,

Sawit Datang, Sungai di Situs Penggalian Arkeologi Tidak Lagi Jernih

Sungai Semuhun yang mengaliri Goa Putri, yang merupakan pemukiman manusia purba, di Desa Padangbindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, saat ini kondisinya memprihatinkan. Bahkan kondisi parah tampak terlihat pada sungai yang mengaliri bagian dalam goa, air mengalir bagaikan parit dan berwarna butek.

Sementara itu, Sungai Air Kaman Basa yang mengalir di muka Goa Harimau juga sungguh memprihatinkan. Para arkeolog memperkirakan pada masa lalu di depan Goa Harimau merupakan lautan, kemudian terbentuk sungai besar. Kini kondisinya tak lebih dari aliran parit di tengah hutan. Tapi saat musim penghujan, volume airnya tiba-tiba membesar, hingga menggenangi perkebunan milik masyarakat.

“Kolam putri mandi ini beberapa tahun lalu bening dan tidak pernah surut. Banyak warga atau pengunjung mandi di sini. Sekarang ya seperti ini. Tapi kalau musim penghujan meluap nian,” kata Jafri, pemuda Desa Padangbindu, relawan di Goa Silabe.

Perubahan volume air yang mengalir di Sungai Semuhun dan Air Kaman Basa dalam tiga tahun terakhir, diduga akibat keberadaan perkebunan sawit yang ada di sekitar situs tersebut. Jarak perkebunan dan situs goa-goa tersebut saat ini sekitar 5 kilometer.

Tanaman hutan yang ada di sekitar Goa Harimau sendiri mulai berkurang. Meskipun masih pula dapat ditemukan pohon sialang, duku dan durian. Begitu pula satwa khas Sumatera seperti harimau, beruang madu, gajah, dan sejumlah burung tidak ditemukan lagi.

“Setiap orang ke sini, pasti bertanya, apa masih ada harimau di sini? Sebab namanya kan Goa Harimau. Saat saya jawab tidak ada, hampir semuanya kecewa,” kata Rolly Candra, warga Desa Padangbindu yang dipekerjakan Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi.

Persoalan kondisi Sungai Semuhun dan Air Kaman Basa merupakan persoalan di OKU. Hampir 61 anak Sungai Ogan mengalami hal yang sama. Saat musim kemarau mengalami kekeringan, dan pada musim penghujan banjir.

Berdasarkan pemantauan Mongabay-Indonesia, hampir semua tepian Sungai Ogan memang mengalami abrasi. Bahkan tidak sedikit jalan yang berada di tepi Sungai Ogan amblas. Ini semua akibat derasnya air sungai saat musim penghujan, sementara tepiannya sudah tidak dijaga oleh pohonan besar seperti di masa lalu.

Salah satu jalan OKU-Ogan Ilir di tepi Sungai Ogan yang amblas. Foto Taufik Wijaya
Salah satu jalan OKU-Ogan Ilir di tepi Sungai Ogan yang amblas. Kondisi ini jelas amat membahayakan bagi pengguna jalan. Foto Taufik Wijaya

Perlu Aksi  Segera dari Pemerintah

Di wilayah Kecamatan Semidang Aji terdapat perkebunan sawit milik PT Mitra Ogan. Luas perkebunan sawit milik PT Mitra Ogan sekitar 4.700 hektar, dari luas kecamatan tersebut sekitar 467,53 kilometer persegi. Informasi didapat perkebunan milik PT Mitra Ogan di Semidang Aji dalam tahap pembibitan dan land clearing.

Dikutip website PT Mitra Ogan, perusahaan ini memiliki luas perkebunan sawit dan karet di Sumsel mencapai 39 ribu hektar dan dua pabrik pengolahan kelapa sawit.

Perkebunan mereka tersebar Kabupaten OKU, Muaraenim dan Musi Banyuasin. Unit kerjanya meliputi Kebun Peninjauan Inti (PIN), Kebun Peninjauan Plasma (PPL), Kebun Rambang Lubai (RL), Kebun Batanghari Leko (BHL), Kebun Semidang Aji (SA), dan Unit Pengelolaan Usaha Lingkungan (UPUL). Dalam rencana jangka panjang, perusahaan akan menambah areal perkebunan hingga 100.000 hektar.

Kemungkinan ekspansi perkebunan sawit untuk mendekati lokasi situs Padangbindu cukup terbuka. Sebab hanya lokasi Goa Putri seluas 5 hektar yang sudah dibeli pemerintah dari masyarakat. Sementara lokasi Goa Harimau masih merupakan perkebunan karet dan kopi milik rakyat. Luasnya mencapai tiga hektar. Padahal akses jalan utama ke lokasi Goa Harimau merupakan jalan menuju perkebunan sawit milik PT Mitra Ogan.

“Jika tidak segera dibeli pemerintah, atau pemerintah tidak memiliki sikap tegas terhadap izin perkebunan di sekitar situs, bukan tidak mungkin di depan Goa Harimau itu menjadi hamparan kebun sawit,” kata Hendra dari Jejak Indonesia, sebuah lembaga peduli lingkungan hidup di Kabupaten OKU, Kamis (17/7/2014).

Terhadap kekhawatiran tersebut Pemerintah OKU berkomitmen menjaga lingkungan di sekitar situs goa-goa manusia purba tersebut. “Ke depan kita akan berhati-hati dalam mengeluarkan izin terkait perkebunan. Terutama di lansekap situs goa purba tersebut. Saat ini yang sudah berjalan, ya tinggal diawasi saja. Tapi yang jelas kita akan berhati-hati, sehingga lingkungan di sekitar situs tidak terganggu atau rusak,” kata Januar Effendi, kabag Humas dan Protokol Pemerintah

Sementara terkait pembebasan lahan untuk Goa Harimau, didapatkan informasi, pemerintah OKU sudah menyiapkan anggaran untuk membebaskan lahan di sekitar Goa Harimau seluas tiga hektar. Tapi upaya terhenti sementara. Sebabnya nilai ganti rugi sebesar Rp2,5 miliar yang disiapkan dianggap mark-up oleh sejumlah pihak, karena tidak sesuai dengan harga tanah di wilayah tersebut. Sementara masyarakat tidak mau diganti dengan nilai yang rendah.

Terhadap permasalahan ini tokoh masyarakat OKU, Muhammad Zam Zam, mengatakan proses ganti rugi tersebut perlu segera dilakukan. Kalau ditunda dikhawatirkan nilai tanahnya mengalami peningkatan, dan proyeksi pengembangan situs budaya di Goa Harimau akan terhambat.

“Pemerintah OKU harus segera melakukan perundingan yang melibatkan masyarakat, anggota dewan, serta para penegak hukum dalam satu forum. Sehingga hasilnya merupakan kesepakatan bersama, termasuk mengantipasi adanya pelanggaran hukum, sehingga para pejabat pemerintah merasa tidak takut terhadap dugaan korupsi,” katanya.

“Semua harus bersatu dan mendukung. Ini merupakan simbol kebanggaan wong OKU, Sumsel dan Indonesia,” ujarnya.

Situasi pemerintahan OKU saat ini memang dalam sorotan publik, sebab dua mantan bupati di sana, terjerat kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Kabupaten OKU tahun 2008. Eddy Yusuf, mantan Bupati OKU yang kemudian menjadi wakil gubernur Alex Noerdin periode 2008-2013 divonis tahanan 18 bulan oleh Pengadilan Negeri Palembang, sementara Yulius Nawawi  yang dulunya wakil Eddy Yusuf di OKU kemudian menjadi bupati juga divonis pengadilan 18 bulan tahanan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,