mencakup 12 ribu hektar yang masih memiliki tutupan hutan. Ini adalah salah satu cara manajemen pengelolaan Tripa yang paling memungkinkan dilakukan oleh pemerintah.

Menurut ketua tim ahli Unsyiah, Agus Halim yang dihubungi Jumat kemarin menyebutkan wacana menjadikan Rawa Tripa sebagai laboratorium alam merupakan tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan oleh tim ahli Unsyiah pada tahun 2013.

“Hasil studi kita mendapatkan ada 12 ribu hektar hutan yang masih bagus di Rawa Tripa yang bisa dikelola dengan manajemen konservasi berbasis masyarakat. Pilihan terbaik adalah menjadikan Tripa sebagai laboratorium alam yang bisa dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan, ekowisata dan pengembangan ekonomi masyarakat,” kata Agus.

Dari 12 ribu hektar sisa hutan yang ada di Rawa Tripa sebagian besar sudah menjadi areal konsesi Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit milik PT. Surya Panen Subur (SPS) II dan PT. Kalista Alam. Agus mengatakan, pemerintah, perusahaan dan masyarakat diharapkan bisa membangun komitmen bersama menyelamatkan rawa gambut Tripa.

Menurut Agus, Rawa Tripa Science Park tidak hanya bicara konservasi tapi perlu keterlibatan pemerintah dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. “Kita berharap 12 ribu hektar itu sepakat untuk diselamatkan sebagai plasma nuftah (sumber genetik) yang dikembangkan ke depan untuk isu perubahan iklim,”katanya.

Banyak hal menarik yang bisa diteliti di Tripa untuk isu perubahan iklim. Para peneliti menemukan adanya tumbuhan khas rawa yang dapat beradaptasi pada genangan aerob yang merupakan pertemuan antara genangan air rawa dan pasang surut air laut. Tumbuhan tertentu didapatkan menggunakan zat aktif tertentu secara alami sehingga tahan hidup di daerah genangan pasang surut.

Rawa Tripa juga merupakan pusat kajian biologi akuatik karena merupakan daerah genangan yang memiliki banyak jenis ikan dan kerang (lokan) yang bisa menjadi sumber ekonomi masyarakat.

Luas total Rawa Tripa mencapai 60.657,29 hektar berada di dua kabupaten yakni Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Pembukaan perkebunan kelapa sawit sejak 1990 menyebabkan hutan gambut hanya tersisa 12.455,45 hektar saja.

Menurut Agus, dari 12 ribu hektar sisa hutan, hanya 8 ribu hektar saja yang masih terakumulasi dalam satu bentang besar, yang lainnya sudah terfragmentasi.

“Salah satu yang penting dilakukan adalah segera mengeluarkan regulasi untuk membangun koridor di sepanjang badan sungai dan sepadan pantai untuk menghubungi koridor yang terputus itu, agar satwa-satwa masih bisa bergerak bebas,” jelasnya.

Sungai Kuala Tripa yang merupakan batas terluar Rawa Gambut Tripa.  Foto : Chik Rini)
Sungai Kuala Tripa yang merupakan batas terluar Rawa Gambut Tripa. Foto : Chik Rini)

Sejumlah pihak telah melakukan penelitian di Tripa di antaranya Unsyiah, ICRAF, Wetland, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), dan Pusat Penelitian Ilmu Tanah Bogor. Data yang didapat oleh para peneliti ini didorong untuk dijadikan kebijakan satu peta (one map) oleh Badan REDD+ agar tidak membingungkan para pihak di lapangan.

“Kami sudah memetakan ke dalam gambut yang mencapai lebih dari 3 meter yang layak untuk dilindungi,” kata Agus.

Data yang didapat menyebutkan Rawa Tripa  kaya akan keanekaragaman hayati dan merupakan spot penting di Kawasan Ekosistem Leuser yang layak dipertahankan hutannya. Pilihan untuk mengkonversi rawa gambut Tripa menjadi perkebunan kelapa sawit telah berdampak pada terancamnya flora dan fauna khas (endemik) di Rawa Tripa.

Dari kajian biodiversitas, Tripa merupakan ekosistem rawa gambut yang unik kaya akan jenis tumbuhan dan hewan, namun sangat rentan dan sulit untuk kembali ke bentuk semula jika rusak. Hasil survai lapangan menunjukkan jenis fauna yang ditemukan di Rawa Tripa saat ini tinggal sebanyak 91 jenis, di mana 18 jenis diantaranya memiliki nilai ekonomi dan ekologi dan 14 jenis memiliki nilai endemik dan harus dilindungi.

Hewan langka seperti orangutan, harimau, beruang madu, lutung hitam, rusa, trenggiling, burung bangau tongtong, burung punai, burung serindit hitam masih ditemukan keberadaannya di dalam hutan rawa gambut Tripa yang tersisa. Namun populasinya terus menyusut dan dilaporkan mulai jarang terlihat.  Keberadaan flora fauna dalam kawasan berada dalam daerah terisolir dan di lokasi yang terfragmentasi di sepanjang pantai.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,