,

Global Tiger Day, Upaya Menyelamatkan Harimau

Tidak banyak orang yang tahu bahwa hari kedua Idul Fitri yaitu 29 Juli 2014, bertepatan dengan hari peringatan harimau sedunia atau Global Tiger Day untuk mengkampanyekan kepedulian masyarakat terhadap harimau.

Penyelamatan harimau menjadi penting, karena populasi harimau sedunia saat ini hanya tersisa antara 3000 – 4000 ekor di alam liar. Jumlah ini menyusut drastis dari sekitar 100.000 di awal abat ke-20. Penyebab utama adalah perburuan besar-besaran satwa kharismatik ini. Selain itu, spesies kucing terbesar di dunia ini telah kehilangan lebih dari 93 persen wilayah sebaran awalnya akibat pembukaan hutanuntuk ekspansi pemukiman serta industri pertanian dan kehutanan. Kondisi populasi harimau di alam yang semakin terancam punah ini, membuat IUCN mengklasifikasikan sebagai satwa kritis terancam punah.

Menyikapi hal ini, pada International Tiger Meeting di St. Petersburg, Rusia, November 2010 yang lalu, telah disepakati upaya bersama untuk menyelamatkan populasi harimau dari kepunahan yang terangkum dalam dokumen Global Tiger Recovery Program atau biasa disebut GTRP. Dalam pertemuan tersebut juga, disepakati hari peringatan harimau sedunia yang jatuh pada setiap tanggal 29 Juli.

Di Indonesia sendiri, peringatan Global Tiger Day ini menjadi momentum peningkatan kepedulian masyarakat dalam konservasi harimau. Setiap tahunnya, peringatan Global Tiger Day diselenggarakan sejak tahun 2012 di berbagai kota di Indonesia, antara lain Jakarta, Purwokerto, Medan, Palembang, Bengkulu, Jambi,  Padang dan Pekanbaru. Ratusan relawan yang tergabung dalam jaringan Tiger Heart secara rutin mengkampanyekan perang melawan perburuan dan perdagangan harimau sumatera yang masih marak terjadi.

Ketua Forum HarimauKita, Dolly Priatna, menyampaikan bahwa kemajuan teknologi informasi ternyata membawa dampak buruk bagi perlindungan sub-spesies harimau terakhir yang dimiliki Indonesia ini. Mudahnya akses internet membuat jalur perdagangan ilegal harimau dan bagian tubuhnya menjadi lebih mudah. Penjual dan pembeli dapat melakukan transaksi secara langsung dan barang dikirimkan melalui jasa pengiriman barang, tanpa harus bertemu muka. Hal ini mempersulit para penegak hukum dalam memantau jalur perburuan dan perdagangan ilegal harimau.

“Untuk mempersempit ruang gerak pelaku, pelibatan publik secara luas dalam melawan perdagangan ilegal harimau sumatera dan bagian tubuhnya melalui internet menjadi sebuah keharusan. Forum HarimauKita akan terus mendorong Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap situs-situs yang masih melakukan pembiaran adanya jual beli harimau dan bagian tubuhnya,” tegasnya lebih lanjut kepada Mongabay.

Pemantauan perdagangan melalui internet itu sendiri melibatkan ratusan relawan Tiger Heart. Mereka telah berhasil mengumpulkan ratusan situs yang menjual harimau dan bagian tubuhnya. Data-data tersebut dikumpulkan semenjak tahun 2010 dan telah berhasil mengidentifikasi beberapa situs yang sering menjadi media jual beli.  Beberapa pelaku berhasil ditangkap berkat kerjasama dengan PHKA dan lembaga mitra, antara lain Wildlife Crimes Unit (WCU).

Penegakan hukum di Indonesia masih lemah

Diperkirakan pada tahun tujuh puluhan, populasi harimau Sumatera masih sekitar 1000 ekor. Angka tersebut diperoleh dari penelitian Borner melalui survey kuisioner di tahun 1978. Pada tahun 1985,   Santiapillai dan Ramono mencatat setidaknya 800 ekor tersebar di 26 kawasan lindung. Di tahun  1992, Tilson et. al. memperkirakan antara 400 – 500 ekor yang hidup di lima Taman Nasional dan dua  kawasan lindung. Dan di tahun 2007, Kementrian Kehutanan Indonesia memperkirakan minimal 250 individu harimau Sumatera hidup di delapan dari 18 habitat harimau Sumatera.

Tabel Penurunan Populasi Harimau Sumatera.
Tabel Penurunan Populasi Harimau Sumatera.

Sampai saat ini, perburuan ilegal masih menjadi ancaman utama kelestarian harimau sumatera. Hampir seluruh bagian tubuh harimau menjadi koleksi yang paling diincar di pasar gelap. Mills dan Jackson melaporkan lebih dari 3990 kilogram tulang harimau sumatera diekspor ke Korea Selatan sejak 1970 sampai 1993. Tulang-tulang tersebut dijadikan bahan baku obat tradisional China. Selain itu, Sheppard dan Magnus memperkirakan setidaknya 253 ekor harimau sumatera diambil dari habitatnya antara tahun 1998 hingga 2002. Sebagian besarnya diambil secara ilegal.

Di sisi lain, penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Dari data yang dihimpun secara kolaboratif oleh Kementerian Kehutanan, Forum HarimauKita, Wildlife Conservation Society (WCS) Fauna and Flora International (FFI), dan Zoological Society of London (ZSL), hanya sebanyak 87 pemburu dan pedagang ilegal yang tertangkap. Dari total angka tersebut, 79 orang di antaranya divonis hukuman penjara. Hukumannya pun relatif ringan, rata-rata hanya sekitar 1,2 tahun. Hal ini sangat tidak sepadan dengan nilai harimau sumatera itu sendiri sebagai penyeimbang ekosistem hutan.

Perang melawan perburuan harimau di lapangan tidak kalah serunya. Berbagai lembaga yang bergerak di bidang konservasi harimau sumatera, telah menggagalkan ribuan upaya perburuan. Minimal sebanyak 265 jerat harimau dan 800 jerat satwa mangsa berhasil diamankan oleh tim  patroli lapangan.

Konflik Manusia dengan Harimau

Konflik antara manusia dengan harimau (KMH) juga menyumbang laju penurunan populasi harimau sumatera di alam liar. Forum HarimauKita melaporkan setidaknya 563 konflik tercatat semenjak tahun 1998 – 2011. Angka tersebut dikompilasi dari laporan lapang WCS, Leuser International Foundation (LIF), FFI, ZSL dan WWF serta PHKA. Konflik-konflik yang terjadi pada periode tersebut telah mengakibatkan 57 orang meninggal dunia dan terbunuhnya 46 ekor harimau.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,