, ,

Pendiri JAAN Dipukul Ketika Aksi Damai di Bali. Kenapa?

Sabtu petang (09/08/2014), Pantai Keramas, Gianyar, Bali terlihat ramai, salah satunya karena acara grand opening di Wake Dolphin and Resto dengan acara pembukaan sirkus lumba-lumba. Terlihat banyak petugas kemanan dari pihak pengelola sirkus lumba-lumba menjaga acara tersebut.

Sekitar pukul 21.00 WITA, tujuh orang aktivis perlindungan satwa liar JAAN (Jakarta Animal Aid Network) dan Animal Shanti datang dan membuat aksi damai di depan pintu masuk kolam atraksi sirkus lumba-lumba Wake Dolphin and Resto.

Ternyata aksi damai itu menyulut kemarahan para petugas keamanan dan orang-orang yang diduga preman bayaran PT. Wersut Seguni Indonesia (WSI), pengelola sirkus lumba-lumba keliling terbesar di Jawa yang berada di balik wahana pertunjukan lumba-lumba Wake Dolphin and Resort.

“Kami dikejar, nama saya disebut akan dibunuh. Kami juga dipukuli. Dua orang yang jadi korban pemukulan, yaitu saya dan teman saya yang namanya tidak bisa saya sebutkan. Sekarang ia sedang dirawat di rumah sakit,” kata pendiri dan koordinator JAAN, Femke Den Haas.

“Saya yakin sekali yang mengejar-ngejar kami, memukul, mengancam saya akan dibunuh itu preman bayaran PT. WSI. Sudah dari tahun 2010 mereka mengincar akan membunuh saya karena terus menerus menyuarakan penolakan dan pembubaran sirkus lumba-lumba,” kata Femke.

Perempuan kurus itu menjelaskan mereka awalnya melakukan aksi damai pada pukul 6 sore saat pembukaan acara. Akan tetapi karena penjagaan ketat, para aktivis menunda aksinya hingga malam karena alasan keselamatan para aktivis.

Jumlah tim JAAN dan Animal Shanti hanya tujuh orang akhirnya bersepakat untuk tetap melakukan aksi singkat dengan membawa poster penolakan sirkus lumba-lumba sekitar pukul 9 malam.

Para aktivis menuju gerbang dengan membawa beberapa poster menolak sirkus lumba-lumba. Aksi mereka kemudian menyulut kemarahan para penjaga dan kemudian melakukan pemukulan.

Para aktivis diteriaki dan dikejar segerombolan orang-orang tersebut. Sebagian tim selamat dengan berlari menyusuri pantai dan bersembunyi di semak-semak. Dua orang tertinggal dibelakang dan menjadi sasaran pemukulan. Seorang dari aktivis ditarik dan diseret ke daerah gelap. Seorang lagi diseret ke laut dengan ancaman akan ditenggelamkan.

Kedua aktivis perempuan ini yang salah satunya adalah Femke, berjuang melindungi dari orang-orang yang diduga preman bayaran sampai polisi datang dan menyelamatkan dua aktivis itu dengan dibawa ke Polsek Blahbatu untuk diamankan dari amuk masa.

Lalu, para preman mengikuti mereka hingga ke kantor polisi, dan masih menyerukan ancaman pada dua perempuan ini. Keduanya berada di sana sampai pukul dua pagi, menunggu suasana mereda. Setelah keadaan dirasa aman mereka pulang dengan kondisi memar dan lebam. Diiringi mobil polisi, mereka diantar pulang untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan.

“Di kantor polisi pun saya masih diteriaki akan dibunuh. Wajah kami di foto oleh mereka. Maka dari itu, kami tidak mau melapor ke pihak kepolisian karena kami tidak yakin polisi netral,” kata Femke

Femke juga menjelaskan alasan aksi damai yang mereka lakukan yakni berdasarkan investigasi tim JAAN ditemukan bahwa di dalam Wake Dolphin and Resto terdapat kolam berukuran 10 meter x 20 meter, terdapat empat ekor lumba-lumba yang dipelihara untuk pertunjukan. Sangat sempit bagi lumba-lumba yang seharusnya lumba-lumba bisa menjelajah hingga ratusan kilometer per hari di habitatnya, di laut lepas.

Ajiq dari Animal Shanti kepada Mongabay mengatakan menyesalkan kekerasan dalam aksi itu. “Masyarakat harus dukung penolakan sirkus lumba-lumba dengan tidak datang dan menonton sirkus, namun datang langsung ke habitatnya di laut lepas. Sirkus lumba-lumba bukan edukasi, namun ekploitasi,” kata Ajiq.

Sementara itu, Kapolsek Blahbatu, AKP I Nyoman Suparsa kepada Mongabay mengatakan, memang benar ada dua orang perempuan kewarganegaraan asing yang pihak polsek Blahbatu amankan bersama satu orang laki-laki. Kedua orang perempuan menyampaikan kepada kami mereka dipukuli, namun mereka tidak mau dimintai keterangan dan dimintai identitas mereka sebagai laporan kami.

“Kami sudah melakukan tindakan sesuai prosedur penanganan warga asing. Kami sudah mengantarkan mereka ke rumah sakit. Namun, pihak mereka menolak melanjutkan kasus tersebut dan meminta kasus selesai,” katanya.

Polsek Blahbatu juga telah meminta keterangan ke pihak Wake Dolphin and Resto. “Pihak mereka mengatakan tidak melakukan kekerasan terhadap kedua korban,” kata I Nyoman Suparsa.

Menhut ke Bali menyita lumba-lumba

Sebelumnya pada bulan Februari 2013, Bali pernah dihebohkan dengan kasus restoran Akame, Pelabuhan Benoa, Denpasar yang diduga melakukan penyiksaan terhadap dua lumba-lumba peliharaan mereka. Lumba-lumba tersebut akhirnya disita oleh Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan turun tangan untuk menyita dua ekor lumba-lumba untuk dikembalikan ke habitatnya di laut Karimun Jawa. (tautan beritanya klik disini)

Namun, pernyataan dari menteri tersebut tidak pernah terjadi bahkan lumba-lumba tersebut kembali ke penangkaran sirkus lumba-lumba di Weleri, Kendal, Jawa Tengah.

Saat itu lumba-lumba dipelihara dalam kolam sebagai pertunjukan bagi pengunjung. Protes yang bermunculan dari berbagai pihak, termasuk dari Ric O’barry, aktivis lumba-lumba internasional, hingga mampu membuat penangkaran lumba-lumba ini ditutup meskipun lumba-lumba itu belum berhasil di kembalikan ke laut lepas. Aksi protes besar-besaran yang terjadi saat itu tampaknya belum membuat para pengusaha penangkaran dan sirkus lumba-lumba jera.

Ekploitasi Lumba-lumba dibalik alasan Edukasi

Dari data JAAN, berbagai hal buruk yang terjadi pada mamalia laut terpintar itu selama dalam penangkaran sirkus lumba-lumba. Lumba-lumba dieksploitasi sebagai objek komersial dengan kedok edukasi dan konservasi. Lumba-lumba yang biasa berkomunikasi dengan kawanannya di laut dengan suara sonar dapat terganggu dan rusak akibat suara musik yang keras saat sirkus.

Selain itu kolam yang kecil mengakibatkan sonar lumba-lumba yang bisa menjelajah hingga ratusan mil di dalam laut, terbentur dinding kolam hingga membuat stress lumba-lumba dan bisa berakibat kematian.

Pengusaha yang bergerak dalam industri lumba-lumba keliling menggadang-gadang nama konservasi untuk keuntungan mereka, kendati sebenarnya konservasi tidak pernah ada. Lumba-lumba dalam penangkaran adalah lumba-lumba yang ditangkap dalam alam liar dan sampai saat ini belum ada lembaga konservasi di Indonesia yang mampu mengembangbiakan lumba-lumba dalam penangkaran. Kalaupun ada lumba-lumba yang lahir di kolam itu diduga karena lumba-lumba itu hamil saat ditangkap.

Selain itu, lumba-lumba dipukul dan buat lapar agar mengikuti perintah pelatih untuk melakukan atraksi.   Lumba-lumba diberi makan ikan-ikan mati yang dipotong kecil dan tidak segar, padahal di alam liar mereka biasa makan ikan laut yang masih hidup.

Bentuk kolam memiliki banyak kekurangan. Kedalaman air yang kurang menyebabkan suhu air mudah berubah panas, memberi efek pada lumba-lumba yang tinggal di dalamnya. Air yang digunakan bukanlah air laut, namun air tawar yang dicampur degan garam dan klorin. Klorin sendiri membawa dampak buruk bagi lumba-lumba, mulai dari iritasi kulit hingga iritasi mata yang bisa berakhir pada kebutaan.

Beberapa poin-poin diatas sangat bertentangan dengan prinsip kesejahteraan satwa (animal welfare). Untuk itu JAAN dan Animal Shanti dengan tegas menyatakan menolak adanya penangkaran sirkus lumba-lumba di Wake Dolphin and Resto, Keramas, Bali.

“Salah satu cara yang mudah bagi masyarakat untuk ikut menolak bentuk eksploitasi pada sirkus lumba-lumba adalah dengan tidak menonton sirkus itu sendiri. Cara yang terbaik untuk melihat dan menyaksikan lumba-lumba adalah dengan mendatangi habitat mereka salah satunya yang terdapat di Pantai Lovina, Buleleng, Bali. Dengan membayar Rp 60,000,- saja kita bisa diajak nelayan setempat menaiki perahu kemudian melihat lumba-lumba bermain di laut lepas,” tutup Femke.

Hingga berita ini diturunkan, Mongabay Indonesia belum berhasil melakukan konfirmasi ke pihak PT. WSI dan Wake Dolphin and Resto.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,